neunzehn

56 13 0
                                    

Happy reading😉
Jangan lupa voment xixi

.

stσrʏ вʏ кσsmσstєrвαng


-

Seharian di sekolah tadi aku hanya menunggu Fane muncul di hadapanku secara tiba-tiba. Berharap ia menjelaskan semuanya yang dilakukan Miss Hana, termasuk memajang laptop kesayanganku di museum sekolah. Huh dasar pembimbing menyebalkan!

Ha ... ok Antonia jangan menghujat orang tua, itu tidak baik. Ayo bersabarlah sampai aku tau cara kembali ke duniaku dan meninggalkan dunia gila ini.

Ngomong-ngomong tentang dunia gila, aku jadi penasaran dengan pegunungan Doorway. Apakah di sana benar-benar ada sekat antar dimensi? Tapi jika menurut Fane, sekat itu memang berada di sana. Pantas saja pegunungan itu tidak ada pendaki yang berani mendekatinya. Selain karena rumor ada hal menyeramkan, ternyata ada hal lebih menyeramkan.

"Antonia! Kenapa kau melamun?" Arwah Camelia ini tidak bisakah tidak mengikutiku sehari saja? Hah aku merasa lelah.

"Cam, di mana sisa kue kering semalam?" Ini lagi, dasar sepupu tengil tidak tau tempat bertanya, huh!

"Ah jangan tanyai aku apapun! Aku sedang bingung huhuhu" rengekku sambil menutup mata dan menendang-nendangkan kaki ke udara kosong.

Aku yakin Nedvan dan arwah Camelia menganggap aku stres. Tapi benar juga sih, aku stres sekali berada di dunia ini. Aku ingin sekali mengakhiri hidup, tapi ya kali aku mati untuk kedua kalinya hanya karena stres huhuhu.

"Kau kenapa?" tanya Nedvan sembari menarik kursi di sebelahku. Sementara arwah Camelia mengambil buku di atas meja, menimpuknya ke arahku.

Wah wah dasar arwah tidak sopan!

"Cam!" Aku tersentak karena panggilan Nedvan kepadaku naik satu oktaf.

"Ada apa?" tanyaku seraya menoleh menatapnya.

"Aku tidak akan bahas kue kering. Aku ingin membahas hal yang serius," ujarnya membuat aku menaikkan satu alisku. Begitupula dengan arwah Camelia yang ikut penasaran.

"Kau memiliki sihir?" tanyanya yang kali ini menoleh sepenuhnya menghadapku.

"Siapa yang mengatakannya? Mana punya sihir aku, tidak bisa teleportasi juga." Aku mengalihkan pandangan pada buku-buku di depanku, menghindari tatapan Nedvan yang menatapku.

"Jujur, Cam."

Aku menghela napas, kemudian menundukkan kepala. "Iya," cicitku membuat ia yang kini menghela napas dengan keras.

"Mengapa kau tidak jujur padaku?!"

"Aku tidak tau jika punya sihir, aku pun tau tadi malam saat mengobati Fane di tepi danau," jelasku yang memang benar adanya.

"Sungguh?" tanyanya dengan penuh selidik.

"Kau tanya saja Fane jika tidak mempercayaiku!" Aku beranjak dari kursi, berjalan cepat meninggalkan sepupu tengilku itu di perpustakaan sendirian.

Arwah Camelia segera bangkit mengikutiku. Ia tidak pernah absen untuk selalu berada di sampingku. Kecuali untuk keluar istana, ia tidak bisa ikut karena arwahnya terkurung di istana ini.

Nedvan yang melihat itu hanya bisa terbengong di balik mejanya. Ia tak berniat menyusulku sedikit pun. Hah biarlah, aku tidak peduli dengannya.

Aku akhirnya memilih untuk pergi ke balkon ruangan singgasana, tempat beberapa jari lalu yang ibuku tunjukkan. Tempat yang menjadi favoritku untuk menanti matahari terbenam di ufuk barat.

***

"Bagaimana ini Gain?" Viola terlihat khawatir dengan busur di punggungnya. Ia tengah bersiap sedia jikalau mendapat serangan tiba-tiba.

"Tetap siaga, Vi. Kita harus segera menemukan sekat itu sebelum Mister Green." Viola mengangguk saja walau wajahnya tetap khawatir.

"Ayolah Viola, kau jangan khawatir. Tenanglah!" ucap Gain karena sedari tadi memang sadar dengan kekhawatiran saudarinya itu.

"Bagaimana aku bisa tenang, Gain? Kita sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Kita sedang berada di tebing curam yang kapan saja bisa melahap kita." Viola mengutarakan isi kegundahannya.

"Maka dari itu kau harus fokus! Jangan memikirkan hal lain selain keselamatan dirimu dalam melewati tebing ini." Gain memberi semangat, yang padahal ia sendiri pun tidak tau harus bagaimana selain hanya melewati tebing ini dengan hati-hati.

"Apa kita tidak bisa menggunakan sihir?" tanya Viola hati-hati, takut kakinya terpeleset pada sisi tebing yang licin.

"Tidak bisa, Vi. Jika ada kita menggunakan sihir sekarang, maka penghuni tebing ini akan muncul dan kita harus bertarung untuk melewati mereka," jelas Gain membuat Viola mengangguk paham.

'Semuanya terasa sulit, huh! Lain kali aku tidak akan memberi ide gila kepada Gain.'

"Aku bisa membacanya!" seru Gain yang sudah beberapa meter dari Viola. Viola yang mendengar itu hanya merenggut, saudaranya ini kebiasaan sekali membaca pikirannya seenak jidatnya.

"Sudah, ayo cepat!" Gain menyuruh Viola agar cepat karena ia merasa tidak punya waktu lebih lama lagi. Hari ini harus ia temukan sekat itu. Apapun yang terjadi. Karena tekadnya saat ini adalah membawa Antonia dan Viola keluar dari dunia gila ini.

***





💎siebzehnten Mai zweitausendeinundzwanzig

Because Of A Reincarnation✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang