Prolog

1.3K 152 3
                                    

stσrʏ вʏ кσsmσstєrвαng

-

"Hei, Antonia!"

Gadis yang merasa namanya dipanggil itu segera menoleh. Mendapati dua orang temannya mendekat. Ralat, dua orang itu adalah anak dari bosnya.

"Ada apa?" tanyanya membuat dua orang itu terkekeh kompak.

"Kami ingin apel merah di hutan pegunungan ini, apa kau bisa mengambilkannya untuk kami?" Pemuda satunya memainkan alisnya dengan senyum lebar terukir di wajah tampannya.

"Yah, Regar, apa sih yang tidak bisa Antonia kita lakukan?" Gadis di samping pemuda itu tersenyum manis, saking manisnya membuat Antonia ingin muntah kali ini juga.

Pemuda itu terkekeh pelan, "Hm kau benar, Limer. Pasti Antonia akan melakukan apapun untuk kita."

Antonia yang mendengar penuturan dua bersaudara itu hanya bisa tersenyum pasrah seraya mengangguk pelan. "Baiklah, di mana pohon apelnya?" tanya Antonia akhirnya.

"Sudah ku katakan 'kan?" Limer menyenggol lengan kakaknya membuat pemuda itu mengerti. Bahwa ia yang akan menunjukkannya.

"Ayo ikuti aku!" ajak Regar kemudian berbalik dengan Antonia mengekorinya. Sementara Limer hanya memandangi kepergian kakaknya dan Antonia.

***

"Hei, kau bilang sudah dekat, tapi sejak tadi tidak sampai-sampai," ujar Antonia mulai kesal karena Regar terus berjalan lurus.

"Hm sebenarnya ... aku sepertinya lupa jalan," akunya membuat Antonia seketika berhenti mengikuti pemuda itu. Merasa Antonia berhenti, Regar segera berbalik. "Kenapa berhenti? Kita kan belum sampai."

"Aku tidak mau mencari pohon apel, aku akan kembali ke rombongan saja." Antonia berbalik meninggalkan Regar yang diam di tempatnya. Dan tanpa Antonia sadari, Regar mengulas senyum yang sulit diartikan pada wajah tampannya itu.

***

Antonia terus berjalan tanpa tau arah, ia melupakan benda paling penting untuk ia bawa. Apalagi jika bukan benda penunjuk arah. Hingga ia sampai di persimpangan, membuat langkah kakinya berhenti.

"Apa ini? Apakah aku salah jalan?" gumamnya sembari merutuki diri karena yakin kali ini ia tersesat.

"Bagaimana ini?" Antonia menggigit bibir bawahnya, kemudian menutup mata dengan tangan terangkat menunjuk jalan di depannya.

"Gang satu gang kelinci, salah satu yang ku benci!" Telunjuknya menunjuk satu persatu tiga jalan di hadapannya itu. Dan berakhirnya kalimat yang ia ucapkan, telunjuknya berhenti pada jalan  lurus di depannya.

***

Hal buruk ternyata berpihak pada Antonia kali ini. Jalan yang ia pilih ternyata adalah perangkap bagi dirinya. Namun, apa yang gadis itu tau tentang hutan ini? Tidak ada. Ia hanya tau bahwa ia harus segera sampai di rombongan perkemahan.

Gadis itu melangkah hati-hati, menghindari beberapa ranting kayu berduri yang berserakan.

Bagaimana pun ia berhati-hati dalam melangkah, ia tetap menginjak beberapa ranting kayu itu dan menimbulkan suara nyaring.

Bersamaan dengan itu, ada suara lain yang sejujurnya tak ingin Antonia dengar. Gadis itu berbalik, mendapati seekor anjing liar yang berlari ke arahnya.

Gadis itu terbelalak sejenak, lantas sadar dan membuatnya berlari kencang tanpa tau arah dan tujuannya berlari.

Guk! Guk!

Suara dari arah belakang membuat langkah kakinya semakin cepat. Tak peduli dengan jalanan yang mulai terasa licin karena ia pikir akan segera keluar dari hutan menyebalkan itu.

***

Gadis itu semakin terpojok, beberapa langkah lagi tamat sudah riyawatnya. Bayangkan saja depan belakang tidak ada untungnya. Keduanya sama-sama berbahaya.

Di depannya adalah anjing liar yang terlihat kelaparan, saking laparnya mungkin akan melahap daging beserta tulang-tulang Antonia kali ini juga. Sementara di belakang adalah jurang yang terlihat sangat dalam dan gelap dari atas sini.

"Apa yang harus ku lakukan?" risaunya seraya mundur perlahan karena anjing di depannya melangkah mendekat.

Semakin ia mundur, semakin rapat ia dengan ujung jurang itu. Sampai anjing liar itu melompat hampir menerkamnya jika tidak sebuah anak panah melesat mengenai tubuh anjing itu.

Antonia yang kaget sekaligus refleks termundur akhirnya jatuh ke dalam jurang dengan suara berdebum menyertainya.

Brukh!

Tubuh Antonia telah sampai di atas tanah dingin itu. Gadis itu merasa tidak akan hidup lebih lama lagi karena merasakan nyeri di sekujur tubuhnya, serta napasnya yang tidak teratur.

"A-aku t-tidak ingin ma-mati." Antonia menutup matanya perlahan setelah mengucapkan kalimatnya.

Sedangkan di atas sana, seorang pria menatap Antonia dengan tatapan yang sulit diartikan.

***




A/n:

Wohooooo akhirnya up😭

Jangan lupa tinggalkan jejak gais^^

Salam hehew😉

💎Einundzwanzigsten März zweitausendeinundzwanzig

Because Of A Reincarnation✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang