vierundzwanzig

46 13 1
                                    

stσrʏ вʏ кσsmσstєrвαng

-

Kini Camelia dan Nedvan sudah  berada di kaki pegunungan Doorway. Keduanya harus melewati tebing panjang ini untuk sampai di puncaknya.

Baru Camelia akan menginjakkan kaki di mulut tebing, Nedvan mencegahnya. "Ada apa?"

"Sebaiknya kita lewat hutan, aku punya firasat buruk jika melewati tebing panjang ini." Camelia mengangguk saja, menuruti Nedvan yang kini memberi kode agar memasuki hutan.

Keduanya pun mulai berjalan memasuki area hutan pegunungan Doorway.





"Nedvan, kau tau di pegunungan ini ada ular kepala tiga?" tanya Camelia setelah masuk dalam ke hutan.

"Benarkah?" Nedvan balik bertanya.

"Aku kira kau tau, huh! Sekarang bagaimana?" Nedvan mengangkat bahu sebagai respon.

"Kita kembali saja. Aku tau senjata untuk menghadapi ular itu, tapi sekarang aku belum menemukannya." Camelia memberi usul membuat Nedvan mengernyit.

"Bunga amaryllis adalah senjatanya," lanjut Camelia memberitahu.

Nedvan kali ini mengangguk, "Aku sepertinya tau di mana bunga itu tumbuh."

"Sungguh?" tanya Camelia tak percaya.

"Iya, sungguh. Aku melihatnya di koper Miss Hana ketika aku diam-diam mengikutinya," jawab Nedvan dan Camelia menganga tak percaya.

"Hei, tutup mulutmu sebelum aku yang tutupkan," tegur Nedvan membuat Camelia segera mengatupkan bibirnya.

"Ayo kita ke sekolah!" seru Nedvan dibalas anggukan oleh Camelia.

Keduanya pun bergandengan, segera Nedvan merapal mantra untuk berteleportasi menuju ke sekolah mereka. Setelah mengucap mantra, keduanya menghilang dari hutan pegunungan Doorway.

***

Suasana sepi menyambut keduanya ketika sampai di Alston Academy. Mereka berjalan pelan, sembari waspada. Tangan mereka masih bergandengan.

"Hei, Ned," panggil Camelia.

"Apa?" sahut Nedvan pelan, hampir berbisik.

"Apa kau sakit?" tanya Camelia membuat Nedvan mengernyit.

"Ak-aku tidak sakit, s-siapa yang sakit?" elaknya membuat Camelia memajukan wajahnya ke depan wajah Nedvan. Membuat Nedvan semakin gugup.

"Benarkah? Tapi tangan kau dingin." Camelia tak percaya, membuat ia inisiatif menaruh telapak tangannya pada dahi Nedvan.

"Tidak panas, tapi kok tanganmu dingin ya" kata Camelia sembari berpikir.

"Ahaha tidak mungkin aku sakit, Cam. Aku kan penyihir, jadi──"

"Ya! Kau pasti sakit. Ayo biar aku sembuhkan dengan sihirku," potong Camelia membuat Nedvan meneguk ludah dengan susah payah.

'Tidak taukah jika dia yang membuatku seperti ini?'

"Hei! Ayo sini tanganmu!" suruh Camelia dibalas gelengan oleh Nedvan.

"Kenapa heh?! Kau harus diobati!" serunya seraya berniat menarik tangan Nedvan. Tapi sang empunya berusaha menghindari tangan Camelia yang terus saja berusaha meraih tangannya.

"Tidak Cam, aku tidak sakit. Lihatlah, aku baik-baik saja!" elaknya seraya terus menghindari Camelia yang kini mengejarnya.

"Aduh kau jika ingin mengajakku bermain jangan di sini, Cam. Ingatlah kita sedang apa di sini!" ujar Nedvan mencoba mengingatkan.

"Ya ya aku tau, tapi aku obati dulu karena kau sakit," sahut Camelia tidak mau kalah.

'Ya ampun, bisa-bisanya aku suka pada orang ini!' kata Nedvan dalam hati seraya terus berlari panik.

"Ayolah!" seru Camelia sambil mempercepat larinya.

Di saat keduanya asik berlarian, mereka tak menyadari ada seseorang datang dari arah berlawanan.

"Ehem!"

Deheman itu cukup keras untuk membuat dua sejoli itu berhenti berlari. Lalu bersamaan menoleh ke arah sumber suara.

"Idalina?" kata keduanya kompak.

"Bukan hanya aku, tapi ..." Idalina menggantung kalimatnya.

"Aku," sahut suara dari belakang Idalina.

"Fane?" Kali ini hanya Camelia yang bersuara.

"Iya Cam, kita bertemu lagi." Camelia mengernyit sejenak, "Hem, apa yang kalian lakukan di sini?" tanyanya to the point.

"Kami ada tugas yang harus dilakukan." Idalina yang menjawab.

"Tugas apa?" tanya Nedvan akhirnya bersuara.

"Rahasia." Fane dan Idalina menjawab kompak.

"Baiklah, kami pamit. Karena kami juga sedang menjalankan misi rahasia," ucap Nedvan seraya menarik Camelia untuk segera menjauh pergi dari hadapan Fane dan Idalina.

"Hei!" Camelia berontak ingin dilepaskan, tapi Nedvan sudah lebih dulu merapal mantra teleportasi. Membuat keduanya hilang dari pandangan Fane dan Idalina.

"Fane, mereka juga punya misi?" tanya Idalina yang masih menatap lurus ke depan ke tempat menghilangnya dua sejoli tadi.

"Aku tidak tau. Tapi aku bisa lihat jika Nedvan serius mengatakannya," jawab Fane dibalas gumaman oleh Idalina.

"Kenapa?" tanya Fane.

"Tidak, aku hanya merasa khawatir."

"Sekarang kita harus bergegas, karena kita tidak tau apa misi mereka," ujar Fane membuat Idalina mengangguk mengiyakan.

"Ayo!" Keduanya pun segera menghilang dari tempat itu dengan teknik teleportasi masing-masing.

***








💎siebzehnten Mai zweitausendeinundzwanzig

Because Of A Reincarnation✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang