zehn

161 26 0
                                    

stσrʏ вʏ кσsmσstєrвαng







-

Beberapa lama menunggu makanan siap, akhirnya seorang pelayan memanggil kami untuk segera ke ruang makan. Ibuku mengangguk, lantas berdiri diikuti aku dan Nedvan. Sementara arwah Camelia pastinya tetap mengambang, ia tidak duduk seperti kami kali ini. Karena posisinya beberapa meter dari kami, di sana ia tengah memeriksa bunga peliharaannya.

Ia kali ini mengabaikan aku yang sudah mengekori ibuku dan Nedvan di depan. Aku awalnya ingin mengajaknya masuk ke dalam, tapi takut mengganggu arwah itu yang sibuk dengan bunganya. Jadilah aku masuk sendirian tanpa dia.





Sesampainya di ruang makan, aku terbelalak melihat betapa banyaknya masakan yang tertata di atas meja. Jujur saja, aku masih belum terbiasa dengan meja panjang ini. Aku merasa ini terlalu berlebihan dan ... ah mewah sekali!

Jika ini di duniaku sebelumnya, mungkin ibuku menyarankan berbagi dengan anak-anak panti. Sungguh mulia ibuku di dunia itu hmmm.

"Camelia, ayo duduk!" Aku mengangguk sembari menarik salah satu kursi kemudian mendudukinya. Berbeda dengan Nedvan yang sudah duduk tanpa disuruh.

"Kau mau yang mana?" tanya ibuku membuat aku menunjuk ayam panggang yang berada di depannya. Ibuku menyuruh pelayan memotong ayam tersebut, kemudian memberikannya kepadaku.

Aku yang disodori langsung meraihnya, tanpa berpikir panjang mulai menyantap hidangan yang ada selain ayam panggang ini.

Begitupun dengan ibuku dan Nedvan, keduanya sudah mulai bergelut dengan piring masing-masing.

Para pelayan yang tadi melayani kami, kini sudah kembali ke dapur. Membiarkan kami makan dengan tenang tanpa ingin mengganggu.

***

Usai makan-makan tadi, kini aku menemani ibuku menanti senja yang sebentar lagi menampakkan diri di ufuk barat. Kali ini Nedvan tidak ikut, ia asik dengan kue-kue kering yang dihidangkan di meja panjang tadi. Sekarang entah ke mana dia, yang pasti aku tidak tau.

"Ibu, apa Ibu selalu berada di sini jika senja tiba?" tanyaku tanpa menoleh ke arah ibuku karena kami sedang menikmati pemandangan dari atas balkon ini.

Begitu indah, sampai-sampai aku merasa ini adalah mimpi. Di duniaku sebelumnya, untuk naik ke atas rooftop pun harus mengendap-endap. Karena tak mungkin majikanku memberikan akses sebebas itu di rumahnya.

Ha ... baiklah, lupakan masa lampau. Mari kita nikmati masa kini!

"Cam? Kau baik-baik saja?"

"Eh?"

"Kau senyum-senyum sendiri membuat Ibumu ini merasa kau agak aneh," jujur ibuku membuat aku menyengir saja.

"Ah tidak Ibu, aku baik-baik saja. Aku hanya merasa senang melihat pemandangan dari atas sini. Ini pertama kalinya aku naik ke balkon ini," jelasku membuat ibuku mengangguk-angguk.

"Oh iya, Ibu lupa jika kau setiap hari hanya sibuk di perpustakaan. Jarang sekali menemani Ibumu ini mengobrol beberapa menit saja," ucapnya diikuti sudut bibir yang tertarik ke atas.

"Maaf, Ibu. Aku tidak bermaksud," kataku merasa bersalah, padahal aslinya itu bukan aku selama ini yang sibuk di perpustakaan, hm.

Pasti Camelia dulu selalu sibuk mengurus isi otaknya hingga penuh. Berbeda denganku yang memang dari sananya hanya memiliki otak seperempat pintar. Ya ya, miris sekali, hiks.

"Oh iya Cam, bagaimana sekolahmu?" Aduh ibu, aku sebenarnya sedang menghindari topik yang ini.

"Tidak baik?" tanya ibuku lagi.

"Eh? Tidak Ibu. Baik-baik saja, tapi aku belum kenal semuanya. Maksudku aku masih sering tersesat karena jalannya terlalu banyak lorong dan simpangan."

"Ibu kira kau tidak nyaman. Jika tidak nyaman, Ibu berniat memindahkanmu ke sekolah di luar kerajaan Alston. Tentunya harus dapat persetujuan dari ayahmu," ujar ibuku itu yang menoleh sepenuhnya menghadapku.

"Tidak perlu Ibu, aku sudah merasa senang di sekolah ini. Dan ya, akan sangat sulit mendapat persetujuan dari ayah mengenai pindah sekolah. Aku juga tidak mau pindah," akuku dengan wajah merenggut.

Hei! Ya kali aku mau pindah? Di sekolah yang ini saja sudah aneh, bagaimana dengan sekolah lainnya? Aku bertahan di sekolah ini pun karena aku sudah punya teman, salah satunya sepupuku. Dan jika aku pindah, bagaimana nasibku? Di sana tidak ada sepupuku, nanti yang ada aku jadi murid yang selalu diam di pojokan hiks.

"Ibu, aku teringat sesuatu." Ibuku mengernyit, menunggu aku melanjutkan.

"Tadi kata Ibu, Ibu ingin menceritakan banyak hal kepadaku. Apakah yang akan Ibu ceritakan?"

"Ah iya Ibu sampai lupa. Baiklah, ayo duduk dulu! Ibu akan kembali sebentar lagi, ada yang ingin Ibu tunjukkan." Aku mengangguk, mengiyakan. Kemudian menuruti sarannya untuk duduk di kursi empuk yang menempel pada dinding balkon.

***










💎sechsten Mai zweitausendeinundzwanzig

Because Of A Reincarnation✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang