zwei

837 89 2
                                    

stσrʏ вʏ кσsmσstєrвαng




-

"Tuan Putri, ayo bangun!"

Aku mengusap mataku karena mendengar sebuah suara. Aku yakin itu suara Sirli. Kenapa sih dia rajin sekali berkunjung ke kamarku?

"Tuan Putri, waktunya ke sekolah khusus bangsawan," ucapnya lagi membuat aku menegak dan segera turun dari ranjang.

Tanpa membalas ucapan Sirli, aku masuk ke kamar mandi yang luasnya sepertiga kamarku.

"Aku lupa, Sirli. Di mana airnya?" tanyaku membuat Sirli terkekeh pelan.

"Air sudah saya siapkan, tuan Putri. Mari!" ajaknya menuju salah satu bak pemandian air hangat yang membuat kedua netraku takjub menatapnya.

"Perlu saya mandikan, tuan Putri?" Aku menggeleng, mengusir pelan Sirli dengan gerakan dagu. Sirli ternyata mengerti, ia membungkuk lalu berlalu pergi dari hadapanku.

Tanpa berlama lagi, aku segera mandi dan bersiap.

***

"Tuan Putri, Yang Mulia Raja menunggu anda di ruang singgasana." Lagi, ini suara Sirli. Suka sekali orang itu mengingatkan. Aku tidak lupa tau, huh!

"Sirli! Bantu aku memakai ini!" Aku baru sadar bahwa belum mengenakan crinoline yang fungsinya untuk membuat gaunku melebar.

Sirli mendekat, segera memasangkan crinoline itu pada pinggangku. Ah ini sungguh berat!

"Apa sebaiknya tuan Putri tidak mengenakannya?" tanyanya membuat aku hanya menggeleng sambil memperbaiki letak crinoline itu pada pinggangku.

"Sudah siap! Temani aku ke singgasana Ayahanda." Sirli mengangguk, lantas seakan mununtunku menuju ruang singgasana kerajaan ini.

Oh iya, nama kerajaan ini adalah kerajaan Alston. Jujur saja, aku tidak tau kerajaan ini secara aku baru berada semalam pada tubuh baru ini.

Hmmm aku jadi memikirkan nasib kedua anak bosku itu. Mereka kan selalu bergantung apapun padaku, menyuruhku melakukan ini itu. Mereka apa kabar ya? Eh kenapa aku harus memikirkan mereka? Merekalah yang membuatku tersesat di hutan dan masuk ke tubuh ini huh!

"Tuan Putri, sudah sampai!"

"Kau boleh pergi," ucapku sebelum masuk ke pintu yang sudah dibuka oleh prajurit yang berjaga. Sirli mengangguk, pamit undur diri seperti biasa.

Aku segera masuk, menemui raja Aloysius, ayahku di dunia ini.

***

Setelah beberapa lama di atas kereta bersama ayahku. Aku akhirnya bisa bernapas lega karena kami sudah sampai di tujuan.

"Ayah, apakah ini sekolah itu?" Ayahku hanya bergumam, kembali menoleh pada kusir kereta kuda agar menunggu sebentar.

Aku tak memperhatikan lebih lanjut, memilih menyapu pandangan ke sekitar halaman sekolah. Sangat luas untuk tempat upacara di duniaku.

Sebentar, apakah di dunia ini ada upacara? Yang benar saja. Dengan gaun yang tidak aman untuk berdiri lebih lama ini? Woah! Aku pikir akan sering bolos jika begitu, heheh ....

"Maaf putriku, aku tidak bisa mengantarmu sampai kelas. Dia datang mengirimiku pesan," ujar ayahku sembari menunjukkan seorang pemuda lengkap dengan pakaian prajuritnya sedang berdiri tak jauh dari kereta kuda.

Aku melirik sejenak ke arah pemuda itu. "Baiklah, Ayah. Aku tidak apa-apa," ucapku sambil menatap wajah pria di hadapanku ini. Dia tersenyum setelah mendengar ucapanku.

"Kau baik sekali putriku. Baiklah, jaga dirimu dan jangan nakal!" ujarnya sebelum pamit menaiki kereta kuda.

Dia melongokkan kepalanya, sembari melambai ke arahku dan akupun membalasnya sambil mengukir senyum di wajah baru ini.

Setelah kereta kuda yang ayahku kendarai hilang di balik gerbang besar, aku melanjutkan langkah menaiki tangga menuju pintu masuk ke dalam bangunan sekolah.

Aku melihat sekeliling koridor, sepi. Bahkan lampu di setiap koridor ini dibiarkan menyala, beradu dengan cahaya matahari yang menyusup dari celah bangunan ini. Dan apakah ini sungguhan sekolah khusus bangsawan? Kenapa tidak ada prajurit atau sejenisnya yang berjaga di sini?

Aku menoleh ke arah pintu utama sekali lagi, memastikan atau lebih tepatnya berharap ada seseorang terlihat untuk ku tanyai. Tapi sepertinya tidak ada. Hm baiklah, aku akan mencari sendiri di mana kelasku.

Entah berapa jam aku berjalan melewati koridor yang sepi ini membuat aku bosan. Rasanya ingin pulang saja, huhuhu ....

"Hei!"

"AYAM AYAM" Aku termundur begitu saja saat melihat seseorang berdiri beberapa meter di depanku.

"Haha kau lucu sekali," ujarnya membuat aku menatapnya sinis. Siapa sih orang ini? Menyebalkan!

"Hei, mengapa menatapku seperti itu?" tanyanya dan aku memilih berjalan melewatinya tanpa sepatah kata.

"Camelia, aku bicara padamu loh!" serunya membuat aku menghentikan langkah. Membalikkan tubuhku, kembali berhadapan dengannya.

"Kau siapa?"

Dia terkekeh,"Aku adalah pemuda paling tampan dan kuat di sekolah ini. Dan kau harus percaya itu!" ucapnya membuat aku merotasi bola mata, malas.

"Sayangnya aku tidak ingin mempercayainya." Aku kembali berbalik dan melanjutkan langkah. Tak peduli dengan pemuda ini yang mengikutiku sambil berbicara entah apa.

"Hei! Kau ribut sekali," kesalku semakin mempercepat langkah, lupa jika crinoline di pinggangku berat.

"Aku ini sepupumu, Cam. Berbicaralah sopan sedikit denganku. Jika seperti ini, aku merasa tersakiti dan itu tidaklah keren," keluhnya tanpa ku pedulikan karena terus melangkah. Hingga ....

"Sebentar ..." Aku menoleh ke sana ke mari, "hei, di mana kelasku?"

Jika tau reaksinya akan menertawakanku, aku memilih tidak bertanya padanya. Sangat menyebalkan!

"Tak usah ke kelas, kita ke taman saja. Lumayan kan beberapa meter kita keluar dari bangunan ini," ujarnya dengan sisa-sisa tawanya sembari menunjuk pintu besar beberapa meter di depan kami.

"Tidak, aku harus masuk kelas karena ini hari pertamaku," tolakku membuat dia mendecak.

"Apa?"

"Semua kelas sedang sepi. Ayolah menurutiku sekali saja tidak akan membuat putri kerajaan Alston ini tersesat ke negeri sihir."

Aku melengos, tapi kemudian melangkah lebih dulu menuju pintu itu. Dia di belakangku terdengar bersorak kecil, kemudian menyusulku keluar dari bangunan utama sekolah ini.

Saat tiba di luar gedung, mataku terbelalak melihat betapa ramainya taman ini. Tidak hanya bunga-bunga menghiasi, ada air mancur di tengah taman dan yang paling membuatku terkejut adalah lautan manusia yang sedang duduk di kursi-kursi berwarna perak dan emas.

Pemuda melangkah lebih dulu, menuju sebuah meja dengan tiga kursi perak mengelilingi. Aku hanya mengekori, karena tak tau harus apa di dalam kumpulan orang-orang berpakaian mewah ini.

Sejenak aku berpikir sambil terus melangkah. Apa ini sebuah penyambutan murid baru?

Hei! Di sini yang murid baru hanya aku! Jadi aku pastikan bukan acara pemyambutan, hm.

***





A/n:

Holaaaa apa kabar?

Semoga puasanya lancar ya~

Jangan lupa vote dan comment ya man teman😊

Salam hehew😉

💎sechsten Mai zweitausendeinundzwanzig

Because Of A Reincarnation✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang