vierzehn

111 16 2
                                    

stσrʏ вʏ кσsmσstєrвαng




-

Camelia terus melangkah menyusuri koridor yang sepi. Dengan tujuan ke ruangan Miss Hana sambil menenteng tas dengan pemilik nama Antonia itu.

"Semoga saja Miss Hana ada di ruangannya." Camelia menghela napas, kemudian berbelok untuk sampai di koridor sempit yang hanya dapat dilewati satu orang.

Camelia berjalan tergesa melewati koridor sempit tersebut, kemudian di ujungnya terdapat pintu ruangan bercorak bunga matahari berpadu dengan beberapa bunga lainnya mengelilingi.

Camelia segera membuka pintu tersebut tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Sebenarnya Camelia merasa tidak enak, tapi Miss Hana sudah mengizinkan ia masuk ke ruangannya kapanpun Camelia mau. Jadi tak ada salahkan jika berkunjung sesuka hati ke ruangan ini? Ya, pasti tidak masalah.

Akhirnya Camelia memilih segera masuk, dan mendapati Miss Hana sedang duduk di kursinya.

"Hai, Cam!" sapa Miss Hana.

"Hai juga, Miss." Camelia mendekat ke arah Miss Hana, ia segera duduk di hadapan wanita bertudung itu.

"Apa yang membawamu kemari Cam?" tanyanya seraya menatap heran Camelia yang sibuk dengan tas di tangannya.

Camelia yang mendengar pertanyaan Miss Hana jadi menggigit bibir bawahnya. Bimbang sendiri antara ingin memberitahu yang sebenarnya atau tidak.

'Bilang, tidak, bilang, tidak ...' Camelia berhitung dalam hati, masih menimang-nimang.

"Apa yang kau bawa?" tanya Miss Hana lagi karena merasa pertanyaannya tak kunjung dijawab.

"Ini tas seseorang, Miss."

"Apa kau mau menceritakannya kepadaku?"

Camelia terkejut karena kalimat Miss Hana. Padahal ia belum berkata apapun, tapi ... ah sudahlah.

"Tidak berniat menceritakannya, hm?" Miss Hana masih menunggu Camelia membuka suara.

Camelia mengangguk, sembari tersenyum dengan tangannya menaruh tas itu di atas meja Miss Hana.

"Miss pasti sudah tau," ujar Camelia yakin.

"Apa yang aku tau?" heran Miss Hana karena tak menyangka Camelia menjawab seperti itu.

"Anda penyihir, Miss. Aku yakin anda pasti tau sesuatu. Tentang tas ini misalnya," ujarnya lagi tanpa melunturkan senyum di wajahnya.

Miss Hana akhirnya ikut tersenyum, gadis di depannya ini sangat cerdas. 'Apa sihir yang dimiliki gadis ini?'

"Antonia."

"Itu namaku, Miss. Aku bukan Camelia," sahut Camelia yang dibalas anggukan oleh Miss Hana.

"Aku tau itu. Dari awal aku sudah menduganya karena melihat gelagatmu yang berbeda dari murid-murid yang lain," jelas Miss Hana.

"Apa ini reinkarnasi?" tanya Camelia setelah berpikir sejenak.

"Tidak, Cam. Di duniamu, kau belum mati." Miss Hana menggeleng membuat Camelia mengernyit.

"Lantas kenapa aku masuk ke dalam tubuh Camelia?" tanyanya lagi.

"Ada dua kemungkinan. Pertama,  ada yang sengaja mengaturnya. Dan kedua, ada penyihir yang ceroboh membiarkan sekat antar dimensi bercelah. Menurutmu kemungkinan yang mana paling benar?" Camelia diam, sembari berpikir.

"Keduanya sama-sama memiliki resiko. Jadi, walau tidak terlalu merugikan, tapi tetap saja keduanya berbahaya. Dan ... andai saja jika yang benar adalah opsi pertama, maka dia merupakan penyihir yang hebat." Camelia ternganga kecil, tak tau harus berkata apa sekarang.

"Levelku dengannya jelas berbeda jauh. Karena sampai saat ini aku belum tau teknik sihir seperti ini. Ini salah satu teknik yang langka dan paling sulit untuk dipelajari."

"Tapi Miss, jika yang benar opsi kedua, apakah apakah aku benar-benar bisa kembali ke duniaku?" tanya Camelia yang merasa tidak peduli dengan apapun itu. Karena tujuannya hanya ingin kembali ke dunia aslinya.

"Aku akan berbicara pada Green. Dia memiliki keluarga yang menjaga sekat antar dimensi, jadi kemungkinan dia tau." Camelia kali ini mengangguk, memilih menyerahkannya pada Miss Hana dan Mister Green.

"Baiklah Miss, aku izin pamit. Aku harus pulang tepat waktu kali ini," ucapnya sembari berdiri dari duduknya dan dibalas anggukan oleh Miss Hana.

Camelia mengangguk sekali lagi, lantas berbalik dan melenggang pergi meninggalkan Miss Hana yang duduk takzim di kursinya.

"Sejujurnya aku merasa bersalah,  Nak. Kau membiarkan urusan ini jatuh ke tanganku," ucap Miss Hana dengan senyum yang sulit diartikan.

***

Gain yang masih dalam kekangan emosi menyeret saudarinya keluar dari kelas. Beberapa kali Viola minta dilepaskan, tapi Gain pura-pura tidak mendengarnya. Membuat gadis itu meringis karena merasakan pergelangan tangannya yang memerah.

"Mengapa kau ini?!" bentak Viola setelah Gain melepaskan cekalannya.

"Kau tau apa yang terjadi ha?!" Gain berteriak kalap. "Kita sudah membuat banyak kesalahan karena masuk ke dunia ini, kau tau itu!"

Viola yang tak tau apapun jadi mengernyit, pasalnya jika saudaranya ini marah berarti sudah terjadi hal yang tak diinginkan.

"Apa yang terjadi? Ceritakan padaku!" Gain menatap Viola kesal, tidak adakah inisiatifnya untuk menerawang kejadian beberapa menit lalu?

"Apa? Kau menatapku seolah aku yang salah di sini."

"Bodoh!"

"Hei jelaskan! Jangan hanya mengumpat tak jelas!" Viola semakin bingung karena Gain yang kesal tak jelas.

"Apa tujuan pertama kita membawa Antonia ke dunia ini?" tanya Gain akhirnya merendahkan suaranya.

"Hanya untuk menyatukanmu, apalagi?" Viola mengedikkan bahu.

"Kita salah besar, Vi. Harusnya kita tidak perlu jauh-jauh ke dunia ini."

"Maksudmu apa? Kau menyalahkanku karena ini ideku? Begitu?" tanya Viola beruntun, untung nada suaranya masih sama seperti sebelumnya. Tidak berbisik, tidak juga teriak.

"Tidak, Vi. Aku tidak menyalahkanmu, tapi kita harus segera menyelesaikannya."

"Makanya apa woi apa?!" kesal Viola karena Gain yang berbelit-belit.

"Fane, musuh Gain yang sebenarnya telah muncul. Dan kau tau? Antonia lebih care dengannya. Sedangkan aku sendiri? Diabaikan mentah-mentah olehnya." Gain mengacak rambut frustasi, tak tau harus apa sekarang selain mengambil jalan pintas.

"Tenanglah! Jangan gegabah." Viola segera meraih tangan saudaranya itu. Menggenggamnya sembari merapal mantra. Tak lama kemudian, muncul cahaya kuning dari tangan Viola, menyelimuti genggamannya pada tangan Gain.

"Sudah. Kau tenang," ucapnya sembari menarik kembali tangannya.

Gain mengangguk, "Terima kasih atas bantuannya."

"Tidak masalah, aku beruntung memiliki sihir penenang ini. Ternyata berguna untukmu," ucap Viola sambil tersenyum tenang.

"Jadi, apa yang akan kita lakukan? Dan ya, kau harus menjelaskan semuanya."

Gain menyetujuinya, "Tidak di sini." ujarnya membuat Viola mengernyit.

"Kita ke istana."

"Hm baiklah," sahut Viola yang tak lama kemudian segera mengekori Gain pergi.

***





A/n:

Selamat menjelang lebaran wan kawan~

Mohon maaf lahir batiiiin🙏

💎zwölften Mai zweitausendeinundzwanzig

Because Of A Reincarnation✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang