sechsundzwanzig

48 14 0
                                    

stσrʏ вʏ кσsmσstєrвαng

-

"Gain bagaimana ini?" tanya Viola dengan wajah yang sudah pucat. Gadis itu tetap berdiri di belakang Gain walau kondisinya jauh dari kata baik-baik saja. Sambil siaga dengan busur panah yang kini berada di tangannya.

"Kita bersiap untuk menyerang." Viola yang mengerti, mulai melemparkan anak panahnya ke arah ular raksasa berkepala tiga itu.

"Tidak mempan Gain!" teriak Viola menjeda aksi memanahnya.

Gain yang tau itu segera mengeluarkan pedangnya dari sarung pusaka yang ada di pinggangnya. Kemudian berlari ke depan ular raksasa berkepala tiga itu.

Srak!

Suara pedang itu beradu dengan kulit ular. Gain yang melihat kulit itu mengelupas, kembali menggores pedangnya pada kulit ular itu.

Viola yang hanya memperhatikan jadi takjub. Namun tidak berlangsung lama, kulit-kulit yang mengelupas itu kembali seperti sedia kala. Seperti tidak pernah terjadi sesuatu pada kulit ular tersebut.

"Hah?" Viola kembali khawatir dengan wajah semakin pucat. Apa ini efek lapar? Hah lupakan soal lapar, nyawanya dan Gain sekarang menjadi taruhan ular raksasa itu.

"Gain!" teriak Viola melihat kini Gain terhempas mundur karena ekor ular tersebut penyebabnya.

"Kita mundur, Vi!" seru Gain seraya bangkit hendak berlari ke arah Viola, namun lagi-lagi ekor ular itu menghantamnya dan membuatnya terpental dua meter ke belakang.

Viola yang melihat itu berseru tertahan. Ia tak tau harus melakukan apa selain melesatkan anak panahnya pada ular raksasa itu.

Gain masih tengkurap, ia menahan sakit yang mulai merambat di sekujur tubuhnya. Dengan darah segar mengalir di sudut bibirnya.

"Gain! Bangun!" teriak Viola kembali menyerang ular di depannya.

Sebelum Gain benar-benar berdiri, ular itu lebih dulu menggerakkan ekornya dan menghempaskan Gain ke belakang lagi. Tidak hanya satu kali, tapi dua kali.

Ular itu seperti tak membiarkan Gain untuk berdiri. Ular itu bersiap kembali menghantamkan ekornya lagi sebelum akhirnya seseorang menahannya.

Viola yang menutup mata tak sanggup melihatnya, kini membuka mata perlahan. Betapa terkejutnya ia melihat siapa yang datang tiba-tiba dan menahan ular tersebut.

"CAMELIA!" teriak Nedvan yang tengah berdiri tak jauh dari pertempuran itu. Sedari tadi mereka memang berada di sana, memperhatikan dua saudara itu bertahan melawan ular raksasa ganas itu.

Gain menghela napas, merasa lelah dihantam berkali-kali. Mendengar tadi nama Camelia disebut, ia segera mendongak. Melihat Camelia di depannya sedang menahan ekor ular itu dengan sihirnya.

GGRRR SSSTT!

Ular itu berseru marah karena adanya Camelia yang mengganggu kesenangannya. Membuat ular itu menarik kembali ekornya, dan kali ini bersiap menghantam Camelia yang berada tepat di depannya.

Mengetahui apa yang akan dilakukan ular itu, Camelia segera berlari meraih Gain dan merapal mantra, melakukan teleportasi ke samping tiga teman lainnya.

"Aku tidak tau kau memiliki teknik teleportasi," celetuk Nedvan membuat Fane dan Idalina hanya melirik sekilas.

"Bantu aku untuk mengalahkan ular itu!" seru Camelia tak menanggapi celetukan Nedvan.

Fane dan Idalina mengangguk. Lantas berteleportasi ke samping Viola yang hampir terduduk.

"Dalin, bawa Viola ke tempat aman." Idalina mengangguk segera berteleportasi lagi kembali ke tempat tadi.

"Ned, kau jaga Gain dan Viola. Aku dan Idalina akan kembali menghadapi ular itu." Sebelum dapat menjawabnya, Camelia dan Idalina sudah berada di area pertempuran.

Nedvan mengembuskan napas kecewa, harusnya ia yang membantu melawan ular itu. Mengapa jadi ia yang berjaga seperti ini?

Fane sudah mulai menyerang ular itu dengan bola api sihirnya. Melemparnya secara bersamaan ke arah ular itu. Sementara Idalina menahan ekor ular itu.

Ular raksasa berkepala tiga itu mengerang, kulitnya terkelupas akibat bola api yang dilempar Fane. Namun sedetik kemudian, ular itu berseru marah dengan kulit yang kembali utuh tanpa bekas luka bakar.

Ketiganya jadi tercengang, tapi kemudian Fane dan Idalina kembali melakukan aksi menyerang mereka.

Camelia baru akan menyerang, tapi teringat akan bunga amaryllis itu. Itu senjata ampuh untuk membuat ular raksasa lumpuh seketika. Namun ia bingung di mana ia meletakkannya.

"Aih di mana bunga itu?" bingung Camelia seraya memeriksa bajunya.

Nedvan yang memperhatikan dari jauh ikut bingung. "Mengapa Camelia hanya diam?" tanyanya pada Gain dan Viola yang duduk beristirahat.

"Aku merasa ada sesuatu yang dia cari." Gain yang menjawab.

"Hm kau benar, Gain," sahut Viola ikut memperhatikan.

"Ned, sebaiknya kamu menolong Camelia. Aku mendapat firasat buruk," ucap Gain membuat Nedvan melebarkan mata, namun segera berteleportasi ke tempat Camelia berada.

***




💎siebzehnten Mai zweitausendeinundzwanzig

Because Of A Reincarnation✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang