Bergetar🐰

1.5K 167 11
                                    

Gue rasa, kalian lebih tahu caranya menghargai sebuah karya
😝

HAPPY
READING
🐰

KEBO.

Alana menendang kaki Keano berkali-kali. Namun cowok yang sudah resmi menjadi suaminya beberapa hari yang lalu itu tak kunjung bangun.

Mereka berdua masih di rumah orang tua Keano, Saras yang meminta untuk menginap. Jadilah dua sejoli itu meliburkan diri, tidak sekolah. Padahal baru saja mulai masuk.

Untung mereka anak yang punya sekolah. The power of orang kaya emang beda.

Tak menyerah. Alana berjalan ke kamar mandi, mengambil segayung penuh air lalu menyiramkannya langsung pada Keano. Membuat cowok itu panik hingga terjatuh ke lantai.

"Ssshh... Lagi-lagi apes gue." ringis Keano mengelus kepala pantatnya yang lagi-lagi katanya sekseh itu.

"Bangunin baik-baik bisa?" ketus cowok itu pada Alana yang hanya berdiri dan menatapnya. Wanita itu seperti tidak ada niat untuk membantu.

"Salah?" tanya Alana.

"Salahlah!"

"Siapa?"

"Gue," (😒)

Malas berdebat. Keano memilih mengalah. Lagi pula mana pernah ia memenangkan perdebatan kalau lawannya itu Alana. Ucapan wanita itu selalu berhasil membuatnya mati kutu.

Apalagi wanita itu nampaknya sedang tidak dalam mood yang bagus. Bisa-bisa Keano dijadikan samsak dadakan. Huh... Seram.

Keano berdiri, lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Walaupun mandi ga bisa ngebersihin dosa Keano yang tak terhitung jumlahnya, ya seenggaknya bersihin iler sama belek lah. Biar tetep cakep.

"Makan," Alana meletakkan sepiring nasi goreng di meja setelah Keano menghampirinya ke dapur.

Tampang Keano terlihat lebih segar untuk di pandang sekarang.

"Telor ceploknya mana?"

"Ga ada."

"Lho? Ke..."

"Makan. Jangan banyak tanya!" potong Alana cepat. Membuat Keano sedikit tersentak dan segera memakan sarapannya.

Bini gue lebih seram dari mama ternyata, tapi cantik. Sial, ga bisa marah kan kalo gini.


🐰🐰🐰

"No!"

Keano yang baru saja ingin menaiki tangga menoleh. Melihat Juan yang baru saja memanggil namanya.

"Apaan?"

"Sini, gue mau speak-speak bentar,"

Tak ingin jadi adik durhaka, Keano mengangguk. Menghampiri Abang rasa musuhnya itu. Lalu dengan kurang ajarnya menghempaskan bokongnya ke sofa, membuat tubuh Juan sedikit terlonjak.

"Buset, badan segede gaban maen hempas aja lo. Kalo sofanya rusak gimana? Siap di coret dari KK?"

Keano menyumpal mulut Juan dengan tisu, "Udah, jangan banyak bertele-tele. Ada what?"

"Ga sopan. Gue mau bicarain soal bini lo,"

Keano langsung dalam mode siaga, "Mau ngerebut bini gue lo? Wah gila. Hadepin gue dulu ngab," ucapnya sambil menirukan gaya Jacky Chan.

"Enggak elah, becanda doang kemaren. Lagian gue udah punya cewek kali. Udahlah bule, cakep, tinggi, putih, semok pula. Behh... Mantep dah,"

"Ga iri gue. Lo baru pacar, gue udah istri. Mantepan mana hm?"

Telak.

Juan tak bisa berkutik. Perkataan Keano barusan menancap langsung menembus jantungnya. Lebay memang, tapi kalau di umpamakan seperti itu kira-kira.

"Diem kan lo," Keano tertawa.

"Ck, diem lo. Serius nih, soal bini lo,"

"Bini gue kenapa? Cakep? Emang. Lakinya aja begini,"

"Serius jingan. Umur bini lo berapa?"

"Satu doang, ga serakah dia mah,"

"Mau gue tabok?" Juan mengepalkan tangannya dan di arahkan tepat ke wajah Keano. Membuat adiknya itu mundur beberapa centi.

Keano menopang dagu, "Kalau gue ga salah berarti bener, 17 taon. Eh, tapi kayaknya belom dah. Atau... Udah ya? Gatau ah, lupa." ucapnya. Membuat Juan naik darah.

Menghela nafas, "Sabar Ju, ngadepin badut Ancol emang kudu sabar."

"Gini, kita anggep aja umur bini lo--"

"Alana, nama bini gue Alana," potong Keano.

"Iya-iya, kita anggep aja umur Alana udah 17 taon. Nah menurut ilmu yang gue pelajari, umur segitu masih terlalu dini buat hamil. Bisa aja sih, tapi resikonya besar. Bisa bahaya buat ibu sama bayinya,"

"Oh terus?" Keano masih terlihat santai. Padahal dalam hatinya dag dig dug ga jelas.

"Gue cuma ngingetin aja. Lebih baik lo tahu di awal daripada panik nantinya. Atau... Saran dokter, lebih baik di gugurin aja,"

Ucapan Juan barusan membuat Keano naik pitam. Cowok itu mencengkram kuat kerah baju Juan, membuat abangnya itu terkejut dan mungkin sedikit panik.

"Bangsat! Jaga omongan lo ya anjing. Jangan mentang-mentang lo abang gue, lo jadi seenaknya nentuin hidup gue."

Juan berusaha tenang dan tidak terpancing. "Bukan itu maksud gue, dengerin dulu."

Dada Keano naik-turun. Emosi masih menguasainya saat ini. Suami dari Alana itu menarik nafas dalam. Berusaha menenangkan dirinya.

"Jelasin. Ck, tangan gue udah gatel pengen nonjok muka lo,"

Juan menghembuskan nafas lega. Aksi adu jotos akhirnya terhindarkan.

"Tadi gue bilang saran dokter, bukan saran gue. Makanya jangan emosi dulu, dengerin baik-baik. Punya telinga tuh di pake, bukan di jadiin pajangan doang,"

"Dokter emang berpengalaman. Tapi dokter juga manusia, bisa salah juga. Nah, saran gue. Lo harus lebih ngejaga bini lo. Jangan sampe dia kecape'an, hindarin dari segala bahaya, pokoknya lo jaga dah,"

"Jaga dia sebisa lo, bahkan walaupun taruhannya nyawa lo sendiri,"

Keano tersenyum. Menepuk dadanya dua kali. "Tenang bang. Tanpa lo bilang pun itu udah pasti gue lakuin. Sejak gue ngucapin ijab qobul, gue udah janji ke diri gue sendiri bakal ngelindungin dia. Bahkan gue siap pertaruhkan nyawa gue demi dia,"

Juan tersenyum bangga. Adik kecilnya kini sudah dewasa. "Bagus, ini baru adik gue." ujarnya memeluk Keano ala pria.

Tanpa mereka ketahui, orang yang sedang mereka bicarakan sudah berdiri di balik pintu dapur dengan air mata dan hati yang bergetar hebat.

Alana, wanita itu menyeka air matanya. Memeluk perutnya seolah takut kehilangan. "Makasih No. Gue juga janji, gue bakal ngejaga anak kita. Walaupun nyawa gue taruhannya,"





-sekian-
😝

KeanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang