03 Luka Lama

638 99 9
                                    

Kamu termenung sembari mencuci piring di wastafel. Semua piring telah kamu cuci persih tapi kamu masih melamun sambil menyabuni piring terakhir begitu lama. Ibumu yang melihat tingkahmu mendekatimu dan memukul kepalamu pelan.

"Mah! Inilah sebabnya anakmu bodoh, masa kepalaku dipukul terus?" rajukmu.

"Heh, justru ibu yang harus bicara begitu, kau kalau tidak dipukul tidak akan sadar! Kau pikir air kita berlimpah sampai kau semena-mena membuangnya?"

Kamu segera membilas busa di piring dan mematikan kran air. "Iyaaa," balasmu.

"Bukannya membantu, kerjaanmu nyusahin aja tiap hari." Ibu berlalu meninggalkanmu dan berjalan ke ruang tengah untuk menonton TV. Kamu baru saja teringat sesuatu kemudian segera menyusul ibumu.

"Mah, Mah, Mah, Mah!!" panggilmu tak sabar.

"Apa hah Apa!" tanya ibumu sedikit emosi. Dia baru saja mengomel barusan, sekarang naik darah lagi, pantasan cepat tua. Eh Serin! Tidak ada akhlak kamu ya!

"Tidak usah sampai melotot juga kali Mah," cemberutmu.

"Kamu mau tanya apa?" ucap ibumu berusaha sabar. Kamu pun tersenyum. "Mah, arti di balik kalimat 'langit akan cerah esok hari' itu artinya apa ya?" tanyamu.

"Berarti dia berharap hari besok tidak ada hujan," jawab ibumu lugas.

"Tidak ada maksud kiasan begitu? Biasanya ada pesan tersembunyinya."

Ibumu menghelan napas, "Itu bisa jadi kalimat konotasi yang artinya makna kiasan. Kita cermati dulu kata awalnya 'langit akan cerah' berarti dia punya keyakinan dan harapan kalau masa depannya akan cerah, tidak ada lagi kesedihan yang dialaminya selama ini, itu bisa dilihat dari pengharapannya, dia mengatakan langit akan cerah esok hari, berarti ada kemungkinan hari sebelumnya selalu mendung atau hujan, itu juga menandakan dia sudah lama berada di kondisi terpuruk tapi punya harapan untuk bangkit." Ibumu dengan singkat menjelaskan makna dari kalimat singkat tersebut, setelah penjelasan ibumu kamu akhirnya melek dan paham dengan maksud kalimat tersebut.

"Kamu kenapa tanya kepada Mamah! Seharusnya kamu sendiri yang mencarinya! Pergi belajar sana!" ibumu tiba-tiba emosi lagi, kamu mencibir dan pergi ke kamarmu. Yah, menggaggu ibu waktu menonton TV adalah hal yang buruk apalagi itu waktu satu-satunya untuk bersantai setelah mengurusi rumah seharian karena dua orang lainnya tidak bisa diharapkan di sini.

Kamu berbaring di ranjangmu dan menatap langit-langit kamar. Langit akan cerah hari esok, hari kelabu apa yang sudah kamu lalui Heeseung? Apakah kau sudah lama terpuruk?

Kamu menatap buku novel yang diletakan begitu saja di atas meja belajar. Kamu bangun dari baringan dan meraih buku itu, membuka halamannya dan mengambil pembatas buku lalu memandanginya. Entah mengapa kamu merasa iba padahal kamu belum tahu pasti apa yang dialami oleh lelaki itu. Memikirkannya saja sudah membuatmu khawatir dan gelisah, kamu ingin sekali membantunya tapi sepertinya kamu tidak bisa melakukan apa-apa untuknya.

Kamu beralih ke jendelamu, di mana kamu dapat melihat langsung kamar sebelah. Pintu dan jendela kembali terbuka seperti hari-hari biasanya dan sayup-sayup terdengar musik klasik yang melankolis. Kamu tiba-tiba berdiri dari kursimu dan berjalan ke balkon dengan langkah cepat. Kamu mencondongkan badanmu keluar dari pagar pembatas dan menengok-nengok ke dalam balkon sebelah.

Seorang laki-laki sedang duduk di balik ranjangnya yang lebar, dia hanya duduk diam di lantai membelakangimu tanpa melakukan apa-apa.

"Heeseung!" kamu mencoba memanggilnya dengan hati-hati dan setenang mungkin. Kamu merasa tidak nyaman berteriak karena hari sudah malam.

"Heeseung! Ini aku! Kau bisa dengar?" kamu terus memanggilnya meski Heeseung sama sekali tidak menoleh ke arahmu.

Kamu akhirnya masuk ke kamar kembali dan membawa notebook yang biasanya kamu pakai untuk membuat tugas. Kamu merobek satu persatu lembar kertasnya, menggulungnya dan melemparkannya ke kamar Heeseung. Gulungan-gulungan kertas menggelinding di lantai kamarnya namun tidak cukup membuatnya untuk teralihkan. Kamu mencoba menggulung beberapa kertas sekaligus dan melemparnya agak jauh soalnya gulungan kertas sebelumnya belum bisa menggelinding di dekat Heeseung. Bola kertas itu berhasil melewati ranjang dan kepala Heeseung akhirnya menoleh. Kamu mengepalkan tanganmu dan jantungmu berdebar ketika ia melihat keluar.

ENHYPEN AS YOUR BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang