01 Gubahan Kabus

629 63 14
                                    

Di senja kala, mega kelabu membumbung tinggi di kaki langit, menyelimuti cahaya sang baskara yang beberapa jam lalu menyinari butala.

Anila dingin berhembus dari waktu ke waktu, melesat masuk melalui celah besar berbentuk persegi panjang di dekat meja kerjamu dan melayangkan kertas-kertas di atas tumpukan berkas yang belum kamu kerjakan.

Kamu menatap lembaran kertas yang hampir bertebangan itu lalu berjalan ke jendela untuk melihat keadaan luar.

Langit cerah yang seharusnya dihiasi lembayung hanya menampakkan piraunya bumantara saujana di balik gedung-gedung menjulang itu. Sambil menarik napas perlahan, kamu tercenung menatap ingar-bingar kesibukan kota dari dalam ruang kerjamu.

Gemuruh suara langit menyusul beberapa waktu kemudian saat kamu sudah keluar dari gedung dan sedang berjalan ke area parkiran. Rintik hujan yang tiba-tiba jatuh sedikit mengejutkanmu, kakimu berjalan semakin cepat untuk menghindari jatuhan air hujan.

Kamu kemudian masuk ke mobil lalu mengibas-ngibaskan blazermu yang sedikit basah lalu menyelakan mesin. Derau tahu-tahu langsung menghujam seketika, membuat pendengaranmu di dalam jadi penuh dan berisik. Di sudut kaca, embun perlahan muncul dan kamu segera menyalakan AC untuk menjaga kaca mobilmu tetap jelas.

Kamu melajukan kendaraan tersebut keluar dari area parkiran lalu memasuki jalan besar, menyusuri bulevar hitam itu dengan kecepatan sedang. Suara lampu sein yang berdetik sekali-kali selama perjalanan dan dentingan hiasan mobil yang digantung di tiang kaca spion menemanimu yang hanya seorang diri.

Dering ponselmu memecahkan kesunyian di dalam mobil, tanganmu meraih tas di kursi sebelah dan mengambil benda hitam persegi panjang yang sedang berkelip itu. Kamu mengangkat telepon masuk dan menempelkan ponselmu di telinga tanpa mengabaikan kosentrasi mengemudimu.

"Kamu mau ke sana?"

Suara perempuan dari seberang sedikit menenangkan sanubari sendumu yang sudah sejak beberapa jam lalu. Kamu memang jarang mendengar suaranya setiap hari meski memang kalian sering bertemu. Resonansi suara menenangkan yang hanya kamu dengar melalui ponsel sudah cukup membuatmu terhibur hari ini.

"Iya, Bu. Ini lagi di perjalanan," balasmu.

"Kamu lagi menyetir"

"Iya," balasmu lagi singkat.

"Ya sudah,...."

Konversasi singkat itu berakhir dan kamu kembali menaruh perhatian penuh pada konsentrasi mengemudimu. Air hujan berhenti membahasi kaca mobil saat kamu masuk ke area parkir bawah tanah, membiarkan penyeka kaca mengusap terus kaca depan yang masih basah dialiri air hujan.

Kamu mematikan mesin mobil dan melangkah keluar menyusuri parkiran. Derap langkahmu terdengar jelas saat kamu menginjak ubin berwarna putih dari bangunan penyedia layanan kesehatan itu. Satu demi satu orang-orang berseragam biru dan berjas putih kamu lewati. Sesekali kamu tersenyum pada mereka lalu kembali berwajah datar lagi.

Kakimu melangkah masuk setelah pintu besi elevator terbuka dan menutup kembali untuk membawamu ke lantai yang kamu ingin tuju. Saat menunggu, kamu menyempatkan memeriksa penampilanmu, apakah rambutmu sudah rapi? Apa wajahmu kusam? Apa make up-mu tidak pudar?

Meski kamu tahu hal yang kamu lakukan sia-sia, tapi setiap kali datang membesuk, kamu selalu memastikan penampilanmu terlihat baik.

Pintu elevator akhirnya terbuka dan dengan hati gulana kamu melangkah keluar sembari menggenggam sebuket bunya yang semerbak.

Pintu kamar inap dengan nama pasien yang selalu sama sudah sangat akrab denganmu tiap kali kamu berkunjung ke tempat ini.

Netramu langsung tertuju kepada seorang laki-laki yang sudah lama berbaring tak sadarkan diri di tempat tidurnya. Wajahnya yang sudah tak berekspresi sejak terakhir kali kamu melihatnya tertawa tinggal menyisakan kekosongan tiap kali kamu menatapnya. Matanya telah lama tak terbuka dan ia terus tertidur untuk waktu yang lama dengan selang infus yang terus menancap di lengannya sepanjang waktu.

ENHYPEN AS YOUR BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang