WARNING
Cerita kali ini mengandung sedikit kekerasan dan kata-kata kasar, harap bijak dalam membaca.
*
*
*
Butiran pasir kering dan kasar itu menggores tipis kulitmu yang beberapa saat terseret di tanah berkali-kali. Pandanganmu nanar menatap halaman belakang sekolah yang sepi, kepalamu berdenyut-denyut sakit dan perutmu mual, ingin muntah.
Sebuah kaki dengan sol sepatu keras yang menempel di bawahnya menginjak wajahmu dengan semena-mena seakan harga dirimu berada dibawah telapak kakinya.
Entah berapa kali tubuh itu dihajar habis-habisan dan entah berapa kali pingsan dan bangun lagi, yang pasti setelah sadar, kamu sudah melihat wajah menyebalkan anak-anak yang merundungmu.
Senyuman yang penuh kepuasan akan kekuasan terhadap yang lemah terpampang jelas di wajah menjengkelkan mereka. Seorang anak laki-laki yang bertubuh jauh lebih besar darimu, menarik kerah baju seragam dan membiarkanmu tercekik dengan kaki yang hampir terangkat dari tanah.
"Kau berani lagi seperti itu, nyawamu akan hilang! Ingat itu baik-baik!" hardiknya.
Matanya yang mendelik mengancamu bersiap akan membunuhmu jika melakukan hal itu lagi. Entah apa yang telah diperbuat, tapi hal ini tidak adil. Kamu merasa kamu tidak pantas diperlakukan seperti itu oleh sampah-sampah busuk ini.
"Sudahlah Matt, biarkan saja dia di situ nanti juga kapok sendiri. Mending kita cepat pergi sebelum kakek tua itu memarahi kita dan melapor ke pihak berwajib."
Seorang perempuan yang terlihat binal menatapmu sinis dan rendah, dandanannya saja sudah seperti perempuan murahan yang setiap malam menawarkan harga dirinya kepada orang lain, bisa-bisanya dia menatapmu dengan tatapan menyebalkan itu.
Hah, kenapa kamu hanya bisa menghina mereka dalam batin? Bukankah kamu juga bisa membalas hal ini?
Lelaki besar yang dipanggil Matt itu melepaskan kerah bajumu, wajahmu sudah mememerah karena tercekik kerah baju sendiri. Kamu ambruk dan terbatuk-batuk di tanah dengan sisa napas yang berhasil menyelamatkanmu.
Butiran pasir yang menempel dikulitmu dan halaman belakang sekolah yang masih sepi menjadi pemandangan terakhir dari berakhirnya siksaan itu.
Sudah berapa lama tubuh ini menahannya? kenapa pula tubuh ini hanya bisa menerima tanpa melawan? Kamu benar-benar tidak mengerti.
Masih merasa pusing, kamu melipat jari-jarimu perlahan dan berkomat-kamit pelan menyebutkan nama-nama orang yang menindasmu selama ini.
" ... Jannete, Elvin, Andrew, Sophia, ...."
Ah, sudah yang keberapa ya?
Apa memang sebanyak ini?
Menyedihkan sekali. Kenapa kamu menjadi sampah di tempat ini?
Kamu bangun perlahan, menahan rasa sakit sesaat dan mulai berjalan keluar halaman. Seragammu kotor oleh tanah, lukamu tak cukup disembunyikan dengan lengan pendek seragam itu.
Kamu membasuh wajah di toilet dan melihat pantulan diri yang penuh dengan memar. Kenapa pula mereka memukulmu di wajah? Ini akan menjadi perbincangan besok jika kamu pergi ke sekolah.
Guru BK itu pasti akan memanggilmu ke ruangannya kembali dan kamu akan bertemu dengan anak-anak perundung itu lagi untuk diancam agar tidak buka mulut.
Di sudut memar itu, bibirmu naik perlahan. Kamu tidak akan mengulangi siklus itu. Kali ini kamu akan menghadapinya sendiri. Ya, harus ada perubahan agar dapat menggeser dirimu ke tempat yang sedikit lebih tinggi, dengan begitu hidupmu mungkin akan sedikit lebih damai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENHYPEN AS YOUR BOYFRIEND
AléatoireKamu hanya bisa melihat mereka di dalam layar? Hmmmm ..., bagaimana kalau kamu masuk ke dalam dunia ini untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang dekat dengan member ENHYPEN??? Meskipun tidak benar-benar nyata tapi setidaknya kamu bisa be...