01 Peralihan

675 84 5
                                    

Seorang laki-laki berpotongan rambut undercut dan jaket denim biru gelap sudah beberapa jam ini duduk di kursi  suatu perpustakaan. Tak banyak orang yang berkunjung ke sana, sesekali akan ada beberapa orang berjalan melewatinya sambil melihat-lihat atau mengerjakan tugas kampus.

Ia sendiri masih asik dengan pekerjaan dan papan ketik laptop yang senantiasa terus ditekan selama huruf-huruf itu menambahi paragraf di halaman tugasnya.

Di samping laptopnya, terdapat beberapa buku tebal yang bersusun sembarangan dan segelas kopi yang sudah mendingin sejak beberapa waktu setelah  dipesan.

Ia menatap ke luar jendela perpustakaan. Hari sudah mulai menggelap, sudah lama ia menghabiskan waktu di sini, ia harus pulang sekarang.

Berpikir demikian, lelaki itu menatap layar laptopnya kembali dan memilih menambahi beberapa kalimat sebelum akhirnya ia menekan tombol titik dan spasi lalu mengamati hasil pekerjaannya lagi.

Beberapa detik, matanya mengerling, membaca dengan cepat kata demi kata yang telah ia tulis dan memastikan tidak ada kesalahan ketikan di paragraf paling bawah dari rentetan tulisan yang telah ia buat beberapa jam lalu.

Menghela napas lega, akhirnya ia bisa bersantai sedikit lagi sebelum tenggat pengumpulan tugas malam ini. Sambil mengamati layar ponselnya dan memastikan beberapa pesan yang masuk, lelaki tirus dengan tatapan dalam dan bibir mungil itu meneguk sisa kopinya yang sudah dingin dan memasukkannya ke dalam bak sampah sebelum berkemas pergi.

Sore ini, seperti rutinitas harian, lelaki yang kerap dipanggil Jay itu seperti biasa akan pulang ke rumah setelah menghabiskan aktivitas kuliahnya. Sebenarnya tidak ada kesibukan lain yang membuatnya harus bekerja lebih seperti kebanyakan teman-temannya lakukan.

Bisa dibilang, hidup Jay termasuk bahagia. Keluarganya berkecukupan, orang tuanya kaya tapi juga bukan konglamerat. Kalau berdasarkan tingkat ekonomi di negaranya, bisa dibilang keluarga Jay termasuk tingkat antara menengah ke atas.

Meskipun begitu, Jay bukanlah anak yang dimanjakan. Dia tetap belajar dan berusaha untuk menentukan jalan hidupnya terlepas apa harapan dan kemauan dari kedua orang tuanya.

Sembari berjalan santai di trotoar, lelaki dengan tatapan elang itu melihat ke sekitar dengan earphone yang menutupi lubang telinganya. Bersama para penumpang yang sudah menunggu di halte, lelaki itu berjalan perlahan di antara orang banyak, memasuki bus yang akan mengantarkannya ke statiun tujuan.

Sore hari yang sedikit berangin dan mendung itu dikejutkan dengan suara tabrakan dan jeritan dari arah perempatan jalan. Atensi orang banyak teralih dan dengan cepat melihat ke asal suara yang otomatis menahan bus yang sebentar lagi akan berangkat itu.

Jay tidak peduli situasi apa yang terjadi, meski ia bisa mendengar suara tabrakan itu, ia memilih untuk tidak terlalu penasaran. Ia masuk dengan mendesak orang banyak agar minggir dari jalannya lalu menemukan tempat duduk yang nyaman selama perjalanan.

Supir bus yang sebentar lagi berangkat menyuruh para penumpangnya agar segara masuk ke bus lalu beranjak dari tempat itu.

Suasana di perempatan jalan yang sedikit macet karena terjadi kecelakaan cukup berat itu tentu masih mampu menarik kepala Jay untuk menoleh dan mengamati lebih jelas apa yang sedang terjadi.

Sebuah truk besar dengan muatan berat menghantam mobil hitam yang tampak cukup parah. Keadaan mengenaskan dari mobil hitam itu bisa Jay bayangkan kejadiannya kala melihat serpihan bagian mobil yang sudah berceceran kemana-mana.

Tentu korban jiwa tidak bisa dihindarkan dari kejadian ini. Betapa mengerikannya ajal yang ia lihat sepintas dari pengamatannya di balik jendela bus yang melaju dengan kecepatan sedang.

ENHYPEN AS YOUR BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang