Dua Puluh Tiga

14 0 0
                                    

Just With You

|||

Mungkin saja, Tuhan menghadirkan seseorang untuk membantu supaya berdiri tegak, kembali ke sediakala. Namun, tak semua yang hadir akan bertahan selamanya.

°°°

"Oya?" gumam Randa yang tertahan. "Bentar, jadi Oya itu Sora gitu?"

"Ka-kakak kenal Erinna?"

Spontan pertanyaan yang dilontarkan Sora saat pertama kali bertemu terngiang di telinga nya.

"Bisa-bisanya gue melupakan pertanyaan itu. Padahal sudah jelas bahwa Sora sendiri yang bilang jika dia merupakan teman satu les sama Erinna," lanjut gumamnya sendiri.

Mata Randa masih meneliti tulisan yang berada di bawah polaroid itu. "Tirta? Kayak pernah dengar ini nama, tapi dimana?"

Randa memutar otaknya demi mencari jawaban itu, namun hasilnya nihil. Ia tak menemukan apapun.

Sekarang rasa penasaran Randa terhadap Sora semakin besar. Siapa Sora sebenarnya? Mengapa dia ada disini?

°°°

Indonesia, siang hari sebelum Sora datang ke tempat Randa...

Kedua sejoli itu tak ada yang mau mengalah. Dua-duanya ngotot, yang satunya tidak ingin menceritakan, yang satunya lagi memaksanya untuk menjelaskan.

"Gak ada yang perlu aku ceritain, No," tegas Sora seperti biasa tak ingin berbagi dengan siapapun.

"Mau lo apa? Lo gak kasihan sama adek lo apa?" Terpaksa Edno harus menyudutkan Sora agar ia mau menceritakan semuanya.

Karena bagaimana menyelesaikan sebuah masalah jika tidak ada yang membantu? Jika tidak diceritakan masalah itu? Sebuah permasalahan akan selesai jika dilakukan bersama bukan sendirian. Jika memang sanggup sendirian, masalah itu sudah selesai dari dulu.

"Maksud kamu apa?" tanya Sora dengan nada ketusnya.

"Lo gak lihat gimana Frando panik gitu? Gue yakin dia pengen tahu, cuma gegara dia tahu lo gak bakal cerita dia diem doang. Karena lo gak mau cerita, dia juga menahan dirinya buat nanya. Dia juga ikutan pusing mikirin lo, sedangkan lo aja gak mikirin dia. Kalau lo mikirin adek lo, pasti udah lama lo ceritain. Adek lo bukan anak kecil lagi, Oya. Dia cuma beda setahun sama kita," jelas Edno.

Sora hanya diam, tampak dia masih menimbang bagaimana baiknya. Harus kah dia ceritakan atau masih saja diam?

Melihat Sora yang meragu, Edno semakin gemas. "Atau, gue tanyain aja sama temen lo, yang Reani itu? Pasti dia tahu sesuatu," sudutnya seraya beranjak dari kursinya.

Sora yang masih rebahan di kamar inap itu, menjangkau tangan Edno. Spontan Edno menatapnya, begitupun sebaliknya.

Setetes jatuh dari mata gadis itu. "Aku capek tapi juga gak bisa ceritain karena takut, nanti dikira lemah," ujarnya dengan tangan yang gemetaran. Edno segera duduk kembali lalu menggenggam tangan Sora dengan kedua tangannya.

"Aku bukannya gak mau tapi aku gak bisa di kritik abis-abisan karena masalah ini berawal dengan masalah sepele..." Air matanya memang jatuh bahkan sudah deras tapi tidak ada suara.

Melihat itu, Edno merasa hatinya ikut hancur.

"Dikira caper. Anak antah berantah. Sok kecakepan. Sok pinter. Banyak banget kritikan orang lain yang terngiang ditelingaku tiap malam, dan asli capek banget... Tiap malam aku harus terjaga cuma buat dengerin kata-kata itu. Apa aku seburuk itu, ya?"

Second SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang