Sebelas

38 6 0
                                    

Jangan lupa klik bintang di ujung kiri bawah ya gais apalagi ngasih komen dan share ke temen kamu. Itu sangat berarti untukku❤️

___________Happy Reading___________

Kebingungan

|||

Kepergian seseorang menyadarkan kita bahwa sebuah kebersamaan sangatlah berharga.

°°°

Entah berapa lama Randa terduduk diam di meja belajar dengan tangan memegang ponsel dengan tatapan nya juga ke arah ponsel namun pikirannya tidak sama sekali. Sejak tadi, ia bingung mau ngapain serasa hilang arah. Akhirnya ia hanya bisa buang napas kesal karena pikirannya yang lari entah kemana.

"Kenapa lo?" Seseorang menangkap kejadian itu pada Indra penglihatannya. Teman sekamarnya yang bernama Wynke yang merupakan campuran indo-amerika.
Untungnya cowok itu bisa berbahasa Indonesia karena dibesarkan disana.

Wynke mendengus, kesal melihat kebingungan temannya ini yang kira-kira sejak seperempat jam setelah kepulangannya ke asrama. Raut muka Randa datar, namun ada kekosongan dalam matanya. Melihat Randa yang bengong seperti banyak pikiran tentu hal langka yang ia dapatkan. Entah apa yang dipikirkan pemuda itu. Wynke tidak tau.

Randa menggeleng sebagai jawaban. Ia mencoba mengedipkan matanya agar tersadar dari lamunannya sendiri. Lagi-lagi ia buang napas membuat Wynke melihatnya dengan sorotan kesal.

"Lo kenapa sih anjir?! Masalah cewek? Lo dideketin cewek? Apa gimana?!"

Randa menatap Wynke datar. "Bukan apa-apa."

"Minta dibacok lo emang! Ya Tuhan kenapa gue punya temen ngomong aja kaga lancar gini," keluh Wynke. "Apakah sesusah itu bilang 'ini Wyn gue lagi ada masalah' gitu?" Wynke menatapnya tajam sambil berdecak kesal.

"Bacot," gumam Randa.

Wynke melototkan matanya dengan bibir membulat. "Wah, lo kira gue gak denger apa heh?! Bisa ulang lagi?" ejek Wynke yang tak tahan dengan sifat Randa yang seperti ini. Irit ngomong.

Randa menatap cowok itu. Perlahan bibirnya melengkung namun lengkungan yang sedikit dimiringkan hingga terlihat horror. "Bisa diam?" Pertanyaan yang mengintimidasi itu membuat Wynke bungkam seribu bahasa. Ini lah sifat Randa yang paling ia benci. Suka mengintimidasi seseorang hanya dengan ucapan ataupun tatapan tajam dan raut wajahnya.

Setelah sadar, Wynke mengedip-ngedipkan matanya. Dengan perlahan ia mengangguk dan berdecak pelan. Nyesel gue temenan ma lo, Nda. Gak ada manfaatnya.

Padahal, jika seadainya Randa tidak sekamar dengannya. Mungkin nilai-nilai tugasnya tak akan beres pada waktunya. Kenapa? Karena Randa memiliki ingatan yang kuat sedangkan Wynke sebaliknya. Randa itu sudah seperti buku jadwal belajar bagi Wynke karena ia selalu lupa jika memiliki tugas yang perlu disiapkan. Randa lah yang selalu mengingatkannya untuk mengerjakan tugas. Jangan lupa, bahwa Wynke hanya memiliki kapasitas otak sedang daripada Randa yang lebih hebat darinya. Tetapi Wynke tidak pernah iri, dia hanya memikirkan kebebasan dalam hidupnya.

Terkadang, Randa pun heran mengapa orang seperti Wynke ini bisa kuliah di universitas perfect seperti New York university. Yang mana berisikan orang-orang pintar dan cerdas tentunya. Tapi, Randa juga mewajari karena Wynke merupakan anak sultan yang bisa membeli apapun yang ia pinta. Randa sedikit benci jika mengingat kenyataan itu.

Tapi balik lagi ke dirinya, dia tidak suka lagi menyimpan dendam kecuali untuk satu orang. Entah mengapa, ia sadar dendam tidak akan selamanya membantu karena dari yang ia baca. Dendam hanya akan menumbuhkan penyakit hati lainnya dan ia pikir lebih baik untuk menjadi anak baik untuk sekarang ini. Karena ayahnya pun begitu.

Setelah perbincangan yang singkat itu, Randa kembali bengong. Tiba-tiba ia teringat lagi akan kejadian sebelum pulang ke asrama. Saat dia meladeni gadis itu. Saat dia mau saja menjawab pertanyaan tentang Erinna yang sejak dulu selalu ia hindari. Seketika dia penasaran, kenapa gadis yang dulu jadi sasaran empuknya melakukan kejahatan itu harus pernah mengenal Erinna? Apa memang dunia sesempit ini? Dia bukannya senang tapi entah mengapa ia merasakan firasat buruk. Apa maksud kedatangannya?

°°°

Deg!

Sora terkejut saat dia merasa jatuh ketika tidur padahal tidak. Ia yang baru saja pergi dari hadapan Randa langsung kembali ke tubuh aslinya. Ia terbangun tiba-tiba dan itu menyebalkan.

Sora menoleh ke arah jam weker di nakas samping kasurnya. Waktu menunjukkan pukul empat lewat lima menit waktu pagi hari. Ia membangkitkan badannya hingga terduduk. Lalu meringsut ke tepi kasur agar dapat merasakan dinginnya lantai.

Sora melangkah ke kamar mandi untuk bersiap ibadah salat sunah tahajud dan salat subuh. Sora menetapkan hatinya dan memohon ampunan pada Yang Maha Kuasa.

Akhirnya mentari pun perlahan terbit dari ufuk timur. Sora yang sedang terduduk di kasur seraya membaca buku teralihkan sejenak akan pemandangan yang mulai menerang. Jendela besar itu memperlihatkan keadaan gedung pencakar langit dan rumah-rumah yang berdekatan disekitar nya. Dengan indahnya diantara itu semua, ada celah-celah diberbagai sudut langit dan awan yang berwarna jingga.

Sangat menawan dan menarik perhatian Sora untuk sejenak menikmati kedamaian dalam hati. Seolah-olah bahwa hal itu adalah sambutan dari sang semesta untuknya. Mungkin benar seperti ucapan papanya bahwa dirinya adalah makhluk awan karena dia sangat-sangat begitu mencintai apapun bentuk awan di langit.

Lengkungan sabit terbit di bibirnya. Matanya penuh binar. Seperti ada kerinduan sendiri akan awan. Ia ingin menggapainya walaupun ia tahu, hal tak nyata adanya.

Entah kenapa, sejenak ia penasaran bagaimana kehidupan di dunia awan. Bagaimana rupawan orang-orang disana? Bagaimana kegiatannya? Bagaimana caranya berbicara atau mereka memiliki bahasa tersendiri? Pertanyaan yang memerlukan jawaban tapi bukan untuk saat ini. Mungkin nanti, Sora hanya perlu bersabar.

Sora beranjak dari kasur lalu berjalan ke depan pintu. Ia membuka pintu dan ternyata...

Frando yang baru saja ingin teriak langsung kaget dan terhenti. "Wah, tumben, apa matahari terbit di barat yak? Kok bisa?!" Frando terlihat heran dan ada raut murung diwajahnya.

"Emang salah kalau aku bangun cepet?" tanya Sora dengan polosnya.

Frando menaikkan alis kanannya dan mengulum bibirnya. "Hm, gak sih, cuma ya, ntar gue kehilangan pekerjaan dong," keluh Frando dengan wajah murungnya.

"Pekerjaan apa?" tanya Sora bingung.

Seketika raut wajah Frando berubah. "Pekerjaan jadi alarm lo lah, bego," ketusnya kesal.

Sora mengerutkan dahinya. "Lebay banget. Udahlah, yuk, ke meja makan," ajak Sora yang diangguki oleh Frando.

°°°

Seperti biasa, Sora berangkat naik bus menuju sekolah. Sora berdiri kala bus yang ditunggu akhirnya menampakkan diri didepan halte. Ia berjalan masuk dan duduk santai ditepi dekat jendela dengan headset menjuntai di sekitar telinga dan rambutnya. Matanya fokus melihat sekitaran luar dalam perjalanan ke sekolah. Pekerjaan yang lumrah dan paling sering ia lakukan.

Namun, tiba-tiba bus yang Sora tumpangi rem mendadak hingga seseorang yang berdiri disamping Sora terjatuh ke arahnya. Sontak Sora yang awalnya melihat jalanan refleks menoleh ke orang yang terjatuh kedekapannya. Wajah mereka sangat berdekatan hingga hembusan napas mereka terasa satu sama lain.

Sedetik kemudian, seseorang itu berdiri cepat. "Maaf," ujarnya singkat sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan. "Tapi kok wajah kamu familiar, ya?" tanya orang itu.

Sora masih syok akan kejadian barusan, ia masih tak percaya melihat siapa orang itu. Seseorang dimasa lalu yang sangat dia kenal dan sudah lama tak bersua.

_________________Tbc_________________

Maaf telat bgt update nya huhuhu:'' susah banget ngebangkitin semangat nulis:(
Semoga suka ya walaupun sedikit, insyaallah, kalau aku udah semangat aku bakalan cepet up❤️

Pariaman, 17 Juni 2020
mtradl27

Second SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang