Dua Puluh Delapan

13 0 0
                                    

Jujur

|||

Sebagian dari kita, takut tidak diterima jika terlalu jujur. Padahal, jujur juga sebuah daya tarik yang membuat semua orang mempercayai mu.

°°°

"Bisa-bisa nya aku datang ke sini lagi cuma nyari dompet ku yang hilang," gumam Sora menatap gedung menjulang tinggi didepannya.

Seminggu sudah berlalu sejak ia menghilangkan dompetnya itu. Sebenarnya, Sora juga tak ingin dompet itu kembali, hanya saja ada kartu penting yang tak boleh hilang. Karena, jujur saja Sora malas untuk mengurusnya. Ribet.

"Udah seminggu masih ada gak sih, argh, nyebelin," gerutu Sora seraya mengacak rambutnya sendiri.

Orang-orang yang berlalu lalang di sekitaran gedung menatap Sora dengan heran. Tak banyak dari mereka ada yang mengira Sora gila. Tapi, gadis itu bahkan tak peduli bahwa dirinya jadi pusat perhatian saat ini.

Sora berjalan mencari dompetnya di sekitaran depan kampus. Ia menyusuri tiap rumput, tiap bunga-bunga yang tumbuh, tiap pohon yang berada disekitar sana. Tapi nihil, ia tak menemukan dompetnya.

"Argh, ya Tuhan. Tolong bantu aku sekali ini saja," gumam Sora frustasi dengan mencebikkan bibirnya kesal.

Saking fokusnya mencari, hingga Sora tak menyadari bahwa Randa menatapnya dari kejauhan.

Langkah kaki pemuda itu mendekat, sedangkan gadis itu tetap mencari disekitarnya, berusaha menggunakan matanya sebaik mungkin.

Sentuhan di bahu kanan Sora, sontak membuat gadis itu kaget lalu berdiri dari jongkok, kemudian berbalik badan.

Netranya bertabrakan dengan pemuda yang telah lama tak ia jumpa.

Randa seketika tersenyum. "Ngapain lo sini?" tanyanya.

Sora membalasnya dengan tatapan heran.

Sejak kapan dia suka senyum? Biasanya juga mukanya jutek banget.

Sora menatap Randa dengan tatapan menyelidik. Gadis itu mengangkat tangannya, lalu menempelkan punggung tangan itu di jidat Randa.

"Lo sehat 'kan, Kak?" tanya Sora dengan tatapan khawatir yang membuat Randa seketika gemas.

Entah kenapa sekarang Sora enggan untuk berkata sopan dengan Randa. Rasanya lebih enak aja kalau ngomong informal dengan lo-gue.

Randa mundur membuat tangan gadis itu terjatuh. "G-gue gapapa kok," jawabnya kaget dengan perlakuan Sora.

"Yah, emang gak panas sih, tapi aneh. Lo kok bisa senyum?" tanya Sora tak habis pikir. Entah kenapa senyum Randa terasa aneh.

Randa yang tadinya ceria dengan senyumnya seketika menatap gadis itu datar.

"Nah, nah. Gitu. Harusnya emang biasa gitu kan. Natapnya gini," ujar Sora seraya meniru mimik wajah Randa.

"Terserah," ketus Randa, sebal.

"Dih, jangan sok ngambek. Marah ya marah aja. Dasar emosian," cibir Sora tak kalah sebal.

Randa mencoba tersenyum kembali seraya menatap Sora yang kesal. Senyum yang dipaksakan. "Sehari aja bikin hari ini jadi hari membahagiakan buat gue, susah banget, ya?" sindirnya.

"Emang hari ini hari apa harus jadi hari yang membahagiakan bagi Kak Randa?" tanya Sora menantang.

Hari dimana gue bisa ketemu lo lagi.

"Lo gak perlu tahu," jawab Randa singkat seraya berjalan.

"Tungguin, dong!" ujar Sora sambil berjalan mengikuti langkah Randa.

Second SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang