Dua Puluh Sembilan

3 0 0
                                    

Jebakan

|||

Mencintaimu adalah kesederhanaan hati dan mengatakannya adalah kerumitan yang inginku akhiri.

°°°

"Siapa?" Masih setia dengan pertanyaan yang sama dengan matanya yang bergantian menatap Sora dan foto itu.

"Duh, dia itu mah, aww-"

Tangan Sora terjepit meja tanpa sengaja.

"Eh, lo gapapa?" tanya Randa khawatir dengan matanya yang menatap jari Sora yang terjepit.

Sora mengangguk pelan. "It's okay."

Kemudian Sora tersenyum simpul. "Itu Frando, adikku," jawab Sora tiba-tiba.

Seketika Randa tersadar sejenak. Lupa dengan pertanyaannya sendiri karena kekhawatiran atas gadis didepannya ini.

"Oh? Lo punya adik?" beo Randa.

Sora mengangguk. "Terus kenapa? Tumben kepoan, biasanya peduli aja enggak," ketus Sora.

Randa terdiam sejenak sebelum akhirnya bersuara lagi, "Terus Tirta siapa?"

"Loh, tau Kak Tirta dari mana?" tanya Sora heran.

"Enggak." Randa menggelengkan kepalanya. "Dari jawaban lo, kayak nya lo deket banget sama dia," ucap Randa dengan wajah sedikit ditekuk.

"Kak Tirta mah udah kayak abang aku sendiri, dia orang terbaik yang aku kenal," jawab Sora ketika mengingat Tirta. Wajah Sora seakan bersinar di mata Randa saat menjawabnya.

Entah kenapa perasaan Randa tiba-tiba tidak nyaman. "Ini," ucapnya seraya memberi sebuah dompet.

Mata Sora langsung berbinar senang melihat hal itu. "Wah, akhirnya benda yang aku cari ketemu juga. Kok bisa ada sama lo, Kak?" tanyanya dengan senyum lebar mengambang manis di wajahnya.

"Ya gitu," jawab Randa singkat. "Lo gak jadi masak? Gue laper."

"Oh? Ah, iya. Bentar," ujar Sora seraya lari ke dapur meninggalkan Randa di ruang tamu.

Seandainya Sora tahu apa yang dipikirkan Randa saat ini. Andai mudah untuk mengatakan perasaan ini yang bahkan masih membuat Randa kebingungan. Keraguan membuatnya bingung.

Ragu untuk mempercayakan hatinya untuk orang. Ragu untuk menyatakan bahwa, dia jatuh cinta, lagi. Semua yang terjadi di masa lalu membuatnya terjebak di labirin. Semua yang sederhana menjadi rumit. Semua yang mudah menjadi sulit. Semua yang harusnya disuarakan menjadi tertahan.

Bingung yang menjadi ragu. Ragu yang menjadi takut. Takut yang menjadikannya pengecut. Nyatanya mau sejauh apapun ia berlari dari masa lalu, dia tetap di jalan yang sama. Berjalan ditempat yang sama. Terpaku.

"Kak?" Sora bersuara. Gadis itu berjalan menuju ruang tamu. Entah karena terlalu fokus saat masak, hingga ia tidak tau bahwa sudah sudah lima belas menit berlalu.

Saat langkah Sora sampai di depan sofa. Sora termenung melihat Randa tertidur di sofa. Kemudian ia berjongkok di depannya. Memperhatikan setiap jengkal wajah pemuda itu.

"Aneh, aku lebih suka liat kamu ketiduran daripada saat bangun," gumam Sora pelan.

"Jangan kelamaan liatnya. Nanti naksir," ucap Randa tiba-tiba dengan mata yang disengaja tertutup.

Iya, udah naksir duluan aku mah batin Sora.

"Eh, k-kalau ketiduran gini mending gak aku masakin," jawab Sora kelabakan, melupakan batinnya yang berkata lain.

Second SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang