15

194 118 119
                                    

Kabar tidak baik yang dialami oleh Leanna telah diketahui oleh para orang tua mereka. Lantas orang tua kelima remaja itu semakin khawatir dengan anak-anaknya yang berada di luar negeri tanpa pengawasan siapapun. Bagaimana jika terjadi hal buruk untuk kedua kalinya?

Orang tua mereka membujuk untuk segera pulang dan melanjutkan kuliahnya di Indonesia, atau tetap di Jepang namun diawasi oleh beberapa orang suruhan untuk menjaga mereka. Sayangnya, mereka berlima menolak usulan dari para orang tua.

Mereka ingin hidup mandiri, bebas, tanpa pengawasan siapapun. Cukup masa sekolah yang penuh pengawasan dan tekanan yang membuat mereka hampir gila.

Bukan hanya itu, mereka tidak mungkin melepaskan pendidikan di luar negeri begitu saja setelah bersusah payah berusaha agar dapat diterima di Universitas luar negeri. Mereka masih sanggup untuk menghadapi masalah ini secara bersama-sama. Beruntung, orang tua mereka mengerti atas keputusan anak-anaknya untuk tetap berada di luar negeri dan melanjutkan pendidikannya hingga lulus.

Hari berikutnya, ketukan pintu berhasil membuyarkan lamunan seorang laki-laki, terpaksa ia harus menunda lamunannya sementara waktu untuk membukakan pintu dan menyambut seseorang yang tidak diundang.

Ketika pintu terbuka, seorang laki-laki dengan seragam khusus petugas apartemen tersebut berdiri di depan pintu seraya menyapa Bagas dengan hangat. Laki-laki itu membawa sebuah kotak berukuran besar yang terbalut oleh kayu.

"Darekaga kore o anata ni okurimashita," ucapnya.

(Seseorang mengirimkan ini padamu.)

Bagas segera menerima kotak tersebut dengan rasa ragu. Mungkinkah kotak itu ialah terror baginya? Apakah kotak itu berisi potongan tubuh manusia? Dan apakah Bagas yang akan menjadi korban selanjutnya?

Setelah petugas itu pergi, Bagas segera menyimpan kotak tersebut dan menatapnya dengan rasa gelisah, ia teringat tentang terror yang diterima oleh Leanna, apakah ia juga akan mendapatkannya? Ah tidak, ia harus menunggu sahabatnya pulang untuk membuka kotak itu secara bersama-sama.

Beberapa menit kemudian, keempat sahabatnya datang dengan tawa bahagia, namun tawanya berhenti setelah melihat raut wajah Bagas yang berbeda dari biasanya. Apakah Bagas kerasukan? Ah, tidak mungkin.

"Kenapa lo?" tanya Samuel.

Lantas Bagas menunjukkan kotak besar yang telah ia terima kepada para sahabatnya. Mereka menatap kotak itu dengan heran, juga penasaran. Namun beberapa detik kemudian, Alka dan Samuel segera membuka balutan kayu dari kotak tersebut.

Mereka bernapas lega setelah melihat nama pengirim yang terpampang jelas setelah balutan kayu terbuka. Tertulis nama orang tua Bagas dan beberapa keterangan lainnya.

Perlahan Bagas membuka kotak yang terbalut plastik berisi sebuah tas jinjing bewarna hitam legam dengan bahan yang sangat lembut. Ia membuka resleting tas itu dengan penuh penasaran.

Ternyata isi dari tas tersebut adalah sebuah tas berbahan keras, mereka semakin heran dan penasaran. Ia segera membuka tas kedua yang berisi benda dengan balutan plastik hingga kertas. Penuh usaha untuk membuka isi yang sebenarnya.

Namun, setelah balutan terbuka, benda itu adalah sebuah kotak besar. Dan ketika dibuka, isi dari kotak tersebut ialah senjata. Terdapat lima pistol beserta pelurunya, juga benda berbahaya lainnya yang tidak boleh digunakan dengan sembarang.

Alka mengambil pistol tersebut, melihatnya dengan lekat. Ia tidak percaya bahwa orang tuanya benar-benar memberi senjata untuk mereka. Tak hanya Alka, Leanna, Bagas, dan Samuel pun mengambil pistol tersebut, menatapnya dengan lekat dan takjub. Mereka tidak menyangka akan menggenggam sebuah pistol.

Bagas mengusap pistol yang digenggamnya, kemudian ia mencium pistol tersebut. "Kita akan bermain dengan ini," ucap Bagas yang membuat ketiga temannya membelalakan mata terkejut dramatis.

"Gue jago pake benda ini, buktinya gue selalu victory," ucapan Bagas berhasil membuat Samuel emosi. Laki-laki itu segera merebut pistol dari genggaman Bagas dan menyimpannya kembali.

"Tidak diperbolehkan untuk anak kecil," celetuk Samuel.

Leanna terkekeh kecil, kemudian ia mempraktikan cara menembak ke arah Bagas. Leanna menyipitkan matanya, menatap fokus wajah Bagas dengan raut wajah menyeramkan layaknya akan menembak mati seseorang.

Tunggu, hal itu mengingatkan Leanna pada suatu tragedi yang berhasil menewaskan sahabat dekatnya. Perlahan pistol yang digenggam Leanna turun. Semua bayangan kejadian menyedihkan kembali timbul dalam pikirannya.

Leanna mengingat ketika orang itu akan menembak dirinya dengan posisi serta tatapan persis seperti yang telah ia praktikan. Peluru yang seharusnya untuk Leanna justru mendarat pada tubuh Rheya. Sungguh, ia tidak sanggup mengingat hal itu.

Terlebih ketika ia diculik, penculik itu mengatakan Leanna adalah pembunuh, Leanna orang jahat yang tega membunuh teman dekatnya. Sungguh, Leanna semakin frustasi mengingat itu semua.

Tawa mereka seketika buyar ketika melihat mata Leanna yang berkaca-kaca. "Kamu kenapa?" tanya Alka khawatir.

Leanna menatap Alka dengan sendu, kemudian beralih pada pistol yang ia genggam. "Benda ini yang membunuh Rheya," ucap Leanna berhasil membuat Bagas terdiam menatap pistol tersebut.

Dengan cepat Leanna menyimpan pistol itu pada tempatnya, Bagas pun melakukan hal yang sama. "Kenapa orang tua kita ngasih benda jahat itu?"

Alka memegang kedua pipi Leanna dengan lembut, "Bukan bendanya yang jahat, tapi orang yang menggunakan benda itu untuk membunuh orang sebaik Rheya," tutur Alka.

"Aku bukan pembunuh kan?" tanya Leanna membuat Alka sedikit terkejut. Dengan cepat Alka menggeleng.

"Kamu adalah penyelamat, Lea," balas Alka.

Leanna menundukkan kepalanya, yang dikatakan Alka tidak berhasil memghempas pikiran itu. Ia tetap bertanya pada diri sendiri, apakah dirinya pembunuh? Namun Bagas berhasil mencairkan suasana. Laki-laki itu tiba-tiba tertawa tidak jelas, mungkin lebih tepatnya menertawakan keadaan yang terasa menyedihkan.

"Apa sih lo Lea, gak jelas lo," cibir Bagas tiba-tiba. Leanna mengerutkan dahinya heran, justru seharusnya Leanna yang mengucapkan itu.

Dengan cepat Samuel merangkul tubuh Bagas, ia sangat mengerti bahwa laki-laki itu juga sedih mengingat Rheya dan pistol tersebut. Samuel menepuk punggung Bagas sedikit kasar.

"Gue akui lo pro player," ucap Samuel keluar dari topik tentang Rheya. Ia mengerti, semua pembahasan tentang Rheya, pasti adalah kesedihan.

Leanna tertawa, berusaha menghempas ingatan dan rasa sedih itu. "Oke, besok kita main tembak-tembakan."

"Gak usah, kamu udah ditembak sama aku," ucap Alka dingin seraya menyimpan kembali pistol tersebut pada tempatnya.

"Cuma aku yang boleh nembak kamu, dan kamu gak boleh nembak yang lain," lanjut Alka sebelum beranjak menuju kamarnya untuk menyimpan barang tersebut di tempat tersembunyi.

"Ini soal pistol, bukan cinta," balas Samuel.

Alka kembali duduk di samping Leanna setelah menyimpan benda tersebut. Wajahnya semakin terlihat serius membuat ketiganya menatap Alka dengan penuh tanya.

"Jangan pake benda itu tanpa tujuan yang benar. Jaga baik-baik, jangan sampai orang lain tau," tegas Alka.

"Satu lagi, jangan bahas benda itu di tempat umum."

●○●

Dibuat 30 April 2024
Dipublish 7 September 2024

[Revenge] Confidential 2 (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang