18

185 105 115
                                    

Leanna menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Ia jengkel dengan perdebatan yang tidak ada ujungnya. Gadis itu keluar kamar, kemudian menggebrakkan pintu dengan kasar membuat keadaan menjadi hening seketika.

"Gak usah bertele-tele. Jawab pertanyaan gue, kenapa kertas itu ada di kamar lo?" tanya Leanna.

"Gue gak tau, Lea!" teriak Cecillia.

"Jawab jujur Cill! Lo tau kan kalau gue marah kayak gimana?!" tegas Samuel seraya menggertakkan giginya menahan emosi.

"Gue udah jujur Samuel! Kenapa lo gak percaya? Kenapa lo juga malah nuduh gue? Kenapa gak ada yang bela gue satu-pun?!" pekik Cecillia.

Cecillia menatap keempat temannya dengan tatapan sendu, percuma ia masih berada disini, berdiri meminta pembelaan, menangisi nasib yang menimpanya. Ia akan selalu disalahkan, ia akan selalu dituduh, diam di tempat ini bersama mereka hanya akan memperburuk semuanya.

Cecillia menatap Samuel dengan lekat, "Kalau lo kecewa sama gue, gue lebih kecewa sama lo Sam!" ucapnya, kemudian pergi keluar apartemen.

Leanna memegang kepalanya, mengapa semua ini terjadi begitu cepat? Ia sedikit menyesal karena telah menuduh Cecillia secara tiba-tiba. Leanna sangatlah dendam dengan pelaku yang menerror bahkan menculik dirinya, bagaimana ia tidak emosi ketika mengetahui bahwa benda yang menerrornya ada di kamar Cecillia.

"Ini semua salah gue," lirih Leanna.

Kata itu akan selalu keluar ketika sebuah masalah menimpa gadis itu. Ia akan selalu menyalahkan dirinya sendiri membuat orang yang mendengarnya merasa kesal.

Alka menghampiri Leanna berusaha menenangkannya, "Bukan salah kamu, Lea. Kamu gak salah."

Samuel menendang kertas lusuh itu dengan penuh emosi, "Harusnya kita selesaikan dengan kepala dingin! Jangan asal tuduh!"

"Lo langsung menilai bahwa Cecill pelakunya tanpa ada bukti lain yang lebih akurat!"

"Dari dulu lo selalu memulai masalah, Leanna. Lalu berakhir menyalahkan diri sendiri," lanjut Samuel dengan penuh emosi.

Alka menatap Samuel dengan tajam, "Jaga ucapan lo, Sam. Bukan Leanna yang memulai."

"Iya, pacar lo akan selalu lo bela. Apapun kesalahannya. Karena menurut lo, Lea selalu benar," balas Samuel.

Alka terkekeh sinis, "Terus, kenapa lo gak bela pacar lo juga?"

Samuel terdiam beberapa detik, "Setidaknya gue gak pernah selingkuh!" balas Samuel berhasil membuat Alka emosi.

Bagas menatap mereka berdua dengan tajam, hanya Bagas yang selalu berhasil mengontrol emosi, dan hanya Bagas yang selalu menghentikan perkelahian diantara mereka.

"Mau berantem? Perlu gue kasih pistol satu per-satu?" tanya Bagas.

Bagas menarik kedua temannya, kemudian merangkulnya dengan kasar. "Kalian bukan anak kecil lagi, hal sepele aja jadi perdebatan."

"Masalah kalau dihadapi dengan emosi itu gak akan kelar. Coba kita diskusikan dengan kepala dingin, mencari solusi bersama."

"Gimana kalau semua ini justru jebakan?"

●○●

Langkah seorang pria bertubuh kekar berhenti di depan sekumpulan orang-orang yang sedang menikmati minuman keras diiringi musik yang mengisi keheningan ruangan kumuh terbengkalai.

Aroma obat-obatan tercium menyengat di ruangan tersebut. Bukan, bukan yang mereka nikmati. Mereka justru menjual obat-obatan terlarang secara diam-diam tanpa diketahui orang lain. Bukan hanya itu, mereka juga menjual manusia untuk dinikmati.

[Revenge] Confidential 2 (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang