Sedih (Ep. 33)

19 2 0
                                    

"Mit?"

"HEI, MITA LAQUITTA CARRISSA!"

"HELLO! MITA LAQUITTA CARRISSA ANAKNYA BAPAK CAHYA!" Kesal Sasa yang ucapannya tidak disauti Mita.

"Ah, iya Ada apa? Maaf, tadi aku tidak fokus," ucap Mita.

"Sudah banyak yang masuk ke dalam aula. Ayo kita kesana, siapa tahu gue ketemu cinta pertama gue lagi," ajak Sasa bersemangat.

"Tunggu sebentar," pinta Mita.

Mita merapihkan kerudungnya, lalu bangkit dari duduknya. Ia berjalan di belakang Sasa, melihat ke sekelilingnya. Sekolah yang penuh kenangan di setiap sudutnya. Mita sangat merindukan masa-masa itu, tapi.... tidak juga.

...

"Mah.... I...ini Mita, tolong jawab Mita," tangis Mita yang diikuti oleh Arka.

"MITA?! SIAPA MITA?! AKU TIDAK KENAL MITA! AKU TIDAK PUNYA SIAPA-SIAPA LAGI! SEMUANYA MENGKHIANATIKU! SEMUANYA SAMA SAJA. Kalian hanya datang disaat kalian butuh. Kalian tidak mengerti apa yang ku rasakan. Bukankah lebih baik aku tiada saja?" Teriak Tika yang terus-terusan menjambak rambutnya.

"Maah, apa maksud mama... Mama gak boleh ngomong kayak gitu...." tangis Mita yang masih setengah tidak percaya.

"HEH ANAK B***S*T! PERGI KAU! JANGAN KAU TAMPAKKAN LAGI WAJAHMU DI HADAPANKU. AKU SUDAH MUAK! Huuuuu. Aa...aku... benci... kamu," Teriak Tika dengan perkataan yang tidak biasanya ia katakan.

Sosok Tika yang baru Mita lihat membuatnya sangat syok. Mita berlari keluar sambil menggendong adiknya. Mita berlari ke kamarnya, lalu menguncinya rapat-rapat. Ditaruhnya dengan hati-hati adiknya di kasurnya. Mita mengambil handphonenya. Tulisan di sana tidak terlihat jelas karena air mata yang terus keluar dari matanya. Tangannya bergetar dengan hebat. Untuk menekan saja tidak bisa, jarinya tak terkontrol, layar handphonenya tidak bisa merespon karena adanya air mata yang menggenang disana.

Mita sangat ketakutan. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini hanya mimpi. Tapi situasi ini terlalu nyata untuk jadi mimpi. Namun kejadian tadi terlalu tiba-tiba dan aneh untuk jadi kenyataan.

...

Alumni SMA Harapan Bangsa I angkatan 27 sudah berkumpul di aula. Wajah-wajah yang sangat tidak asing, namun terlihat lebih terawat dibanding tahun lalu. Mita dan Sasa duduk bersampingan.

Mita mengeluarkan handphone dari tasnya. Tidak ada notif apapun. Mita pun kembali memasukkan handphonenya.

"Wiiih handphone baru tuh," canda Sasa.

"Baru apanya. Ini sudah dari SMP kok, tapi memang jarang aku bawa," jawab Mita.

"Aneh lo ya. Orang-orang mah kemana-mana selalu bawa handphone. Pantesan chat gue dibalesnya lama banget. Orang kayak lo harus ditaro di museum nih, langka," canda Sasa.

"Aneh-aneh aja kamu ini," ucap Mita tertawa kecil mendengar ucapan Sasa.

...

Mita terbangun dari tidurnya. Dilihatnya jam dinding yang menujukkan pukul 05.00.

"Jam lima? Masih pagi ya? Tadi itu... mimpi?" Ucap Mita yang masih diambang kesadaran.

Dilihatnya Arka yang tertidur lelap di sampingnya, serta handphone yang berada tidak jauh darinya.

"Arka? Kok ada disini? Jadi...." Mita tetkejut.

Mita bergegas membuka jendela. Matahari bersinar terang, hari masih sore. Ya, sekarang pukul 05.00 PM.

"APA?! Jadi.... semua itu nyata...." tangis Mita kembali timbul.

Kenyataan tetaplah kenyataan. Itulah yang ada di benak Mita. Dilihatnya lagi wajah lugu Arka, kemudian ia pergi ke kamar mandi yang ada di kamarnya. Ia mengambil air wudhu, dan melaksanakan sholat, serta meminta petunjuk kepada Yang Maha Kuasa.

Setelah itu, diambilnya handphonenya dengan keadaan yang sudah sedikit tenang. Ia menelpon Cahya, Ayahnya. "Berdering...." hanya itu yang tertulis disana. Mita menelpon Cahya sebanyak 58 kali, namun tak kunjung diangkat. Mita kembali bersedih lagi, bingung ingin minta pertolongan kepada siapa.

"Siapa yang harus ku hubungi.... Cla... Clara. Ya, Bunda Ratna," gumam Mita.

Mita menelpon Clara. Baru sekali ia menekan tombol telepon, Clara langsung menjawabnya.

"Ya? Ada apa Mit? Tumben banget nelpon," Tanya Clara santai.

"Bunda... A..ada bunda ga disana? A..aku mau ngomong sama bunda," ucap Mita lemas, hampir tak terdengar.

"Ok, t..tunggu sebentar ya Mita. Ini handphonenya mau aku kasih bunda," jawab Clara segera, yang sebenarnya khawatir dengan kondisi Mita

Clara berlari menghampiri Ratna, lalu memberikan handphonenya. Ia tetap berdiri di samping Bundanya, karena ia sangat khawatir dengan Mita.

"Mita sayang, ada apa?" Tanya Ratna lembut.

"Tolong Mitaaa..." pinta Mita dibarengi tangisan.

...

"Maaf, ini Mita kan ya? Mita Laquitta Carrissa?" Tanya seorang laki-laki yang duduk di samping Mita.

"Iya, benar. Maaf, siapa ya? Ingatan saya gak begitu bagus dalam mengingat wajah orang," jawab Mita yang benar-benar tidak mengenal orang di sampingnya.

"Gue Alfizan. Daeshim Alfizan. Baru satu tahun gak ketemu, masa lupa. Kelas kita kan sebelahan, SMP kita juga bareng," ucap Alfizan dengan wajah sedikit murung.

"Al..Alfizan..." ucap Mita yang teringat kenangan kelamnya di masa SMP.

Tangan kanan Mita memegang pelipisnya. Kepalanya sakit karena kenangan itu terus timbul.

"Mit, lo kenapa? Kalo gak ingat gak usah dipaksain. It's ok," ucap Alfizan.

Mita menggelengkan kepalanya lalu berkata, "Bukan. A..aku ingat."

"Lo lagi sakit? Muka lo pucat banget," tanya Alfizan khawatir.

Sasa yang tadinya tidak mau ikut campur dengan pembicaraan mereka, langsung menengok ke arah Mita. Terlihat sekali bahwa Mita sedang sakit. Padahal tadi dia terlihat sehat saja.

"Mit? Tadi lo gak kayak gini, kenapa? Gue belikan minum dulu..." ucap Sasa khawatir.

Mita menarik tangan Sasa dan berkata, "Nggak Sa. Aku mau keluar sebentar."

Mita berjalan dengan sempoyongan, melewati beberapa baris kursi.

"Mit, lo mau kemana?" Tanya Sasa yang mengikuti Mita karena khawatir.

Bersambung...

.

.

.

.

Thanks for reading 😊.

Jangan lupa beri bintang dan bagikan cerita ini ya~

Satu bintang/ suara dari kalian itu sangat berarti bagiku, terima kasih💖

My Prestasi✨ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang