Dingin. Suasananya maupun keadaannya. Tak ada yang bicara. Semuanya termenung dan berdoa mengharapkan yang terbaik. Aku pun juga begitu. Ku lihat wajah mereka satu-persatu. Pasrah. Itulah kata yang dapat ku simpulkan dari wajah mereka. Mereka yang duduk berdekatan denganku di ruangan dingin ini. Ku lepas sandalku untuk merasakan dinginnya lantai ruangan ini. Namun aku segera mengangkatnya ke atas kursi, karena dinginnya ruangan ditambah suasananya.
Seseorang berpakaian putih bak dokter keluar dari ruangan yang kami tunggu. Mereka yang tadinya pasrah, mendadak berdiri dan mencoba berpikir positif. Orang tersebut membuka maskernya dan menjelaskan kondisi dari orang yang kami tunggu-tunggu. Sebut saja ia dokter.
Dengan wajah pasrah, dokter berbicara kepada tante Tira, "Maaf bu, anak ibu yang bernama Xabella Syifa Ananda telah meninggal dunia."
"Dok, saya mau lihat anak saya," ucap Tante Tira.
Dokter mempersilahkannya untuk masuk ke dalam ruangan, tapi tidak dengan kami. Wajah tante Tira terlihat pucat. Aku masih mencerna kata-kata yang diucapkan dokter tadi. Aku masih terlalu syok untuk kejadian di hari ini.
Shella dengan air mata yang bercucuran memelukku yang masih syok. Alfizan pun mengusap bahuku. Tanganku tak berhenti bergetar. Ingin ku menangis, tapi rasa sedihku ini sudah terlalu akut. Air mata tak kunjung keluar dari mataku, tapi ulu hatiku semakin sakit. Ingin aku berteriak, tapi disini bukanlah tempat yang tepat.
~Alin
..."Berita duka cita
Pukul 12.27, salah satu teman kita yang bernama Xabella Syifa Ananda telah beristirahat di peristirahatan terakhirnya. Mari kita do'a-kan agar ia dapat tenang dan diterima di sisi-Nya. Dan bagi yang ingin menyelawat/ berbela sungkawa dapat datang ke rumahnya sekarang, karena mayatnya akan dimakamkan pada sore hari ini," tulis Lia di grup chat kelas VIII D.
Clara membaca pesan tersebut dan langsung menutup mulutnya. Dia tak percaya, dan mencoba menahan tangis karena di depannya terdapat orang tuanya. Tapi tak bisa, tangisnya justru meledak dan membuat bunda dan ayahnya bertanya-tanya.
"Bundaaaa," Clara menangis tersedu-sedu sambil memeluk bunda Ratna.
"Ada apa? Apa yang membuatmu menangis seperti ini?" Bunda Ratna khawatir.
Clara menyodorkan handphonenya kepada bunda Ratna agar ia tahu. Bunda Ratna terkejut melihat berita itu. Dan dari sana ia tahu bahwa orang yang telah meninggal itu adalah teman dekat anaknya.
Sementara Mita tidak tahu akan berita itu. Dia tidak mengecek handphonenya sejak tadi. Dan Mita sedang bercerita tentang kejadian hari ini kepada mamanya.
"Mah, aku senang sekali bisa punya teman kayak mereka. Mereka itu solid banget. Ya, Syifa masuk rumah sakit, dan sekarang sedang dirawat. Aku juga tidak tahu penyebabnya. Aku harap dia kembali sehat dan ceria seperti waktu itu," curhat Mita.
"Aamiin. Sekarang bagaimana kabarnya?" Tanya mama Mita.
"Tadi teman-temanku menjenguknya, aku coba cek handphone dulu ya mah. Siapa tahu Syifa sudah sehat," ucap Mita.
Mita melihat banyak notifikasi yang masuk ke handphone nya. Hingga ia harus membaca satu-persatu.
Handphone Mita terjatuh. Wajahnya berubah menjadi pucat dalam seketika.
"Innalilahi wa innailaihi raji'un," ucap Mita hampir tak terdengar.
Mita terus menggigiti jarinya, dan meminta izin kepada mamanya untuk pergi ke rumah temannya.
...
"Claraa!" Panggil Mita dengan napas terengah-engah.
Bunda Ratna dan Ayah Faiz yang sedang berada di ruang tamu menatap seseorang yang masuk ke dalam rumahnya begitu saja. Bunda Ratna langsung menghampiri Mita dan merangkulnya. Dia mengajak Mita ke kamar Clara sambil mengelus-elus bahu sebelah kanan Mita, seolah-olah tahu apa yang Mita rasakan.
"Tok, tok, tok!" Bunda Ratna mengetuk pintu kamar Clara yang dikunci.
Clara membuka pintu kamarnya dengan perlahan. Matanya sembab, rambutnya berantakan, dan wajahnya pucat. Clara menarik tangan Mita untuk diajaknya masuk. Raut wajah bunda Ratna menjadi khawatir. Ia khawatir anaknya akan sakit jika terus memikirkan temannya itu.
"Kamu gak apa-apa kan sayang? Bersedih boleh, tapi jangan terlalu larut. Itu bisa merugikan dirimu sendiri bahkan orang sekitar kamu," bunda Ratna mengelus-elus rambut Clara yang berantakan.
Clara mengangguk dan segera menutup pintunya. Clara duduk di ranjangnya dan menghela napas panjang. Mita masih berdiri mematung sambil menggigiti jarinya.
"Ra, ayo kita ke rumah Syifa. Aku mau lihat dia untuk terakhir kalinya," ajak Mita.
"Emm, maksudku almarhumah Syifa," sambung Mita.
Tangis Clara kembali pecah ketika mengingat kenyataan bahwa Syifa telah meninggal.
"Andai saja tadi aku ikut menjenguk Syifa, pasti aku bisa ngobrol atau setidaknya melihat dia ketika jantungnya masih berdetak," ucap Clara dengan air mata yang bercucuran.
Mita hanya bisa terdiam. Dia juga setuju dengan apa yang Clara ucapkan. Mereka terus berandai-andai dan menyalahkan diri sendiri.
...
Clara, Mita, Alin, Shella, dan Alfizan duduk di kursi yang telah disediakan. Tidak ada yang bicara. Mereka larut dalam kesedihannya masing-masing. Tapi tiba-tiba Clara berkata, " ini gara-gara aku. Andai saja aku mengabari kalian lebih cepat kalau aku tidak dapat menjenguknya, pasti kalian bisa melihat Syifa dalam keadaan hidup."
"Nggak ra, ini salah gue. Andai saja gue gak menelponnya ketika dia sedang di jalan. Pasti dia tidak akan dicopet dan mengalami kecelakaan. Ukh, aku merasa bersalah sekali," sangkal Alin.
"Kalian ini gak boleh saling salah-salahan. Syifa jadi kayak begini tuh karena takdir. Udah takdirnya dia buat pergi dari dunia ini. Bukan karena kalian. Kalaupun Alin tidak menelponnya, hari ini pasti Syifa akan tiada juga. Ini takdir yang gak bisa kita hindari," jelas Alfizan.
Mereka mengangguk dan merasa ucapan Alfizan tak ada salahnya.
.
.
.
.
Thanks for reading 😊.
Jangan lupa beri bintang dan bagikan cerita ini ya~
Satu bintang/ vote dari kalian itu sangat berarti bagiku, terima kasih✨
KAMU SEDANG MEMBACA
My Prestasi✨ [TAMAT]
Teen FictionMita Laquitta Carrissa, seorang siswi dari SMP Citra Bangsa yang mempunyai 5 orang sahabat. Awalnya, ini terlihat seperti sahabat pada umumnya. Tapi.... dibalik itu mereka semua mempunyai masalahnya tersendiri. Dan Mita adalah satu-satunya orang yan...