"Tolong Mitaaa..." pinta Mita dibarengi tangisan.
Namun suara Mita sangat kecil sekali, ia tidak mau sampai Tika mendengar suaranya. Bahkan Mita menelpon Clara sambil menggunakan earphone.
"Ada apa sayang? Apa yang bisa bunda bantu? Siapa yang bikin kamu nangis? Bilang sama bunda. Kamu lagi dimana? Bunda mau kesana," ucap Ratna yang membuat hati Mita tenang.
"A..aku a..ada di rumah, tapi.... disini sangat kacau. Mama.... Dia.... Tolong aku bunda. Aku gak bisa terus di sini," ucap Mita memohon.
"Coba kamu jelaskan pelan-pelan ke bunda ya. Jelaskan sedikit saja, bunda akan kesana," ucap Ratna.
Mita menceritakan semua kejadian yang ia alami. Dan setelah 10 menit, terdengar pintu kamar yang diketuk. Mita bergidik ketakutan. Lalu terdengar suara Ratna.
Mita berkata, "Bunda? Ini bunda?"
"Iya sayang, kamu gak perlu takut lagi. Ini Bunda Ratna. Kamu bisa buka pintunya," ucap Bunda Ratna lembut, menenangkan hati.
Mita membuka pintu, lalu diikuti dengan pelukan hangat dari bunda Ratna.
Tika dibawa ke rumah sakit jiwa, dan Cahya tidak terlihat bahkan batang hidungnya. Mita tinggal di rumah Clara. Ia meminta kepada siapa saja yang mengetahui kejadian itu untuk merahasiakannya. Hingga Clara pun harus menutup mulut rapat-rapat jika ada yang menanyakan kejadian itu. Sejak kejadian itu, Mita cuti sekolah selama 1 minggu untuk menghilangkan traumanya. Ia sering datang ke psikiater, ditemani oleh keluarga Clara tentunya. Dan bagian tersulit yang harus ia hadapi adalah ketika masuk sekolah.
...
Mita keluar dari area sekolah, padahal acaranya akan dimulai lima menit lagi. Ia menuju ke tempat parkir. Dengan tergesa-gesa, Mita merogoh tangannya ke dashboard mobil. Diambilnya obat penenang yang selalu ia taruh di mobil. Biasanya ia juga membawanya di tas, namun sudah cukup lama serangan paniknya tidak timbul, jadi tak dibawanya lagi.
Dengan lemas, Mita bersandar di bangku depan mobil. Sasa mengetuk-ngetuk kaca mobil dengan cepat, khawatir dengan Mita yang sudah terkulai lemah.
Mita membukakan pintu. Sasa memegang tangan Mita yang sedikit gemetar, lalu mengecek suhunya dengan menempelkan punggung tangan di dahi Mita.
"Lo sakit? Ayo kita ke klinik! Atau mau pulang saja? Gue bisa nyetir kok," tanya Sasa panik.
"Nggak Sa, terima kasih. Acaranya udah mau mulai, ayo kita kesana," jawab Mita pelan.
"Itu ga penting. Lo yang lebih penting. Gue udah berteman sama lo selama 3 tahun, tapi gue ga pernah tahu tentang lo. Lo selalu tertutup. Ok, tertutup memang boleh, tetapi ada kalanya untuk berbagi. Gue gak tahu apa yang lo suka, yang lo ga suka, rumah lo, masalah lo, bahkan disaat seperti ini gue gak tahu harus ngapain. Selama ini gue diam karena menghargai lo. Menghargai keputusan lo. Tapi sekarang, gue mau memberontak," ucap Sasa serius.
Sasa duduk di bangku setir, meminta kuncinya pada Mita, dan menjalankan mobilnya.
"Sa...." Panggil Mita.
"Apa? Lo mau balik lagi?" Jawab Sasa.
"Nggak. Ini.... kita mau kemana?" Tanya Mita.
Sasa menepuk jidatnya dan berkata, "Gue juga gak tahu Miit. Lo sih diam aja."
"Sa, maaf aku gak kasih tahu kamu semua yang aku alami. Aku cuma butuh ruang. Walaupun aku juga butuh tempat bersandar."
"Tunjukin gue rumah lo."
"Ke rumah kamu aja."
"Mit, gue janji akan nyuri apapun dari rumah lo."
"Bukan itu maksudku!"
Sasa yang melihat ekspresi Mita pun melanjutkan candaannya, "Kalo lo gak ngizinin gue ke rumah lo, berarti sama aja lo su'udzan sama gue."
"Saa!"
"Miit!"
"Ok, belok kanan di perempatan," jawab Mita pasrah.
"Nahh gitu dong. Asiiik, akhirnya gue ke rumah Mita yang penuh misteri iniii," canda Sasa.
"Biasa aja Sa."
Mereka kembali ke kehidupannya masing-masing, dengan permasalahan yang berbeda-beda. Dan tanpa disadari mereka, keenam sahabat itu melupakan satu sama lain. Bukan disengaja, namun tidak disengaja. Waktu lah yang memisahkan.
Pada akhirnya, teman hanyalah teman. Sahabat hanyalah sahabat. Bahkan orang yang kita sayangi hanyalah sebatas "orang lain". Hidup itu sendiri. Dan mereka adalah pelengkapnya. Bagaikan padang rumput dan tanaman. Mereka adalah tanamannya. Akan ada yang datang dan juga pergi. Tak masalah tanaman apa yang ada di padang rumput. Namun tanaman tersebut juga mempengaruhi indah atau tidaknya padang rumput itu.
~ Fin ~
Terima kasih buat kalian yang udah baca sampai akhir. Ceritanya memang sedikit melenceng (lumayan banyak juga sii sebenarnya), dengan alur yang sudah kubuat. Aku juga jarang meng-upload, dikarenakan sedang sibuk sekolah online dan juga ada banyak kegiatan yang harus kulakukan.
Aku benar-benar ga nyangka akan ada sebanyak ini yang baca ceritaku (walaupun aku tak yakin semuanya membaca sampai akhir). Ku kira tidak akan ada yang membacanya sampai aku dewasa. Oh iya, cerita ini sudah ku buat dari kelas 8 (kalau tidak salah). Dan aku sudah melakukan banyak revisi untuk ini (namun tetap saja masih banyak kekurangan).
Cerita ini terpaksa aku "tamat-kan" karena aku sudah mulai fokus belajar. Sekarang aku duduk di bangku SMA kelas 11, dan semuanya harus ku persiapkan dari sekarang (doa-kan aku agar bisa tetap konsisten dalam belajar >|_|<). Tolong maafkan aku jika ada perkataan yang tidak mengenakkan hati kalian. Aku tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun di dalam ceita ini.
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Prestasi✨ [TAMAT]
Teen FictionMita Laquitta Carrissa, seorang siswi dari SMP Citra Bangsa yang mempunyai 5 orang sahabat. Awalnya, ini terlihat seperti sahabat pada umumnya. Tapi.... dibalik itu mereka semua mempunyai masalahnya tersendiri. Dan Mita adalah satu-satunya orang yan...