Hening. Alfizan sangat tidak menyukai keheningan. Rasanya seperti ada yang aneh. Seperti berada di luar angkasa.
"DORR!!!" Ucap Shella mengagetkan Alfizan.
"Ada apa Shell?" Tanya Alfizan santai.
"Lah, lo kok ga kaget? Gak asik ih," canda Shella.
"Hhh, justru gue lagi nungguin orang manggil gue," Alfizan menghela napas.
"Iya dah iya. Lagian lo ngapain di kelas sendirian? Bukannya ke kantin," kritik Shella.
"Ck, gue tuh lagi pusing. Xavier sama Clara ga akur-akur. Gue kan jadi bingung mau belain siapa," keluh Alfizan.
"Lah, lo ga liat? Itu Xavier udah ikut nimbrung sama kita. Clara juga udah asik-asik aja ngobrol sama dia. Lo sih kudet," jelas Shella.
"KENAPA LO GA BILANG DARI TADI?!" Teriak Alfizan yang langsung meninggalkan Shella.
Ya, Clara dan Xavier sudah berbaikan. Setelah kejadian kemarin, sebelum pulang sekolah Xavier kembali berbicara kepada Clara. Dia berbicara apa adanya, tanpa ada yang ditutup-tutupi. Clara pun sadar, bahwa yang menyebarkan rahasianya itu bukanlah Xavier, melainkan orang yang menemukan diarynya. Xavier meninggalkan diary milik Clara di kolong mejanya. Dia tak menyangka akan ada orang yang membacanya. Xavier meminta maaf karena kecerobohannya, dan Clara juga meminta maaf karena telah menyalahkannya. Mau bagaimanapun, itu hanyalah masa lalu yang tidak bisa diubah. Akhirnya, kesalahpahaman ini berakhir juga.
Xavier melambaikan tangannya dan memanggil Alfizan dengan wajah ceria. Alfizan yang melihatnya pun sedikit terkejut. Secara otomatis, Alfizan ikut tersenyum dan menghampiri mereka.
Sekarang anggota mereka bertambah satu. Alfizan merasa senang, begitu juga dengan yang lain. Kini kursi kosong di meja mereka kembali terisi. Ada perasaan sedih, namun juga bahagia. Karena setiap ada yang pergi, pasti akan ada pula yang datang.
"Lin, lo nangis?" Celetuk Alfizan yang tak sengaja melihat mata Alin dengan sekuat tenaga membendung air mata.
Tangis Alin pun pecah. Ia menutupi mukanya dengan kedua telapak tangannya. Di sela tangisnya ia berbicara sesuatu, tapi tidak ada yang mendengarnya dengan jelas. Karena cara bicaranya yang terpotong-potong dengan suara tangisan. Sontak anak-anak di kantin melihat ke arah Alin.
Mita yang berada di samping Alin langsung memeluknya dan menempelkan jari telunjuknya di bibirnya (memberi isyarat kepada temannya untuk diam). Dielus-elusnya punggung Alin. Alin terlihat sangat sedih. Ia menangis hingga sesenggukan.
Alin melepaskan tangan Mita yang sedari tadi merangkulnya. Dan terdiam selama 15 detik.
"Maaf Lin, gue salah sudah bicara seperti itu," sesal Alfizan.
"Santuy aja Zan. Lagian ini bukan salah lo. Gue justru berterima kasih karena dari tadi gue udah ga kuat nahan tangis. Tadinya gue udah mau pergi, tapi udah keburu lo ngomong begitu. Gue kangen aja sama Syifa. Gue tahu, Syifa itu udah beda alam sama kita. Tapi terkadang gue rindu sama kelakuan dia. Gue sama dia itu udah kayak kupu-kupu sama bunga, saling melengkapi. AWAS AJA KALO ADA YANG BILANG GUE LESBI!" Jelas Alin.
Shella yang baru saja ingin men-cie-cie-kan Alin langsung terdiam.
"Gue ga tahu Syifa itu yang mana dan bagaimana. Tapi kalau mendengar cerita dari kalian, sepertinya dia orang yang memorable banget," ucap Xavier terus terang.
"Sangat amat sulit buat dilupain Vier!" Jawab Clara dengan penekanan di setiap katanya.
Sejenak mereka tenggelan dalam pikirannya masing-masing. Dan tak lama Alin memecahkan keheningan itu.
"Oih iya, adik kamu bagaimana Mit? Cewek or cowok? Gue kok belum nengokin sih? Kan udah lama. Parah banget ya gue. Yang lain udah?" Tanya Alin.
"Gue udah," jawab Clara.
Sedangkan Xavier, Shella, dan Alfizan menggelengkan kepala mereka.
"Boleh kan pulang sekolah kita ke rumah kamu Mit?" Pinta Alin.
"Boleh dong. Pintu rumahku selalu terbuka untuk kalian," jawab Mita.
....
Sepulang sekolah di rumah Mita.
"Assalamu'alaikum mah," ucap Mita yang diiringi dengan teman-temannya.
Mita mempersilahkan teman-temannya untuk duduk di ruang tamu, sementara Mita memanggil mamanya yang berada di kamar.
"Wew, rumah Mita gede juga ya. Gue baru pertama kali ke sini," ucap Alin norak.
"Ya iyalah. Kalian semua ini baru pertama kali kesini, kecuali gue," canda Clara.
"Yang udah puluhan kali kesini mah beda ya," balas Shella.
Mita menggendong adiknya dan membawanya ke ruang tamu.
"Iih ucul banget kayak aku," canda Shella.
"Yeeeuu," jawab mereka serentak.
"Cewek apa cowok Mit?" Tanya Alin.
"Laki-laki," jawab Mita.
"Wah, pas dong jadi cewek cowok," ucap Alin.
Tak lama mama Mita menghampiri mereka sambil membawa kasur kecil dan botol/ dot berisi ASI.
Mereka berbicang-bincang dengan mama Mita. Rasanya seperti teman sendiri.
"Kalian sudah izin sama orang tua kalian?" Tanya mama Mita Khawatir.
"Udah tante, tadi kan kita pulang dulu sebelum ke sini," jawab Alin mewakilkan yang lain.
"Alhamdulillah kalau begitu," jawab mama Mita lega.
"Nama adik bayinya siapa tante?" Tanya Alfizan penasaran.
"Arka Arzena Alenglaa, panggil aja Arka," jawab mama Mita dengan senyuman.
"Bagus banget tante namanya," puji Alfizan.
Mama Mita tersenyum, namun seperti ada yang aneh dengan raut wajahnya. Tidak seperti biasanya. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Mita pun menyadarinya, sedari tadi ia menatap wajah mamanya dan sesekali menghadap ke bawah.
Bersambung...
.
.
.
.
Thanks for reading 😊.
Jangan lupa beri bintang dan bagikan cerita ini ya~
Satu bintang/ suara dari kalian itu sangat berarti bagiku, terima kasih💖
KAMU SEDANG MEMBACA
My Prestasi✨ [TAMAT]
Teen FictionMita Laquitta Carrissa, seorang siswi dari SMP Citra Bangsa yang mempunyai 5 orang sahabat. Awalnya, ini terlihat seperti sahabat pada umumnya. Tapi.... dibalik itu mereka semua mempunyai masalahnya tersendiri. Dan Mita adalah satu-satunya orang yan...