8. Ceritanya Ngedate

742 80 7
                                    

Flashback.

"Yah angkotnya cuma bisa diisi satu lagi Ran, gimana ini?" tanya Dinda.

"Ya udah kamu duluan. Daripada kamu dimarahin sama ayah ibumu."

"Beneran kamu gak papa. Udah setengah lima ini."

"Iya beneran. Udah sana. Angkotnya udah nunggu."

"Ya udah. Duluan ya Rana."

"Iya. Hati-hati ya Din."

Aku melambaikan tanganku pada Dinda. Tumben angkot sepi. Masa jalan kaki ini? Ya sudahlah. Aku jalan menunduk hingga sudah berada di depan gedung SMAN 2 Purwokerto. Entahlah walau mutu SMAN 1 Purwokerto juga bagus setara dengan SMADA namun aku ingin sekali sekolah di SMADA. Sekolah ini sering kulewati karena aku bersekolah di SMPN 6 yang letaknya di wilayah Sokanegara juga.

Aku melanjutkan jalanku dengan menunduk. Memang kebiasaanku kalau jalan itu nunduk hingga hampir saja aku tertabrak sepeda. Untung si penunggang sepeda langsung ngerem kalau tidak? Aku gak bisa membayangkan cedera apa yang aku alami.

"Maaf Mas. Maaf banget."

"Jangan melamun!" ucap suara dingin.

"I-iya ma-maaf," ucapku terbata.

"Minggir! Jangan kelayaban, pulang sana!"

"I-iya."

Huft ya ampun mas, cakep sih. Mukanya blasteran gitu tapi kok dingin banget sih. Galak lagi. Aku masih menatap si cowok dingin.

Si cowok blasteran berhenti mengayuh sepedanya karena gangguan cewek cantik yang sepertinya minta dianterin sama dia. Ah. Ngapain juga aku kepo. Paling ya masnya mau nganterin, orang cewek cantik kayak gitu masa ditolak.

Daripada aku kepo mending aku menunggu angkot. Tapi hampir lima belas menit aku menunggu ternyata angkotnya belum juga datang hingga suara deru motor membuatku terlonjak kaget. Ternyata si mbaknya ikut cowok lain yang memakai motor Ninja. Astaga.

Deg.

Tatapanku bertubrukan dengan mata tajam si empunya. Mata tajam nan menawan dengan iris mata yang berwarna cokelat terang. Aku menampilkan senyum manis walau pasti gak ngaruh sama si muka dingin. Orang cewek yang sempurna rupanya kayak tadi aja ditolak apalagi seorang Rana yang biasa aja.

"Kamu ngapain belum pulang?" tanyanya dingin.

"Nunggu angkot, Mas," jawabku jujur.

"Gak di jemput emangnya?"

"Enggak."

"Orang tuamu kemana?"

"Kerja Mas, jam segini lagi buka warung Lamongan."

"Ck. Dimana rumah kamu?"

"Jalan Mardikenya Mas."

"Cepat naik."

"Hah?" Aku nampak syok, serius dia nawarin aku.

"Cepetan! Ntar keburu malam."

"Oh ... i-iya Mas. Makasih."

Daripada aku gak bisa pulang dan disuruh jalan kaki mending aku nebeng mas blasteran ini. Walau dingin macam kulkas tapi ganteng, baik lagi. Hihihi.

Sepanjang jalan aku berusaha menahan deburan jantungku. Bahkan beberapa kali aku kaget dan refleks memeluknya saat dia mengerem.

"Pegang bajuku. Gak usah peluk-peluk!"

"Iya Mas. Maaf."

Akhirnya aku berusaha menjaga tubuhku agar tak kaget saat dia harus mengerem secara mendadak, aku memegangi bajunya dan sesekali mencuri pandang punggung si Kulkas. Entah kenapa punggung itu begitu menggoda, kayaknya enak buat sandaran.

Aku tak pernah pergi dengan teman lelaki manapun, jadi gak tahu apa itu pacaran dan apa itu ngedate. Jadi aku menganggap kali ini adalah acara ngedateku untuk pertama kalinya dan mungkin terakhir kalinya.

 Jadi aku menganggap kali ini adalah acara ngedateku untuk pertama kalinya dan mungkin terakhir kalinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Flashback end.

"Jangan senyum-senyum sendiri. Ntar dikira gila."

Sial kenapa kulkas tahu kalau aku lagi senyum karena mengenang acara ngedateku pas jaman SMP.

"Terpesona ya sama aku."

"Ck. Pede."

"Iyalah pede. Orang aku ganteng."

"Hoek. Mana plastik ya. Pengen muntah rasanya."

"Hahaha. Ngaku aja kenapa?"

"Dih. Ngaku apaan?"

"Ngaku kalau kamu udah jatuh cinta sama calon suamimu ini."

"Calon suami dari mana? Orang belum dilamar juga, lagian belum pernah ngedate juga," sewotku.

"Lupa ya, mamahku udah beberapa kali melamar kamu buat jadi istriku dan aku juga udah melamar kamu. Sebulan lagi kan kita nikah."

"Ck. Pede. Gak ada ya. Ogah nikah sama kulkas kayak kamu."

"Ck. Kita lihat saja."

"Dasar cowok gak romantis."

"Emang."

Hening. Dia sibuk mengayuh sepeda, aku sibuk mengumpat dalam hati. Akhirnya kita sampai di parkiran gedung tempat acara lomba. Lumayan satu jam muter-muter jadi gak boring.

"Za ...."

"Iya."

"Terima kasih."

"Untuk?"

"Jalan-jalan hari ini. Itu acara ngedate kita yang kedua."

Mataku melotot. Apa dia bilang? Acara ngedate yang kedua?

"Maksud kamu?"

"Aku balik dulu ada jam ngajar sebentar lagi."

"Hei ... tunggu dulu. Bisa kamu jelasin yang kamu omongkan ...."

"Dah Rana, assalamu'alaikum," ucapnya.

"Ta-di. Wa'alaikumsalam," jawabku.

Rana, aku bahkan sudah lupa dengan panggilan itu.

9. Mr. Kulkas Itu Suamiku (Novel Dan Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang