04 :: Nyaman

1K 198 21
                                    

--

Iris mataku menatap ke arah dua pemuda yang menciptakan suasana super canggung di tengah kafetaria. Siapa lagi kalau bukan Jaevan dan Nia? Sebenarnya Jaevan terlihat sangat santai sambil sesekali menyedot es americano-nya. Tapi Nia yang keliatan ketar-ketir. Aku gatau Jaevan udah ngomong apa aja ke Nia, tapi yang pasti kayak ada sesuatu di antara mereka.

"Widih, Jaevan ori nih?!" Tiba-tiba Haikal dan Rendi datang menghampiri meja kami.

Jaevan mengangguk singkat sambil tersenyum tipis. Mereka udah kenal satu sama lain karena aku yang ngenalin. Kalo bukan ya siapa lagi? Jaevan pernah nolak sih buat kenalan sama Haikal dan Rendi karena kelakuannya terlalu absurd. Pas lagi kerja kelompok dirumahku, Haikal gunain ipad buat tatakan popmie, sedangkan Rendi gatau cara gunain mesin kopi.

'Terlalu aneh.' Kalo kata Jaevan. Tapi itu dulu, sekarang mereka udah jauh lebih akrab bahkan Jaevan mau ngerekrut Haikal, dan Rendi kerja di perusahaannya setelah lulus.

"Udah lama, Jae? gila-gila makin ganteng aja. Tapi masih gantengan gua." Puji Haikal dengan kelakuan tengilnya membuat aku dan Nia nyaris muntah.

Rendi mendorong kepala Haikal sambil bilang. "Ew."

"Udah lumayan." Sahut Jaevan seadanya kemudian melirik arloji yang melingkar manis di pergelangan tangannya. "Mau pulang sekarang?" tanyanya padaku.

Aku mengangguk singkat. "Boleh deh." Iya sengaja soalnya kasian Nia, dia kayak keliatan ganyaman gitu ada Jaevan. Mungkin karena pergosipan kita kemarin kali ya? Yang bilang Jaevan selingkuh di belakangku. Hahaha...

Setelah berpamitan dengan mereka bertiga, aku sama Jaevan langsung melenggang pergi menuju parkiran kampus.

"Ngobrol apa aja sama Nia sampe kaku gitu?" tanyaku setelah kami sudah ada di dalam mobil.

Jaevan menyalakan mesin mobilnya tanpa menjawab pertanyaanku.

"Jae? ngomong apa aja sama Nia?" tanyaku lagi.

"Gada, gua cuma nanya ada yang jual americano apa engga. Udah." Katanya.

Hah? aku sedikit melongo. Terus kenapa muka Nia kayak di kejar-kejar setan gitu?
"Seriusan kan Jae?" aku meyakinkan lagi.

Jaevan mengangguk singkat sambil berdeham. "Hm." Sahutnya.

"Yaudah syukurlah."

"Rapat panitia ulang tahun sekolah?"

Aku menoleh menatap Jaevan. "Kok bisa tau?"

"Kata Nia."

"Loh katanya gak ngobrol apa-apa?" Ekspresiku sedikit kesal menatap Jaevan yang fokus pada jalan.

"Itu doang." Jaevan menyahut lagi.

"Bohong." Aku gapercaya sama omongan Jaevan kalo udah gini caranya. "Jangan-jangan lu ngomelin Nia karena perkara selingkuh sama kondom itu?"

Jaevan berdecak pelan. "Engga lah."

"Bohong."

"Serius, Na."

"Bohong."

"Serius sayang."

Kali ini aku diam menatap Jaevan yang juga menoleh ke arahku. Hm oke, aku gabisa deh ngadepin hal-hal kayak gini. Terlalu bikin gila.

Suasana hening seketika hingga pada akhirnya kami sampai di rumah.

"Udah makan, Jae?" Tanyaku seraya meletakkan tas dan juga barang-barangku ke atas meja belajar.

Jaevan menggeleng. "Gak laper." Jawabnya seraya melepas baju.

Gila! Aku langsung panik lari keluar kamar buat ngehindarin hal-hal yang seharusnya gak aku liat. Keliatan sih dikit papan gilesan yang ada di perut Jaevan, anggap aja itu rejeki.

(✓) TSUNDARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang