10 :: tanggal

824 153 12
                                    

--

"Na, lu beneran bunting?"

Aku udah gangerti, aku udah gapaham juga sama jalan pikiran Nia. Guna aku jelasin panjang lebar dari kemarin tuh apa ya kalo gamasuk ke otak dia? padahal mulut aku udah nyaris bergelembung cuma buat ngejelasin perkara hamil.

"Otak lu terbuat dari adonan cilok ya?" aku bertanya sedikit sewot menatap Nia.

Gadis itu menggeleng. "Otak gua terbuat dari kacang kedelai." Sahutnya membuatku semakin kesal.

Sekarang aku sama Nia duduk berdua di tengah kafetaria, cowok-cowok lagi pada beli kopi di café seberang kampus karena harganya jauh lebih murah. Gapapa, biarin Jaevan belajar jadi anak yang hemat kayak Haikal dan Rendi.

"Gua mau ponakan yang lucu, Na."

"Gua punya dosa apa sih bisa punya temen kayak lu?" aku kesel banget sekarang.

Nia ketawa. "Bukan dosa, tapi mujijat yang besar karen lu punya temen kayak gua."

"Sinting." Kedua mataku memporos sebal kemudian menyedot jus jeruk milikku.

Disuasana hati yang kesal, iris mataku menangkap Wony yang lagi jalan ke arahku dengan raut wajah marah. Kenapa lagi tuh cewek? Dan mau apalagi dia nemuin aku di kampus? Nganter nyawa kah?

PLAKKK!

Pipiku ditampar oleh Wony cukup keras hingga terasa sedikit pedih. Aku diam, sedangkan seisi kafetaria memekik kaget melihat perilaku kurang hajarnya.

"Maksud lu apa bikin kerjaan papa gua merosot!?" bentaknya dengan kelopak mata memanas menatapku.

Nia berdiri. "Maksud lu apa nampar temen gua?" tangannya mendorong tubuh Wony kasar.

Wony tidak mau kalah, dia mendorong Nia lebih kasar membuatku berdiri dan menahan tangannya. "Gausah nyentuh temen gua ya anjing." aku mengumpat kasar.

"Temen lu yang ngedorong gua duluan!"

"Lu yang nampar Yena duluan!!" Nia teriak lebih kencang hingga menggema keseisi kafetaria.

Sekarang aku jadi tontonan semua mahasiswa yang ada di area ini.

"Karena lu, saham perusahaan papa gua merosot sekarang!" Wony kembali membentakku.

Aku masih bingung dengan perkataannya. "Gara-gara gua?" aku terdiam kemudian teringat satu hal. "OH? Karena ribut sama gua di acara orang tua Jaevan ya?"

Wony mengangguk. "Iya, karena lu papa gua jadi di cap gabener!"

"Apaan sih, kenapa jadi lu yang marah ke gua? bukannya gua yang harusnya marah sama lu karena manfaatin papa lu demi dapetin Jaevan?"

Sengaja aku bicara sedikit keras agar semua orang tau.

"Gua emang suka sama kak Jaevan, tapi gua gak sebusuk itu."

"Drama anjing." Nia nyaut sambil berdecih jijik menatap Wony yang kini menangis.

Dari arah kejauhan, ada satu cowok lari nyamperin Wony. Dia Hyunjin, cowok populer dari fakultas hukum semester lima. "Apa-apaan nih?" Hyunjin menatapku dan Nia bergantian.

"Tanya aja ke dia." Aku melirik Wony sinis.

"Jangan main hakim sendiri lah, dia kan adik kelas lu. Jangan mentang-mentang kalian senior bisa seenaknya kayak gini." Hyunjin merangkul Wony.

Gasalah nih dia nyerocos tanpa tau apa titik permasalahannya? Aku lantas melangkah maju menarik kerah Hyunjin kasar. "Lu cowok apa cewek? Gausah ikut campur masalah orang lain kalo gatau apa-apa."

(✓) TSUNDARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang