11 :: APAAN?

809 154 20
                                        

--

"Tanggal lima bulan enam jam tujuh malam kita bakal nikah."

"UHUK!"

Aku tersedak makan malamku ketika Jaevan mengumumkan tanggal waktu pasti pernikahan kami di depan keluarganya dan juga keluargaku.

Om Siwon melotot, begitupun dengan tante Yoona yang gajadi nyuap daging panggangnya. "Ini kamu seriusan?" Om Siwon nanya sambil natap Jaevan serius.

Jaevan mengangguk. "Aku serius. Aku juga udah milih design undangannya dan milih tempt prewed-nya. Papa sama mama ada saran gak?" aku gak nyangka, mereka juga gak nyangka.

"Akhirnya mama jadi punya mantu konglomerat." Bisik mama membuatku mendengus pelan. Emang nyonya Taeyeon agak menyebalkan malam ini.

Kak Rose ketawa. "Jae? lu yakin mau nikahin adik gua yang sengklek ini? duh pikir lagi coba."

Seisi meja ketawa. "Halah lu aja bego kak Jaehyun mau. Masa gua yang cantik dan pinter ini Jaevan nolak." Kataku tak mau kalah.

Tante Yoona ketawa. "Syukurlah, kalian bisa mulai serius sekarang. Untuk prewed kalian bisa tentuin sendiri sih, gedung dan konsep juga. Soalnya ini kan acara sekali seumur hidup kalian, jadi harus sesuai dengan apa yang kalian mau." Suaranya lembut banget, lebih lembut dari pantat bayi.

Aku gabisa berkata-kata sih. Jaevan cuma senyum natap aku sekilas kemudian memotong daging di piringnya. "Mau kayak gimana? Mau konsep drakor? Anak sekolahan? Atau ala-ala mafia gitu?"

"Konsep gembel aja." Sahut kak Rose lagi-lagi mengundang tawa.

"Apa aja, Jae." kataku malu, asli malu banget. Ini lebih malu dari kepeleset di tempat umum sih.

"Semua aja gimana? Bulan madunya ke bali apa Europe?"

"Bulan madu di jembatan layang pasupati Bandung aja, gua pernah kesana sama Jaehyun." Kak Rose nyaut lagi.

"Ngapain kalian kesana?" papa bingung.

"Nyari aqua kosong, lumayan sampingan." Kak Rose ngejawab sambil gerogotin dagingnya yang alot karena kematengan.

Terserah. Mereka ketawa aku mah terserah. Malu punya kakak gesrek macem dia, apalagi kalo ngomong gapake mikir lagi.

"Kamu udah ada biaya buat semuanya, Jae?" om Siwon nanya.

Jaevan ngangguk. "Kalo gak ada aku gakan berani nikahin Yena, pah." Katanya sambil tersenyum manis.

Baru kali ini aku ngeliat Jaevan senyum sesering ini. Apa dia beneran sebahagia itu karena mau nikahin aku?

"Sayang, rumah tangga itu gak gampang. Kalian harus sama-sama saling ngerti dan memahami. Kalian gabisa yang namanya marah dengan cara diem-dieman ngandelin ego. Kalian juga harus saling support dan nolong satu sama lain di dalam keadaan apapun." Tante Yoona memegang tanganku dan juga Jaevan.

"Na, dengerin tuh." Mama memerintahku seolah-olah aku ini bandel.

"Yena, kita gatau kedepannya gimana. Gak selamanya Jaevan adalah cowok tajir,dan gak selamanya juga Jaevan adalah cowok yang terlihat sempurna." Tante Yoona tersenyum manis sambil mengusap punggung tanganku kemudian menoleh menatap Jaevan. "Sayang, gak selamanya Yena cantik dan langsing kayak gini. Setelah nikah dan melahirkan, fisik perempuan akan berubah gak seperti ketika mereka perawan. Kamu harus terima itu ya, kamu harus rawat Yena kayak Yena rawat kamu selama ini. Gakan ada habisnya kalo kamu nyari fisik yang sempurna karena di atas langit masih ada langit."

Aku tertegun dan sedikit terharu apalagi setelah ngeliat Jaevan yang mengangguk sambil bilang. "Aku nerima Yena apa adanya."

Gila, air mata aku rasanya mau netes tapi aku harus tahan. Gengsi aja rasanya nangis di depan orang banyak. Apalagi ada kak Rose, bisa-bisa jadi bahan cibiran dia setiap hari.

**

"Lu yakin sama keputusan lu?" aku bertanya padaa Jaevan yang kini baru saja duduk di kursi kemudi.

Iris mata Jaevan menatapku lekat kemudian memakai seatbelt-nya. "Kenapa nanya gitu? ragu sama gua?"

"EH bukan gitu!! gua cuma masih ngerasa kurang pantes buat jadi seorang istri. Lu tau kan emosi gua kayak gimana? Lu juga tau kan nyebelin gua kayak gimana. Lu bisa tahan apa seumur hidup ngadepin gua yang imperfect kayak gini?"

"Kalo gatahan ngapain gua mau nikahin lu?"

Bener juga. Aku diam sambil memainkan ujung kuku. "Jae, gua cuma mau bilang kalo gua bukan cewek sempurna. Banyak banget kekurangan dan sisi buruk gua yang lu belum tau, Jae. Gua takut nanti lu malah nyesel nikahin gua."

Jaevan ketawa sambil nyalain mesin mobilnya. "Paham. Semua orang pasti punya pikiran yang sama ketika mereka mau nikah. Gua juga punya pikiran kayak gitu kok, banyak hal dari diri gua yang lu gatau, Na." tatapan matanya sangat teduh membuatku melunak kemudian melotot.

"Jaevan!" Aku meraih tissu ketika melihat hidung Jaevan yang mengeluarkan darah.

Jaevan terlihat panik, dia menahan hidungnya menggunakan tissu yang aku sodorin. "Kedinginan ya?" tanyaku karena memang bulan ini sudah memasuki musim dingin. Temperatur juga cukup rendah untuk seukuran manusia tak kuat dingin seperti aku dan juga Jaevan.

Tanganku mematikan ac mobil. "Jae? mau pake jaket tambahan? Gua aja yang nyetir deh." Aku hendak keluar, tapi Jaevan menahanku.

"Gausah, gua aja. Gua gapapa kok cuma kedinginan doang." Suara Jaevan terdengar lemah. Dia seperti tengah menahan rasa sakit. Entah rasa sakit atau dingin aku juga gapaham. Aku gabisa ngebedain itu.

"Jae, lu beneran gapapa kan?" aku kembali memastikan.

Jaevan tersenyum kemudian membuang tissunya. "Iya bener, nih darahnya aja udah berenti. Yuk pulang." Ajaknya lantas menacap gas pergi dari area restoran.

Malam ini Jaevan langsung merebahkan dirinya dia atas kasur setelah membasuh tubuh. Bibirnya terlihat sedikit pucat dan tatapan matanya sayu. Kusentuh kening Jaevan yang ternyata sedikit demam.

"Jae, kedokter yuk? Lu demam." Kataku khawatir sambil duduk di sebelahnya.

Jaevan membuka mata kemudian menggeleng. "Engga, gausah. Besok juga sembuh."

"Jae, jangan keras kepala kenapa sih? kalo kepanjangan gimana? Gua panggil dokter aja kesini gimana?"

Jaevan menggeleng lagi, tapi aku sudah terlanjur menghubungi dokter Park yang sudah menjadi langganan keluarga Jovano.

"Dokter Park lagi otw kesini, awas aja ya lu sampe kabur." ancamku membuat Jaevan ketawa.

Sekitar lima belas menit aku menunggu, akhirnya dokter pun datang. Dokter lagi meriksa Jaevan di kamar, sedangkan aku nungguin Jaevan di depan pintu. Iya, aku takut berisik kalo di dalem, soalnya aku kan agak bawel.

Selagi nunggu aku ambil air minum deh buat Jaevan langsung minum obat nantinya. Setelah aku ngambil segelas air, aku membuka pintu kamar.

Langkahku terhenti mendengar kalimat yang Jaevan lontarkan pada dokter Park. "Jangan kasih tau siapapun soal ini, Dok."

BRAKH!

Kutendang pintu hingga menjeblak terbuka.

"KASIH TAU APAAN?!" 

(✓) TSUNDARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang