07 :: Cemburu

1K 192 7
                                    

--

"Apa maksud kamu ngomong kayak gitu ke saya?!" suara om Ronald agak meninggi hingga beberapa orang noleh ke arah kami termasuk orang tua Jaevan dan orang tuaku.

Decihan pelan kukeluarkan sambil bersedekap. "Kemarin Wony yang bilang sendiri ke saya kalo dia suka sama Jaevan, dan hari ini kebetulan banget papanya ngajak Jaevan kerja sama dengan keuntungan gamasuk akal." Kataku berani.

Om Ronald terdiam. "Saya hanya ingin berbisnis dengan Jaevan, kalopun nanti Jaevan bisa jatuh cinta sama anak saya itu bonus dari keuntungan. Lagian emangnya kamu siapa berani memarahi saya di depan orang banyak?!"

"GUA ISTRINYA JAEVAN!" kali ini aku yang membentak sampai seisi ruangan menoleh ke arah kami dengan tatapan bingung. Jaevan menahan tubuhku yang ingin menyerang pria botak tak tahu diri itu menggunakan heels yang kugunakan.

"Na, sabar." Jaevan masih menahan-nahan tubuhku, sedangkan Jeno mengambil alih sepatu heels yang ada di tanganku. Kak Rose sama kak Jaehyun juga ikut memisahkan keributanku dengan om Ronald.

Tante Yoona menghampiriku. "Yena? ini ada apa?"

"Tanya aja ke si gundul itu!" Aku meliriknya dengan nada suara sarkas.

"Maaf sebelumnya, bapak siapa ya? Apa bapak termasuk tamu undangan suami saya?"

"Oh iya, ma. Dia bawahan papa." Om Siwon yang baru datang lantas menyahut. "Kamu ngapain ribut sama menantu saya?"

"Dia mau nyomblangin anaknya sendiri sama Jaevan alih-alih ngajak kerja sama!!" Aku hendak menyerang om Ronald lagi menggunakan sepatu heels-ku yang sebelah lagi. Gila, emosiku udah meledak-ledak sekarang.

Jaevan menarikku dan merangkulku, begitupun dengan Jeno yang mengambil heels ku lagi. Sekarang aku gapake sepatu. Dadaku turun naik menahan emosi apalagi kalo nginget tampang songongnya Wony.

"Maaf sebelumnya, karena kamu menyebabkan keributan di tengah acara, kamu tunggu diluar. Saya mau bicara sama kamu." Ekspresi om Siwon sangat serius.

Jaevan mengajakku duduk, Karina memberiku segelas air putih agar bisa sedikit mengontrol emosi. "Dek, lu ngapa? Untung aja gajadi di pukul tuh pala orang, bisa bolong nanti." Kak Rose berdiri di hadapanku sambil bersedekap.

"Dia duluan, kampret. Gimana kalo kak Jaehyun mau di comblangin sama cewek lain? hah?"

"GILA GUA PATAHIN LEHER TUH ORANG!" kak Rose melotot kemudian bertos-tosan denganku.

Jaevan menggeleng-geleng pelan.

"Kakak sama adek gada bedanya." Gumam Jeno sambil terkekeh pelan.

Selama perjalanan pulang benar-benar hening. Aku menutup mulut rapat karena masih kesal sama kejadian tadi. Liat aja nanti kalo sampe ketemu sama Wony di kampus, bakal aku jadiin dia perkedel. Bisa-bisanya dia gunain koneksi papa sendiri demi deket sama Jaevan.

"Masih marah?" Jaevan bertanya ketika mobil kami terhenti pada lampu merah.

Aku menatapnya dingin kemudian mengangguk singkat.

"Gausah di pikirin, lagian gua gak tertarik sama Wony."

"Bacot." Sahutku kesal.

"Serius, Na."

"Bodo."

Kekehan pelan dari Jaevan terdengar jelas membuatku menukikkan alis menatap Jaevan. "Apaan sih? pacar lagi marah malah di ketawain." Protesku tidak senang.

"Gasalah denger? Tadi siapa yang ngaku jadi istri gua?"

Aku diam. Jaevan ketawa lagi. Sial, aku selalu kalah telak sama cowok dingin satu ini. Menyebalkan. Tangan Jaevan mengelus pelan kepalaku. "Jangan ngamuk lagi. Serem." Katanya.

"Lagian dia yang nyari gara-gara duluan, Jae. Lu tau gak kemarin sore tuh Wony ngelabrak gua gini; 'Gausah deket-deket sama kak Jaevan ya, gua suka sama dia.' OH YAAMPUN!" Aku mengacak rambutku emosi.

Jaevan ketawa lagi sambil lanjut menyetir. Aku gatau bagian mana yang lucu, aku juga gatau kenapa Jaevan terus ketawa ngedenger celotehanku.
"Kemarin anaknya, hari ini bapaknya. Apa coba kalo gak sekongkol! Kampret banget awas aja kalo Wony nyari gara-gara lagi. Gua bakar rumahnya."

"Uluh-uluh." Jaevan mengolokku seperti anak kecil.

"Serius gua. Apalagi kalo lu mau juga sama dia. Gua kawinin lu berdua langsung abis itu gua mutilasi."

Tawa Jaevan terdengar lagi. "Gemes." Katanya sambil menarik pipiku.

***

"Naaa."

"Apa?" Aku sedikit keluar dari pintu kamar mandi sambil mengeringkan rambutku menggunakan hairdryer.

Jaevan duduk di kasur sambil mengotak-ngatik laptopnya. Udah pasti kerjaan. "Mau pesen makanan?"

"Masih kenyang gua, gimana kalo kopi aja?"

"Yaudah." Jaevan menyodorkan ponselnya padaku. "Pesen aja." Katanya.

Dasar aku, di sogok kopi aja udah seneng hahaha..
Kupesan kopi kesukaanku dan juga Jaevan, kemudian duduk di tepi kasur. "Ngerjain apa?"

"Robot baru."

"Buat?"

"Buat mempermudah hidup manusia."

Aku ketawa pelan. "Ada-ada aja. Kenapa lu suka sama robot?"

"Karena gua mager."

"Oh, iya." Benar juga. Jaevan emang cowok yang praktis. Bahkan bisa di bilang terlalu praktis. Dia kerja aja kadang cuma pake hoodie, kalo mood baru pake kemeja rapi. Terus kalo kemana-mana juga gapernah bawa tas kecil atau dompet. Dia cuma bawa hp dan di cassing belakangnya ada black card :)

Whatsapp
Alex

|Na, lu ngundurin diri?

Aku terdiam melirik Jaevan setelah mendapat pesan dari Alex. Jaevan yang sadar lantas menatapku kembali dengan raut wajah bingung. "Kenapa?" katanya.

"Alex chat gua."

Gapake banyak omong Jaevan langsung ngambil hp aku, dan dia blokir kontak Alex. Gacuma di blokir, di apus juga nomornya biar aku gabisa kontekan lagi sama cowok itu. "Beres kan? kalo di kampus sok akrab biarin aja."

"Iya, Jae." Aku menurut, pas aku mau ambil hp aku kembali, Jaevan menahannya.

"Kita tukeran hp." Jaevan menyodorkan hpnya padaku. Sedangkan hp aku masih di tangan dia.

Pasrah, aku cuma bisa nurut. Gabisa ngelawan soalnya, kalo ngelawan terlalu egois. Soalnya perkara Wony aja aku sampe ributin bapaknya langsung hahaha...

"Jae, gamarah kan?"

Jaevan menggeleng. "Engga."

"Seriusan?"

"Iya sayang."

Brengshake kenapa aku jadi ketar-ketir tiap Jaevan manggil sayang?

"Papa ketawa perkara tadi." Jaevan tiba-tiba buka suara. "Kata dia, lu lucu."

Aku melongo. "Lucu gimana? Kok bisa ketawa?"

"Kata dia baru kali ini ada orang yang berani marah sama om Ronald selain papa."

"Emangnya dia siapa harus di takutin?"

Jaevan agak bergeser. "Dia owner yang lagi naik daun. Anak buahnya juga banyak."

"Oh. Gatakut, makan masih sama-sama nasi, berak masih sama-sama keluar tai. Gausah belagu, mau gua pukul aja tadi dia mundur. Lemahhhhh." Kalimatku membuat Jaevan ketawa. Dia mengacak pucuk kepalaku gemas.

Ini yang di acak-acak rambut, kenapa malah hati yang berantakan?

"Gua suka." Kali ini Jaevan tersenyum manis menatapku.

"Suka apaan?"

"Suka kalo lu cemburu."

(✓) TSUNDARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang