13 :: Jejak

643 128 17
                                    

A.
"Jaevan turunan vampir kali? Dia Tristan atau Galang gitu."

Kalimat yang kak Rose lontarkan membuatku memutar kedua bola mata malas. Gini kalo curhat sama kakak tapi otaknya kurang satu ons. Miris. Sekarang kak Rose cuma cengengesan aja sambil anteng nyuap salad buah di tangannya. Aku gapaham kenapa kak Jaehyun mau ya sama dia?

"Gua serius anjing, adek lo lagi kebingungan kayak gini malah di ajak becanda terus. Turunan tukul lu?" aku sedikit mengomelinya.

"Santai dong babi. Kan lu tadi cerita, gua kasih jawaban malah marah. Tolol."

"Lu yang tolol. Gada hubungannya sama GGS ya tolol."

Ini aku sama kak Rose kenapa jadi gelud deh? Padahal niat aku dateng ke rumah dia malem-malem buat ngobrol sekalian curhat. Tapi ternyata aku salah curhat ke orang. Kak Rose terlalu Sule untuk aku yang mata Najwa.

"Yaudah coba lu minta Jaevan jujur aja, dia sakit parah gak? Kanker atau apa gi----AWWW!"

Aku memukul kak Rose cukup keras sampe dia meringis sakit. "Mulut lu anjing banget sumpah. Jangan gitu kenapa sih? apaan banget bawa-bawa kanker?!" aku marah sekarang. Aku juga makin ngerasa takut ada apa-apa sama Jaevan.

"Salah mulu gua mah!"

"Ya lu ngomongnya gausah kayak gitu. Gua takut anjir." Gabisa bohong sih kalo kelopak mata aku sekarang mulai memanas. Ih serius sedih loh di tengah kondisi kayak gini, aku bener-bener takut dan gatau apa-apa sekarang. Aku cuma bisa diem, berdoa, dan ketakutan dengan anganku sendiri.

Ting!

Whatsapp
Jaevan
|Masih di rumah kak Rose?
|Mau gua jemput sekarang atau nanti?
|Jangan sampe pulang sendiri ya, telepon aja kalo mau pulang.

Gatau air mataku netes gitu aja setelah baca pesan dari Jaevan. Demi Tuhan aku gamau sampe Jaevan kenapa-napa. Aku sayang banget sama Jaevan sekarang, dia yang bikin aku jadi sesayang ini.

"EH JANGAN NANGIS DONG." Kak Rose panik ngeliat aku yang udah nunduk nutupin muka. Aku nangis dengan dada di sesaki oleh rasa khawatir.

"Gua yakin Jaevan gapapa, berdoa sama Tuhan semoga Jaevan selalu di lindungin, Na. Jangan cengeng, pelan-pelan tanya ke Jaevan, ada apa sama dia, apa ada yang dia sembunyiin? Gitu." kak Rose meluk aku.

"Gua takut, kak. Gua takut kehilangan Jaevan, gua sayang banget sama Jaevan." kataku di sela tangis.

Semakin aku bilang seperti itu, dadaku juga semakin sesak.

"Gua ngerti, gua paham kok. Tapi semoga aja Jaevan emang cuma lagi kecapean, dan darah itu beneran darah ayam atau yang lain gitu. positif thinking. Gua pasti bantu doa kok dari sini."

Aku mengangguk pelan walaupun sebenarnya aku gabisa positif thinking untuk sekarang. Aku harus bisa memastikan semua ini dari Jaevan langsung.

**

B.
"Loh, Na? kenapa?"

Pertanyaan itu berasal dari Jaevan ketika aku baru aja masuk kedalam mobil. Dia kayaknya kaget ngeliat muka sembab aku yang abis nangis.

"Na? kenapa?" Jaevan bertanya lagi, kali ini dia mengusap kepalaku lembut. Yatuhan kapan dada aku berenti sesak sih?!

Aku menoleh menatap wajah Jaevan, bibirnya sedikit terlihat pucat dan kering. "Jae.." panggilku bergetar. "Jangan tinggalin gua." lanjutku dengan air mata yang kembali menggenang.

Senyum manis Jaevan terbentuk kemudian menarikku kedalam pelukan hangat. Kulit Jaevan terasa dingin, membuatku semakin khawatir sekarang. "Jae, jangan pernah sembunyiin apapun dari gua." kataku lagi walaupun rasanya kerongkonganku mulai terhempit.

Jaevan tak menjawab apapun, dia hanya mengusap-usap kepalaku lembut. Kalo gini, aku yang harus bikin Jaevan bicara. Aku akan meluapkan semuanya disini.

"Jangan tinggalin gua setelah lu buat gua jadi sesayang ini. Jangan pergi gimanapun caranya. Gua gamau kalo gada lu, Jae. Gua sayang sama lu, setiap hari gua mikirin lu, gua takut ada sesuatu yang lu sembunyiin dari gua. Jae, pliss.." tanganku meremas baju Jaevan erat, menggigit bibir untuk menahan isak tangis. Sebisa mungkin aku harus kuat.

"Hm." Jaevan menjawab kalimat panjangku dengan satu dehaman singkat. Itu bikin aku makin curiga.

"Jae, jujur sama gua. Apa ada yang lu sembunyiin dari gua sekarang?" aku melepas pelukannya menatap Jaevan dengan mata sembabku.

Jaevan menggeleng sambil tersenyum manis. Tuhan, aku gamau kehilangan senyum indah Jaevan.

"Engga ada, sayang. Gada yang aku sembunyiin dari kamu." aku sedikit diam mendengar Jaevan bilang dengan sebutan 'aku-kamu'

Beberapa detik aku tersadar. "Berani sumpah, Jae?"

"Hm." Jaevan mengangguk lagi. "Kenapa kamu sampe kayak gini? Emang mikirin apa?" tangan Jaevan menyelipkan anak rambut ke belakang telingaku.

Aku menggeleng. "Aku takut kamu sakit, Jae. Aku takut suatu hari nanti kamu ninggalin aku. Aku takut kamu-----"

Mataku membelalak lebar setelah ada sesuatu yang kenyal dan lembut menahan bibirku. Mata Jaevan dan mataku sangat dekat, kami saling tatap beberapa detik sebelum pada akhirnya Jaevan memejamkan mata sambil memegang tengkuk kepalaku.

Ya, Jaevan memulai ciuman.

Beberapa detik kami saling melumat lembut, akhirnya Jaevan melepaskan tautan bibir kami. Tatapan mata Jaevan sangat teduh dan hangat. Senyum manisnya kembali terbentuk untukku. "Na, aku gakan ninggalin kamu. Aku bisa janji. Kalopun aku punya penyakit serius, aku bakal sembuh demi kamu, Na."

"Jae, kamu kenapa ngomong gitu? emangnya k-kamu punya penyakit?"

"Kan kalo."

"Hm." Aku mengangguk percaya walaupun ada sedikit keraguan.

Jaevan kembali memelukku erat. "Makasih. Makasih udah sesayang ini sama gua, makasih udah khawatirin gua." ucap Jaevan di iringi kekehan pelan.

Jaevan menatapku lekat sambil tertawa. "Na, jangan bilang kamu ke rumah kak Rose buat curhat soal ginian?"

Loh? Kok bisa tau? Ini Jaevan beneran cenayang kayaknya.

Aku menggeleng cepat. "E-engga, sok tau banget! Aku kesini cuma minta makan doang sama boker."

"Masa?" Jaevan mencolek pipiku.

"Iya."

"MASAAA??"

"IYA JAEEEE!!"

"Eumm gituu... masa sih?"

Aku melotot. "Cepet ih ayo pulang. Dingin ini."

Jaevan ketawa. "Iya-iya." Dia lantas menyalakan mesin mobilnya.

Beberapa detik hening. Mataku sibuk menatap ke arah jalan, begitupun dengan Jaevan yang sibuk menyetir. Aku menoleh ke arah Jaevan sesaat sebelum pada akhirnya aku menemukan hal janggal lagi. Hal janggal yang membuat otakku kembali overthink.

Kenapa ada jejak merah di jari telunjuk Jaevan?

Aku kembali mencari, apakah ada yang lain? ternyata ada di kela kuku jempol kanan Jaevan.

Itu darah?

"Jae,sebelum kesini, kamu kemana?"

"Kerumah papa mama sebentar. Mereka lagi adain acara makan malam sama minum wine."

"Oh, kamu ikut minum?"

Jaevan menggeleng. "Engga, aku gasuka alkohol, Na."

"Oh..." aku hanya bisa menjawab seperti itu.

Lalu jejak merah itu apa? 

(✓) TSUNDARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang