09 :: Buat dede?

1K 158 20
                                    

A.
Kalian tau? Pagi ini aku dan Jaevan benar-benar berangkat ke kampus bareng. Iya! Jaevan fix masuk jadi mahasiswa di kampus aku. Dia juga ngambil jurusan dan kelas yang sama denganku. Agak frustasi sih, tapi di sisi lain juga seneng karena ada yang jagain.

Sekarang aku sama Jaevan lagi ngelangkah di area koridor kampus menuju kelas. Banyak banget yang ngeliatin Jaevan, walaupun style dia seadanya, tapi aura Jaevan tuh mahal dan mencolok banget. Di ujung koridor ada sesuatu yang menghentikan langkahku dan juga Jaevan.

Alex.

Pria itu berpas-pasan dengan Jaevan di ujung lorong. Mereka saling melempar tatapan dingin dengan tangan Jaevan yang terus menggenggam tanganku.

"Kebetulan ada lu dan Yena. Gua mau sampein sesuatu kalo Yena gabisa keluar dari kelompok panitia." Alex menatapku dan Jaevan bergantian. Dia seperti merasa menang dan juga bangga pada dirinya sendiri.

Jaevan terdiam kemudian mengangguk. "Oh. Kalo dia gabisa keluar, gua yang bakal masuk." Sahutnya berani.

Aku menarik ujung jaket Jaevan. "Jae..."

"Kandidat udah penuh, lu gakan bisa masuk apalagi nyalonin diri. Semua keputusan ada di tangan gua karena gua ketuanya."

"Oh." Jaevan hanya menjawabnya dengan santai. "Lu ketua panitia aja bisa mutusin semuanya, gimana gua yang anak pemilik saham kampus? Udah siap?" senyum singgung Jaevan terbentuk sambil menarikku kedalam rangkulan. "Jangan sentuh Yena." Lanjut Jaevan kemudian melangkah pergi.

"Anak manja yang memanfaatkan kekuasaan orang tua."

Kalimat Alex membuat Jaevan berhenti melangkah, Jaevan noleh menatap Alex dengan wajah datar.

"Kenapa? Gaseneng sama omongan gua?" Alex berdecih kemudian melangkah menghampiri aku dan Jaevan. "Kalo lu bukan anak orang kaya, Yena mana mau di jodohin sama lu. Gua bisa ngasih apapun ke Yena lebih dari lu."

"Yakin? Berapa ukuran lu?"

"JAEEE!" Aku melotot mendengar pertanyaannya.

"Oh kalian udah berhubungan?"

Aku menggeleng sedangkan Jaevan tertawa pelan. "Apa urusannya sama lu? mau join? Kandidatnya udah penuh." Jaevan membalikkan perkataan Alex tadi. "Tahun depan gua sama Yena bakal nikah, jadi jangan ganggu Yena atau lu berurusan sama gua."

"Selama satu tahun, berarti gua masih ada kesempatan dong?"

Jaevan terlihat sudah mulai emosi, jadi aku memutuskan untuk buka suara.

"Engga. Gua udah hamil anak Jaevan."

Emang aku terlalu bodoh untuk seukuran wanita dewasa, ini bukan membela tapi malah menimbulkan masalah baru. Sekarang satu kampus heboh, apalagi Wony yang notabenya masih cinta mati sama Jaevan.

Nia, Haikal, dan Rendi menyidangku di pojok kafetaria dengan suasana serius. "Na, kapan lu ngerti beginian?" Nia mulai bertanya.

Aku menggeleng. "Demi apapun gua ngomong kayak gitu cuma biar Alex gak gangguin gua sama Alex."

"Na..."

"Sumpahhhh." Aku pasrah banget. Jaevan juga nyebelin dia gak bicara apa-apa di sebelahku.

Haikal menghela nafasnya kasar. "Kenapa kalian gak bilang kalo mau bikin ponakan, biar gua bisa request."

"Kal, jangan sinting deh. Gua beneran gak hamil, itu cuma alibi aja."

"Bener, Jae?" Haikal bertanya pada Jaevan sekarang.

Sialnya Jaevan malah mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu.

"Jaevan aja bilang kalo lu beneran hamil." Rendi ikut nimbrung.

(✓) TSUNDARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang