16 :: Jaevan

622 126 12
                                    

--

Aku hancur.

Aku berantakan.

Dan aku tak karuan.

Menatap kedalam ruang ICU dimana ada Jaevan yang tak berdaya di dalam sana. Kulit mulusnya sudah di tembus oleh infusan, kedua lubang hidungnya di sumpal oleh alat bantu oksigen serta dadanya di pasang alat pendeteksi detak jantung.

Air mataku terus meluruh melihat bagaimana dada Jaevan terus di setrum oleh alat kejut karena nadinya sangat lemah.

Aku mohon kali ini saja, aku mohon kepada Tuhan agar Jaevan bisa di selamatkan. Aku tidak peduli jika Jaevan cacat atau sebagainya, yang terpenting aku bisa melihat senyum Jaevan dan mendengar suaranya lagi.

"Yena!" tante Yoona berlari ke arahku dan memelukku sangat erat. "Yang tenang ya sayang, yang tenang. Jaevan pasti sembuh." Tangan tante Yoona mengusap pelan pucuk kepalaku. Tangisku semakin pecah mendengar hebohnya dokter yang nyaris tidak bisa menyelamatkan nyawa Jaevan.

Tak lama, aku mendengar suara om Siwon yang datang bersama dengan kedua orang tuaku. Setelah itu juga, Nia, Rendi, dan Haikal datang.

Jujur aku tidak peduli dengan kedatangan mereka, yang kupedulikan sekarang hanyalah keselamatan Jaevan. Nia menghampiriku. "Na, sabar ya. Kita harus doain Jaevan terus." katanya padaku yang bahkan tidak bisa mengeluarkan satu katapun.

Suara degup jantung Jaevan kembali normal. Aku sedikit tenang.

"Keluarga Jaevan?" dokter bertanya pada kami yang menunggu di depan ruang ICU.

Tante Yoona, om Siwon, dan aku maju. "Dok, gimana keadaan Jaevan?" aku yang bertanya sedikit tergesa.

Dokter itu membenarkan stetoskop-nya. "Kondisi tubuhnya kembali normal, tapi ada sedikit kerusakan di otaknya."

Aku jatuh terduduk.

"Jadi maksud dokter, anak saya tidak bisa selamat?!" Tante Yoona sedikit membentak.

Dokter itu hanya bisa terdiam sambil membungkukkan tubuhnya. "Maafkan kami, kami akan berusaha semaksimal mungkin."

Om Siwon menepuk bahu sang dokter. "Selamatkan putra tunggal kami, dia akan segera menikah. Saya akan membayar berapapun asal Jaevan selamat." Suara om Siwon terdengar pasrah dan bergetar.

"Jae-van..." lirihku di sela tangis.

Mama terus merengkuh tubuhku erat, begitupun Nia yang berusaha menenangkanku. Aku gatau mimpi apa semalam bisa ngalamin hal seperti ini. Padahal tadi pagi Jaevan masih bisa tersenyum dan mengobrol denganku.

Brakh!

Aku menerobos masuk kedalam ruang ICU yang sebenarnya tidak boleh di masuki sembarang orang. Tangisku pecah, para suster yang hendak menyeretku keluar juga di tahan oleh dokter Park. Aku di beri kesempatan untuk melihat dan berbicara dengan Jaevan.

Lututku sudah sangat lemas tapi aku harus berusaha kuat demi Jaevan.

"Jae.." panggilku sambil menatap wajah pucat Jaevan yang tak berdaya. Suara pendeteksi jantung terus mendominasi ruangan. "Jangan tinggalin aku." aku memegang tangan Jaevan yang di bebani oleh jarum infus. Tangannya sangat dingin dan pucat.

"Jae, banyak yang nunggu kamu sadar terutama aku. Lawan rasa sakitnya, Jae. Aku mohon sama kamu." aku menunduk menangis di hadapan tubuh tak berdaya Jaevan yang tak kunjung menunjukan reaksi apapun.

Teman-teman serta orang tuaku menonton pilu dari kaca jendela besar.

"Kamu udah janji buat sembuh demi aku, kamu juga janji gakan ninggalin aku. Tapi, kenapa sekarang kamu kayak gini? Mana yang katanya kamu mau nikah sama aku? Kamu bahkan belum kasih tau berapa tanggalnya, Jae. Plis bangunn..." aku semakin tak bisa mengontrol emosiku.

Aku terus menggenggam erat tangan Jaevan sambil sesekali memeluk tubuhnya.

"Kalo kamu mati aku juga mati, Jae." lanjutku di sela isak tangis.

Suara tangisku menggema keseluruh ruangan sampai terdengar keluar. Orang-orang yang menunggu di luar pun ikut menangis mendengar semua kalimat yang kulontarkan.

***

"Sayang, bunda mau ngomong sesuatu boleh?" tante Yoona duduk di sebelahku yang sedang bersandar pada kursi besi depan ruang ICU malam ini. Semuanya sudah kembali pulang karena waktu sudah menunjukan pukul 9 malam. Aku memutuskan untuk menunggu Jaevan disini.

Aku mengangguk menatap tante Yoona yang mengeluarkan satu lembar kertas undangan berwarna gold. Terlihat lumayan tebal dan mewah. "Ini undangan pernikahan yang udah Jaevan siapin. Dia sengaja gamau kasih tau kamu biar nantinya jadi surprise."

Bibirku terasa membeku dengan tangan yang meraih undangan tersebut.

"Bunda bangga sama Jaevan yang mulai berubah sekarang. Dia jadi anak yang jauh lebih ceria semenjak kenal kamu, Na. Di awal perjodohan kalian, kami ngerasa kalo kalian gakan sampai ke pelaminan karena melihat sikap kalian yang sama-sama dingin. Tapi ternyata, malam itu Jaevan berlari masuk kedalam rumah menemui bunda dan om Siwon di ruang tamu. Dan kamu tau dia bilang apa? Jaevan bilang dia mau nikah sama kamu."

Air mataku kembali menetes mendengar cerita dari tante Yoona.

"Sejak saat itu bunda ngerasa kamu adalah cewek yang cocok untuk Jaevan. Setiap hari Jaevan menanyakan pada papanya bagaimana cara menyenangi hati perempuan, bagaimana caranya memegang tangan dan juga memeluk perempuan. Bunda cuma ketawa ngedenger obrolan mereka yang konyol. Jaevan benar-benar berubah karena kamu, Na. Dia jadi anak yang jauh lebih positif." Tante Yoona memegang tanganku erat.

"Terakhir kali, Jaevan bilang kalau dia itu udah tertarik sama kamu sejak pertamakali tunangan, dan memiliki perasaan sama kamu satu bulan setelah kalian tinggal bersama."

Isak tangisku pecah. Kenapa Jaevan gapernah bilang ke aku? kenapa dulu dia terus menghindar dari aku? bahkan sampai 5 bulan kami tinggal bersama kami baru bertukar kabar serta mengobrol.

"Jangan nangis terlalu berlarut ya sayang. Kalau memang Tuhan ngasih ijin kalian untuk berjodoh, Jaevan pasti sembuh. Bunda yakin Jaevan itu anak yang kuat, dia gapernah nangis sejak kecil walaupun jatuh dari sepeda hingga berdarah."

Aku hanya bisa mengangguk mendengar nasihat tante Yoona yang juga terdengar pasrah dengan keadaan.

Aku benar-benar tak karuan sekarang. Aku jadi wanita yang rapuh dan jomplang setelah nyaris kehilangan Jaevan. Kondisiku berantakan, aku tidak mandi, aku tidak nafsu makan, aku juga tidak merasa ingin buang air kecil sama sekali. Lidahku terasa hambar, otakku kosong, dan dadaku terus merasa sesak.

Tut! Tut! Tut! Tut!

"Jaevan?!"

tante Yoona terdengar terkejut menatap kedalam ruang ICU dimana tubuh Jaevan terlihat sedikit kejang. 

(✓) TSUNDARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang