Sore ini aku dan Jeno dalam keadaan shock berat, karena kami berdua mendengar suara Jaevan berbicara di dalam sambungan telepon. Jeno tak ada hentinya menginjakkan gas mobil hingga melaju cepat melewati batas yang telah di tentukan. Sedangkan aku terus menangis di sebelah Jeno sambil terus menggenggam erat ponselku. Semoga Tuhan memang benar-benar akan mempertemukanku kembali dengan Jaevan.
"Anjing!" Jeno mengumpat ketika terhadang oleh kemacetan di depan sana karena lampu merah.
'G-Gua di Jeju.'
Kalimat itu yang membuat kami sekarang seperti kebakaran jenggot. Gimana engga? Jaevan memberitahukan posisinya setelah dua bulan menghilang. Otomatis aku dan Jeno langsung memutuskan untuk berangkat ke Jeju tanpa membawa apapun.
Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang dan dramatis, akhirnya aku sampai di pulau Jeju. Jeno masih fokus menyetir mengikuti lokasi yang Jaevan berikan melalui GPS. Jaraknya sekitar dua puluh menit. Bokongku rasanya sudah panas, kakiku pegal, dan perutku lapar. Mataku perih karena terus menangis selama perjalanan. Apakah Jaevan akan mengenaliku dengan keadaan seperti ini?
Sesampainya kami di titik lokasi, iris mataku menatap seorang wanita berambut panjang yang sedang duduk di teras rumah tanpa pagar. Siluetnya tak asing tapi aku yakin itu bukan Wony.
"Ayo turun." Jeno keluar dari mobil terlebih dahulu dan berlari menghampiri gadis berambut hitam panjang itu. "Kak Rene!"
Aku kayak pernah mendengar namanya, tapi aku lupa dimana.
Jeno lantas berpelukan dengan kak Rene, sedangkan aku masih diam mematung di sebelah mobil dengan keadaan kacau. Aku gatau kak Rene ngomong apa ke Jeno, tapi yang pasti Jeno langsung menghampiriku dan merangkulku untuk masuk kedalam rumah.
Ditemani dengan dua gelas teh hangat, percakapan pun mulai di buka.
"Kak, dimana Jaevan?" Jeno mewakilkanku untuk bertanya pada kak Rene.
Helaan nafas Rene keluarkan. "Mungkin ini sudah waktunya kalian tau, terutama kamu Yena." manik mata kak Rene terlihat sendu menatapku.
Jantungku semakin tak karuan sekarang. Tidak mungkin ada hal buruk terjadi pada Jaevan kan?
"Keluarga Jovano kena tipu. Alasan Jaevan bisa di bawa pergi ke luar negri sama Wony itu karena om Siwon dan tante Yoona kena tipu. Berkas penting yang menjadi ancaman mereka waktu itu, adalah berkas palsu. Om Siwon kehabisan uang hampir satu triliun, bisnisnya juga nyaris bangkrut karena ancaman dari om Ronald."
Mataku membelalak begitupun dengan Jeno.
"Terus gimana sama perjodohan yang di batalin gitu aja?" tanya Jeno kemudian.
"Soal perjodohan Jaevan dan Yena yang di batalin, itu hanya buatan Wony. Tidak ada kesepakatan seperti itu sebelumnya. Ini hanya permasalahan bisnis yang sebenarnya tidak bersangkut paut dengan perjodohan. Memang sempat Wony memaksa untuk di jodohkan dengan Jaevan, tapi om Siwon dan tante Yoona menolak keras tawaran itu. Semua ini karena Wony."
Tanganku mengepal hebat mendengar pernyaataan yang kak Rene lontarkan malam ini. Kelopak mataku memanas dan tenggorokkanku terhempit hebat.
"Tapi emangnya berkas apa yang jadi ancaman buat papa sama mama?" Jeno bertanya lagi.
Kak Rene tersenyum. "Setiap perusahaan itu pasti memiliki berkas yang sangat penting. Berkas itu menyangkut nasib perusahaan, dan berjalanannya bisnis. Tapi, kalo berkas itu di ambil dengan orang yang salah, apa tidak bahaya? Om Ronald bilang dia berhasil mengambil berkas perusahaan om Siwon yang paling besar, dan membeberkan sedikit isinya. Eh ternyata, rahasia itu cuma dia dapetin dari ngancem orang dalam."
Jeno memijit pelipisnya pelan. "Sekarang dimana Jaevan? Dia telepon gua dan bilang ada di Jeju, dia bahkan ngasih lokasi rumah ini ke gua."
"Jaevan lagi pergi buat check up karena kondisinya belum terlalu pulih. Tumornya berhasil di sembuhin sama dokter terbaik di USA."
Aku mulai menangis. "Jadi selama ini Jaevan di bawa ke USA?"
Kak Rene mengangguk. "Untungnya bisa sem----"
"Permisi."
Suara lembut yang memotong kalimat kak Rene membuat kami menoleh. Itu dia, gadis sialan yang selama ini membuat hidupku hancur. Wony berdiri di ambang pintu sambil membawa satu keranjang buah-buahan segar.
"Jaevannya ada? Aku mau kas---Yena....?" Wony mematung setelah menatap mataku.
Aku berdiri kemudian melangkah menghampirinya dengan santai.
PLAKK!
Wony jatuh tersungkur di lantai akibat tamparanku yang sangat kencang. Buah bawaannya sudah jatuh menggelinding dimana-mana.
"Bangsat! Masih punya nyali lu muncul di depan gua setelah apa yang udah lu lakuin selama ini?!!" bentakku penuh emosi tanpa memperdulikan kak Rene dan Jeno.
Wony menahan tangis sambil memegang bekas tamparanku. "Kenapa lu bisa disini?" tanyanya.
"Lu yang ngapain disini?! Udah cukup lu bikin gua pisah dari Jaevan, udah cukup juga lu bikin hidup gua hancur, Won! Sekarang lu mau apalagi?! Gausah ganggu Jaevan! Gausah dateng atau munculin muka lu lagi di depan gua ataupun Jaevan!!!" aku hendak menyerangnya lagi, tapi Jeno langsung menahanku.
"Sabar, Na. Tenang."
Aku berbalik badan menatap Jeno. "Gausah ikut campur karena lu gakan ngerti rasanya!" kataku sedikit sarkas.
"Oke gua minta maaf! gua tau gua salah, gua sadar apa yang udah gua lakuin itu adalah kesalahan yang fatal! Gua ngehancurin hubungan lu sama kak Jaevan! tapi gua ngelakuin itu karena gua sayang sama kak Jaevan!"
"DIEM ANJING!" bentakku yang semakin meledak. Aku jongkok di hadapan Wony dan mencengkram rambut belakangnya. "Sekali lagi lu bilang sayang sama Jaevan, gua pastiin gua bakal ngebunuh lu dengan cara gua sendiri. Bukan yang merenggut nyawa, tapi merenggut kehidupan. Gua bakal bikin perjalanan hidup lu jadi mimpi buruk, Won!"
Air mataku mengalir kemudian mendorong kepala Wony kasar.
Aku jatuh terduduk, menundukkan kepala di atas lipatan tangan yang bertumpu pada lutut.
Dadaku sesak. Benar-benar sesak mengingat bagaimana sakitnya kehilangan Jaevan, aku bahkan tidak bisa menemani dia melawan penyakitnya.
"Gausah nangis."
Suara itu di barengi dengan pelukan hangat pada tubuhku.
Suaranya terdengar tak asing. Ketika aku dongak...
"Apa kabar, Na?"
KAMU SEDANG MEMBACA
(✓) TSUNDARE
Fanfiction: Yang dingin juga bisa meleleh kalo di angetin terus tiap hari. TSUNDARE ⓒ CIRIEKINNA