Haiii, guys. Biar wp-ku nggak sepi-sepi amat dan buat selingan baca Bang Bian, aku repost cerita ini mulai hari ini ya. Nggak ada jadwal tapi hehe. Yang belum sempat baca sampai tamat, atau mau baca tapi belum bisa beli PDF, yuk bisa baca gratis. Baca pas on going yaa karena 3 hari setelah tamat, akan aku unpublish lagi. Thank you ♡
*
1. Thariq dan Andalusia
"M-maaf, Kak."
Elang menipiskan bibir, mengetatkan rahang tegasnya yang semakin menunjukkan bahwa ia sedang menahan amarah. Menahan? Untuk apa pula ia menahan? Tak ada kata itu dalam kamus hidupnya. Jadi tanpa kata-kata lagi, ia mengencangkan cengkeraman jemari pada kerah baju orang di depannya sebelum mengempaskan tanpa tenaga namun berhasil membuat yang bersangkutan tersungkur jatuh ke lantai berdebu atap gedung FT—Fakultas Teknik.
"Injak tempat ini lagi, kelar lo." Kalimat itu diucapkan begitu datar dan tenang, namun memberi efek mengerikan yang membuat cowok berkacamata itu buru-buru bangkit dari jatuhnya dan lari terbirit-birit.
"Selow kali, Bos, perkara salah masuk atap doang. Lagian dia maba, mana tahu lo udah hak paten-in ini tempat." Zuco, salah satu sahabatnya, berkata enteng sambil melempar sebungkus rokok yang langsung diterima Elang dengan tangkas.
"Maklumin aja, Co, Elang kan dua bulan ini belum sembuh dari PMS." Edwin, sahabatnya yang lain dan tengah bersila mengunyah permen karet itu, bukannya takut malah tergelak keras begitu lirikan maut Elang mengarah ke arahnya.
Elang mengembuskan asap nikotin yang diisapnya, membentuk lingkaran-lingkaran yang langsung hilang di udara. Kaki kanannya terangkat menimpa kaki kiri. Tatapannya menerawang datar, tanpa memedulikan ocehan Zuco dan Edwin yang masih membahas tentang emosinya yang belakangan makin susaj dikontrol. Semua orang di kampus ini tahu, bagaimana tabiat seorang Elang. Galak, selalu menatap penuh permusuhan, dan tak pernah mengenal ampun pada orang-orang yang mencari masalah padanya, entah laki-laki atau perempuan. Meski tak sengaja sekalipun.
"Mau ke mana lo, Jef?"
Suara Zuco membuat Elang spontan melirik, pada sahabatnya yang lain, yang sedari tadi diam dan fokus pada laptop, kini sudah bangkit dan mencangklong tali tas di bahu.
"Anter Irene balik. Baru inget, udah hampir setengah jam kelasnya kelar." Jefri menjawab, sebelum menoleh pada Elang yang masih meliriknya. "Ikut nggak, Lang?"
Satu alis Elang terangkat, sebelum cowok itu melengos.
"Gue balik," ucap Jefri lagi, karena tak mendapat jawaban dari Elang.
Elang hanya diam, membiarkan Zuco dan Edwin membalas ucapan Jefri.
***
Di gedung Fakultas Ekomomi, dua orang gadis berdiri di depan gerbang. Gadis dengan rambut sebahu dan jaket merah muda, tengah mengomel panjang lebar tanpa jeda. Matanya menyipit, sementara bibirnya mengerucut. Gadis berambut keriting panjang di sampingnya hanya diam mendengarkan dengan sabar, sesekali tersenyum geli.
"Iya kan, Lus? Kak Jef pasti lupa kan jemput gue? Ngeselin banget sih. Udah nggak bolehin gue berangkat pulang sendiri, eh dianya malah ngaret. Awas aja entar, gue cuekin seharian biar kapok! Ih Lusi mah, diajak ngomong malah senyum-senyum!"
Lusi, gadis itu masih tersenyum kecil, menyelipkan anak rambut yang menghalangi penglihatan, ke belakang telinga. "Lo kan nggak ngajak ngomong gue, tapi sibuk ngomel, Irene."
Irene makin mengerucutkan bibir. "Habisnya Kak Jef ngeselin."
Lusi menatap lalu lalang mahasiswa satu fakultas mereka, sembari membalas beberapa yang menyapa ketika lewat. Mereka memang masih tergolong mahasiswa baru, meski sudah tujuh bulan berkuliah di sini, tapi karena cukup humble jadi bisa berteman dengan siapa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Down (REPOST)
General Fiction#Miniseri 6 "Mengenalmu, adalah sebuah jalan untukku merasa utuh." (Erlangga Thariq) "Bertemu denganmu, adalah jalan yang tak pernah kuinginkan terjadi." (Andalusia) Lusi membenci laki-laki itu, sosok yang merusak dan menghancurkan masa depannya. Hi...