39. Seminggu LagiBallroom hotel ini sudah dihias dengan dekorasi yang begitu menarik mata. Dengan tema putih dan merah muda, sesuai kemauan sang pengantin wanita. Bunga mawar menjadi pelengkap yang cantik. Lusi benar-benar bisa merefleksikan sesuai kemauan kepada pihak weeding organizer.
Di atas panggung, Elang bisa melihat sepasang pengantin baru itu sedang menyalami para tamu. Edwin mengenakan setelan dengan tuxedo biru muda, warna senada dengan gaun yang membalut tubuh sang istri. Binar bahagia terlihat memancar dari raut keduanya. Hari ini sepertinya sungguh jadi hari paling membahagiakan bagi keduanya.
"Ayah."
Mendengar suara itu, Elang menoleh ke arah Lala yang duduk di sebelahnya. Gadis ciliknya terlihat menggemaskan dengan gaun warna ungu muda dan tatanan rambut ala princess lengkap dengan jalinan bunga buatan sebagai mahkota.
"Iya, Sayang?"
Lala mengedip-ngedipkan mata. "Mau minum."
"Ya udah, yuk, Ayah antar."
Ia bangkit, kemudian mereka berjalan bergandengan tangan menuju arah meja tempat minuman disediakan. Beberapa orang yang berpapasan, sempat memuji kecantikan Lala dan dibalas dengan sopan oleh putrinya itu. Elang merasa bangga dan begitu berterimakasih kepada Lusi yang berhasil mendidik Lala dengan baik.
"Mau minum apa?"
Elang sengaja mengajak Lala ke meja dengan minuman ramah anak-anak. Maksudnya, yang tidak ada kandungan alkohol. Pun, ia juga tidak meminumnya. Namun karena kalangan Edwin lebih banyak yang menyukai minuman semacam cocktail dan sebagainya, ia tetap menghormati.
"Itu apa?"
Elang mengambil gelas berisi minuman warna oranye dan sedikit mendekatkan ke hidung. "Minuman rasa jeruk. Mau?"
Lala mengangguk. "Iya, Ayah."
Tersenyum, Elang mengambil tiga gelas minuman rasa jeruk itu.
"Kok tiga, Ayah?"
"Buat Ayah sama Bunda juga."
Lala membulatkan mulut sambil mengangguk-angguk. Saat akan kembali ke meja yang tadi, seseorang datang menghampiri.
"Bunda!"
Lusi, gadis yang malam ini begitu cantik dan memukau karena mengenakan gaun warna senada dengan Lala, tersenyum lega. "Bunda nyariin, lho."
"Lala haus, tadi." Elang mengulurkan gelas di tangannya. "Rasa jeruk."
Lusi tersenyum. "Makasih."
"Ya udah, yuk, balik ke meja."
Ketiganya berjalan beriringan. Beberapa mata menoleh dua kali demi menatap dan memuji betapa cocoknya mereka bertiga menjadi keluarga kecil. Elang hanya tersenyum.
"Tante Irene cantik, ya, Nda?" Lala menunjuk sang pengantin wanita yang melambaikan tangan sambil tersenyum lebar.
Lusi mengangguk. "Om Ed juga ganteng, kan?"
Elang yang mendengarnya, mengerutkan kening. "Apanya?"
Lusi menoleh. "Kak Edwin ganteng, serasi sama Irene yang cantik." Gadis itu tersenyum. "Iya, kan?"
Menipiskan bibir, Elang mengangguk. Meski Lusi memuji dalam konteks lain, ia tetap saja merasa cemburu.
"Dekorasinya cantik." Elang mengalihkan pembicaraan. "Kamu pintar koordinasi sama WO-nya."
"Itu kan temanya yang bikin Irene. Aku cuma bantu atur-atur ke WO." Lusi menatap Irene yang kini sedang mengobrol sambil tertawa dengan Edwin. Pengantin wanita itu tampak percaya diri meski duduk di kursi roda. "Semoga Irene cepat pulih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Down (REPOST)
General Fiction#Miniseri 6 "Mengenalmu, adalah sebuah jalan untukku merasa utuh." (Erlangga Thariq) "Bertemu denganmu, adalah jalan yang tak pernah kuinginkan terjadi." (Andalusia) Lusi membenci laki-laki itu, sosok yang merusak dan menghancurkan masa depannya. Hi...