28. Cukup Sendiri

2.3K 448 33
                                    

28. Cukup Sendiri

Dan benar saja, Lusi hanya bisa menunduk bahkan sejak detik pertama kakeknya Elang datang ke rumah. Takut? Jujur saja iya. Jika Elang memiliki kesan galak yang kasar, kakeknya justru terlihat menyeramkan bahkan hanya dengan tatapan. Lusi merasa kecil di depan beliau.

"Lihatnya biasa aja."

Mendengar celetukan bernada tidak sopan itu, Lusi spontan melirik ke arah Elang. Sementara orang yang dituju mendengus keras.

"Berlebihan sekali, kamu. Kakek juga nggak akan makan Si Keriting."

"Jangan panggil dia begitu."

"Loh, memang rambutnya keriting."

"Nama dia Lusi."

"Suka-suka Kakek panggil apa. Kamu keberatan, Keriting?"

Ditodong pertanyaan begitu, Lusi buru-buru menggeleng. "E-enggak, Tuan ... eh Bapak,"

Kakek tertawa keras, membuat Lusi meringis. "Panggil Kakek saja. Saya bukan tuan apalagi bapakmu."

Meringis, Lusi mengangguk kaku. "M-maaf, Kek."

Dan reaksi Kakek yang tertawa, membuat kesan menyeramkan itu hilang seketika. Benar kata Elang, Kakek tidak lebih galak dari Elang.

"Berapa umur kandungannya?"

"Dua puluh enam minggu." Elang yang menjawab, membuat Lusi spontan melirik ke arah laki-laki itu.

Kakek mengangguk-angguk sambil mengusap dagu. "Hampir tujuh bulan, ya? Kurang lebih dua bulan lagi lahirnya?"

"Iya."

"Keriting, jaga kesehatan sampai hari lahir tiba."

Lusi mengerjap, lalu mengangguk. "Iya, Kek."

"Kalau butuh apa-apa, jangan sungkan untuk minta kepada Kakek. Dan kalau Elang berbuat bejat lagi kepadamu, maka jangan ragu untuk lapor kepada Kakek."

"Kakak sudah berubah." Begitu secara spontan menjawab begitu, Lusi mengatupkan bibir. Entah kenapa pipinya memanas.

"Dengar, kan, aku sudah berubah." Ada nada kepuasan ketika Elang mengatakan itu.

Kakek terkekeh singkat. "Dasar angkuh." Lalu beliau bangkit. "Kakek akan sering ke sini."

"Ngapain?" Lagi, Elang menyahut ketus.

"Untuk nengok calon cicit Kakek, apa lagi?" Kakek mendengus, tapi kemudian tersenyum tipis ke arah Lusi. "Keriting, jaga diri selalu."

Lusi mengangguk. "Baik, Kek."

"Dan Erlangga, ikut Kakek keluar. Kakek ingin bicara berdua."

"Hm."

Namun sampai Kakek keluar dari ruangan itu, Elang masih saja duduk di sebelah Lusi. Hal itu membuat Lusi menoleh heran.

"Kakak nggak keluar?"

Elang mengedikkan bahu. "Setelah lo pindah istirahat ke kamar."

Lusi mengerjapkan mata. "Saya bisa sendiri."

Elang berdecak, lalu bangkit dan mengulurkan tangan. "Ayo."

Terdiam sesaat, Lusi menghela napas. Ia segera meraih tangan Elang untuk jadi tumpuan baginya bangkit berdiri. Setelahnya, laki-laki itu bahkan mengekorinya berjalan menuju kamar. Elang memang makin hari makin berlebihan, tapi Lusi tidak berani protes. Toh, tak bisa dipungkiri bahwa ia menikmati perhatian laki-laki itu. Meskipun ia juga tidak tahu, salah atau benar jika menikmatinya, mengingat hubungan mereka yang tak umum.

Broken Down (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang