~Mark Masa~
Bagaimana rasanya kehilangan? Aku tidak tahu.Kadang aku ingin bertanya kepada Mae, ketika Mae kehilangan Kakek Nenek dan harus mengurus kedua Nongnya. Ingin aku bertanya kepada P'Vee, ketika dia datang di dunia tapi tidak pernah melihat kedua orang tua kandungnya.
Seberapa besar sakit itu?
Sehampa apa ruang hatinya?
Bagaimana jika kehilangan itu menyerang diriku?
Disampingku ada P'Vee yang memandang tanpa berpaling dari nisan kedua orang tuanya. Namun tangan kirinya menggenggam erat tangan kananku tak pernah lepas sejak kami berangkat dari penthouse. Aku tahu dia butuh kekuatan, maka aku disini menjadi penguat bagi dirinya.
Di sekitar kami banyak yang ikut hadir berziarah. Selain kami berdua pastinya ada Paman Yin dan War, si kembar, Kakek Nenek Wong, keluarga Worrasarn, Keluarga Vivis, dan paman-bibi lainnya.
Dalam diam, aku tahu masing-masing dihatinya mengucap kalimat yang ditujukan kepada kedua abu. Air mata itu mereka bendung agar tak pecah hingga jagat ikut bersedih. Sudah lama kedua orang tua P'Vee pergi, tapi masih menyisakan duka.
"Mae tidak lagi mengirim hadiah ulang tahun untuk Vee, jadi Pho dan Mae harus datang langsung ke mimpi Vee untuk mengucapkannya." Nada bicara P'Vee getir. Dia ingin menangis tapi enggan.
Dalam perjalanan pulang, diam menjadi pilihan. Keadaan sunyi hanya deru mobil yang terdengar. P'Vee fokus menyetir dengan aku disampingnya. Dua bocah yang biasanya gaduh berubah pendiam. Bahkan saat di pemakaman dan kuil mereka khusyu memanjatkan do'a. Paman Yin dan Paman War mereka berada di mobil lain bersama Kakek Nenek Wong.
Langit sudah menampakan semburat jingganya. Mobil seakan mengejar titik matahari berada. Hingga berganti menjadi gelap pada cakrawala.
Malam ini, tak ada celotehan, tak ada kegaduhan. Masing-masing setelah makan malam langsung menuju kamar tidur. Begitu pula P'Vee yang memelukku, kepalanya menyusup di dadaku.
"Phi rindu sesuatu yang tidak pernah berjumpa."
Selalu seperti ini. Jika kami melakukan ziarah ke makam, akan berakhir dengan kesedihan.
Yang datang maka akan pergi. Yang tiba maka akan pulang. Begitu pula dengan Keluarga Wong. Hari ini mereka harus kembali ke Hongkong. P'Vee masih tidak rela ditinggal. Lihat saja kelakuannya, diantara kerumunan penuh minat, dengan manjanya dia memeluk Paman War dan tak ingin melepaskan. Sudah diejek Nong-nongnya tidak mempan. Hingga pemberitahuan keberangkatan menjadi keterpaksaan untuk dilepas. Kami melambai sampai jumpa tapi wajah P'Vee masih di tekuk.
Selepas mengantar ke Bandara, aku meminta P'Vee mengemudikan mobilnya untuk tidak segera pulang. Aku pernah berjanji untuk mengajak P'Vee berkencan berdua.
Matahari sudah tak tampak di langit, digantikan dengan bulan yang bulat sempurna. Sepanjang mata memandang, lalu lalang orang berkeliaran di antara kedai-kedai penjajal makanan. Toko beberapa masih menerima pengunjungnya. Tangan besar kekasihku, tak pernah lepas dari tanganku barang sejenak.
"Tubuh Mark kecil, nanti hilang."
Lucu sekali. Bagaimana aku akan hilang jika pusat keberadaanku adalah orang disampingku?
"Aaa..."
Tangan P'Vee menyodorkan sumpit dengan mie yang menyulur dari capitannya. Mulutku sigap terbuka menerima suapan satu, dua dan hingga mie dalam mangkuk habis. Tanganku tidak perlu bekerja. Cukup menikmati suapan dari orang yang katanya sedang memanjakanku.
Perut kami seakan ingin membludak. Segala jenis makanan dan minuman masuk. Si mulut tidak segera menghentikan padahal perut sudah enggan.
Kencan kami tidak berhenti sebatas menikmati malam dengan berjalan-jalan dan makan. Aku mengingat tentang sebuah tempat yang tenang dari cerita Pho dan Mae. Tempat dimana kami bisa melihat langit seakan itu dekat.
![](https://img.wattpad.com/cover/250666802-288-k435510.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession || VeeMark / YinWar [End]
ФанфикKetika jarak adalah hambatan Waktu kan menjadi cobaan Apakah cinta masih ada saat dipertemukan Atau ternyata itu obsesi dari dua insan Vee Vivis Wong, sang pewaris dua kerajaan yang merupakan mahasiswa teknik tahun ketiga, memiliki kekasih sejak ke...