Prolog - Distance and Time

3.8K 245 60
                                    


~Vee Vivis~


Terakhir aku memandangi langit yang sama dengan dia. Terakhir aku menginjak bumi Thailand dimana dia berada. Suasana dan kehidupannya akan menjadi rindu untuk kubawa nanti. Terutama kisah rindu untuk dia sang pemilik hati.

Usiaku memang masih di angka 12, tapi perasaanku terhadap sosok yang lebih muda hampir dua tahun dariku benar nyatanya. Tangan yang ku genggam dan berat ku lepas. Raganya ingin aku lihat selalu, dan hatinya yang akan aku kurung menjadi milikku selamanya.

Masih teringat pertama kali aku melihatnya. Sosok kecil berusia tiga tahun yang polos dengan mata takut. Hingga aku mampu meluluhkan untuk lebih dekat dengan dia. Dari awal aku sudah menginginkannya, apalagi ketika dengan lantang meminta dia menjadi pendampingku kelak. Para dewasa pasti menganggap permintaanku hanya bualan anak balita semata, namun aku yakini bahwa itu benar nyatanya. Karena aku Vee Vivis Wong.

Beberapa minggu sebelum ujian sekolah dasarku, ada hati yang ingin memberontak. Aku ingin tetap tinggal, tak sudi beranjak. Aku ingin menghabiskan masaku dengan dia. Tapi apa daya, aku hanya seorang anak kecil yang harus menuruti kemana orang tua membawa. Membuat jarak dengan Mark Masa.

Bahkan pesta kelulusan dan perpisahan yang dibuat orang tuaku bersama keluarga di Thailand tak mampu membuat perasaanku membaik. Pernah aku mengajukan untuk tetap di Thailand. Entah harus menetap di mansion Vivis bersama Paman kecil dan Paman manis, atau tinggal di rumah sederhana Keluarga Ratsameerat bersama Mark. Tapi aku kalah dengan tatapan memelas Papa. Papa tidak berkata apapun, tapi aku tahu Papa tak ingin jauh dari anak-anaknya. Aku juga sama tidak ingin jauh dari Papa, Daddy, dan si kembar. Tapi aku juga tidak ingin jauh lama dengan Mark.

Kenapa? Kenapa Kakek meminta Daddy kembali ke Hongkong? Apa masalah perusahaan disana tidak ada yang mampu mengatasi? Kenapa harus Daddy yang ditunjuk untuk menyelesaikan yang bukan karena ulahnya? Apa tidak ada yang becus untuk mengurusinya? Lalu apa gunanya mempekerjakan orang-orang bodoh yang tidak mampu menyelesaikan masalah? Pertanyaan makian terurai dipikiranku. Bahkan iblis jahat didalam diriku mengharapkan perusahaan di Thailand terjadi masalah sehingga Daddy akan dimutasi ke Thailand lagi. Ya aku jahat, sangat jahat jika menyangkut tentang Mark.

Perusahaan di Thailand kembali dipegang oleh Paman Prom. Perusahaan milik Vivis sudah dalam kendali Paman Peak. Sedang studio milik Papa dikelola oleh Paman Bever. Semua sudah diatur sedemikian rupa, tapi hatiku tak bisa diatur untuk menerima.

"Your attention please, passengers of  Cathay Pacific on flight number CX700 to Hongkong please boarding from door A12, Thank you."

Suara pengumaman dari pengeras suara bandara menyadarkanku dari lamunan nestapa. Semakin meremas tangan yang lebih kecil hingga pucat.

"Ayo P'Vee." Princess kesayanganku menarik kecil tanganku yang bebas.

Dengan paksa, aku beranjak. Papa masih memeluk Bibi Mum dengan erat. Kemudian saling berganti dengan lainnya. Bibi Mum memelukku, hingga genggaman pada tangan Mark terpaksa lepas. Setelahnya, keluarga lainnya juga memeluk aku dan si kembar. Terakhir, Mark yang telah lepas dari pelukan Papa memandangku datar. Aku tidak tahu apa yang ada di benaknya. Sebab pemikiran Mark sesuatu paling sulit untuk ditafsirkan.

Aku menarik tubuh Mark, mencium aroma bayi yang akan aku bawa. Mengusap surai legam yang lembut. Setelahnya aku melepas tubuh yang lebih kecil. Menyambut tangan Daddy yang akan menuntunku mengikuti dimana Papa dan si kembar sudah bersiap di depan gate.

"Boy, kalian masih bisa saling mengirim pesan atau menelepon. Apalagi setiap tahun kita akan ke Thailand mengunjungi Pho dan Mae Vee."

Ya, aku harus bisa kuat. Banyak cara untuk hubungan ini tetap terjaga. Hingga waktunya tiba, aku akan kembali untuk tinggal bersama Mark.

Obsession || VeeMark / YinWar [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang