30

18.8K 1.1K 70
                                    

Ada yang masih setia nunggu Ninggrum?
Oh iya thanks buat yang masih setia sama vote and commentnya.
Hari ini up yah, nggak tahu besok. Author lagi sibuk banget, banyak tugas numpuk😥😣

Gegara ngidamnya Ningrum, gue benar-benar hampir jadi pasien. Berapa kali gue keluar masuk toilet.
Ningrum niat banget mau bunuh gue.
Gue terbaring lemas di tempat tidur.

"Mas, aku kira orang kayak mas nggak sakit, ternyata baru makan rujak mangga aja udah lemes kayak mulut mas."

Gue memijit kepala frustasi, masih memejamkan mata.

"Sepiring penuh cabai Ning. Kamu niat mau bunuh saya?"

"Nggak lah mas. Aku kalau mau ngebunuh mas tinggal nyewa dukun aja, biar muntah paku sekalian."

Gue melebarkan mata, dengan kesal gue menatap Ningrum.

"Paku your eyes? you crazy woman. I should envy you to the swamp."

Ningrum menatapku bingung. Dahinya dikerutkan dalam.

"Paku mata mu? Sisanya apa sih mas, mas nggak lagi maki-maki aku kan?"

" itu bilang kamu cantik." Jawab gue asal.
Gue kembali berbaring, dasar istri gila, masa mau rencana bunuh gue terang-terangan.

"Duh mas, makasih Nining emang cantik dari lahir."

Gue pengen menyumpal mulut Ningrum sekarang juga agar berhenti bicara. Terserah dia.

"Kalau tiba-tiba saya muntah paku kamu pelakunya."

Gue masih menutup mata. Tapi gue tahu Ningrum masih menatap gue dari samping.

"Nggak. Kalau muntah besi beton itu baru Ningrum. Muntah beneran baru bilang Ningrum main sulap."

Gue membelak.

"NINGRUUMMM."
Gue menatap Ningrum yang sudah berjalan keluar kamar. Punya istri kok bikin gue tensi mulu. Kalau sampai besok perut gue masih sakit juga, berarti gue harus batal melakukan operasi. Gila Ningrum niat banget buat santet gue. Istri nggak waras.

*

Aku terkikik melihat wajah pucat, marah dicampur stress. Sebenarnya aku nggak tahu kenapa ngidamku kok jadi aneh, normal sih minta suami makan. Tapi nggak tahu kenapa aku pengen banget liat muka mas Saga kepedasan. Duh aku kayak istri durhaka.

Aku turun perlahan. hampir dibawah tangga aku bersitatap dengan Renata, yang akan naik ke atas. Perempuan cantik itu menatapku sinis.

"Aku dengar mas Saga sakit? Kamu jadi istri nggak becus banget. Suami kerja nyari nafkah untuk kamu, nggak tahu bersyukur bisa makan enak setiap saat, malah bikin suami sakit. Alasan ngidam?"

Renata menatap perut dan wajahku bergantian. Aku memeluk perutku.

"Ternyata Anak kamu juga pembawa sial mirip ibunya."

Aku membelak mataku. Aku bisa terima kalau dia menghina diriku, tapi tidak dengan anakku.

Plaaaak

Aku menamparnya kuat. Renata menatapku tajam. Niat ia ingin mendorongku tapi dengan tubuh kecilku kami saling jambak. Dia berniat ingin mendorongku, tapi tangannya ku tepis kuat.

"AAAAAAAAAAAAAW."

Aku membelakkan mataku. Renata terjatuh dari tangga.

"NINGRUM."
Itu suara mas Saga. Wajahnya datar dan dingin. Ia turun dengan tergesa-gesa. Aku masih mematung di tangga. Aku perlahan ikut turun, jantungku berdetak kencang melihat darah keluar dari paha Renata.

Aku ingin menyentuh Renata tapi dengan kasar mas Saga mendorongku hingga perutku terbentur tiang tangga bawa.

"Saya tidak pernah berfikir kamu sekejam ini. Kalau terjadi apa-apa dengan Renata, hidup kamu akan benar-benar hancur."

Mas Saga pergi begitu sajah menggendong Renata, tampa menoleh , wajahku memucat. Perut terasa ditikam pisau, ini sakit terlampau sakit. Wajahku semakin pucat, melihat darah mengalir hingga penuh dipahaku. Aku memeluk perutku.

"Tolong," Bisik ku pelan.

Hingga semua gelap aku tidak tahu apa yang terjadi lagi.

*
Kepalaku berdenyut sakit.
Perlahan aku membuka mataku, walau sedikit berat ku paksakan. Aku mebelakkan mataku mengingat kejadian yang terjadi, aku memegang perutku, masih terasa sakit. Apa bayiku baik-baik sajah. Aku bangun dan menyibakka kain yang menutupi tubuhku. Kenapa perutku rasanya lain, tidak seperti biasanya.

Pintu terbuka, aku melihat mas Saga berdiri mematung menatapku. Wajahnya kaget dan entahlah tatapan itu.

Dokter cantik yang selama ini memeriksa aku saat cek up masuk, dan berjalan ke arahku.

"Bagaimana anak saya dok?" Tanyaku langsung.
Kulihat wajahnya menegang.
Sekilas ia menatap mas Saga. Jantungku berdebar.
"Anakku baik-baik sajahkan dokter?"

"Biar nanti dokter Saga sajah yang jelaskan, saya permisi."

Aku menatap mas Saga yang mendekat ke arah ranjangku.

"Maaf."
Aku menggigit bibir bawahku dengan kuat. Mati-matian aku menahan tangis.

"Maafin saya Ning, maaf."

Aku menatap menusuk pada mata mas Saga yang begitu putus asa.
Aku tertawa, air mataku perlahan luruh.

"Katakan." Aku butuh penjelasan. Aku masih berpikir kedua bayiku baik-baik sajah.

"Dua bayi kembarku baik-baik sajahkan?"
Aku masih mendesak agar mas Saga mengatakan mereka baik-baik sajah.
Ku lihat wajah mas Saga yang merasa bersalah begitu dalam.

"Maaf."

Sekali lagi kata itu terdengar.
"Katakan kau berbohong."
"Katakan."
"Pembunuh, pembunuh. Pembunuh."
Aku memukul wajah dan tubuhnya brutal.

Aku menepis tangannya kasar, saat dia ingin menenangkanku. Aku putus asa, aku kecewa, air mata jatuh, aku tertawa sumbang. Dia benar-benar membunuh bayinya sendiri hanya demi Renata.

"Jangan sentuh aku. Pergi kau bajingan."

"PERGI KAU PEMBUNUH."

Aku melemparinya membabi buta dengan apa sajah yang ada di samping dan depanku. Aku tidak peduli tanganku yang diinfus telah berdarah.
Bayiku telah hilang. Aku menangis sejadi-jadinya.
Tolong kembalikan bayiku.

Bisa baca lengkapnya di karyakarsa😘😍

Istri Ndeso Sang Dokter [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang