1

27.3K 1.5K 84
                                    

Saga Pov

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saga Pov

"NINGRUMM DASI SAYA YANG WARNA HITAM DIMANA?"

Gue membuang napas kesal, bukan hanya kesal sudah pukul 7.30, dasi-dasi entah hilang kemana.
Setan siapa yang berani menyembunyikanya. Tidak mungkinkan cerita bunda gue yang sering mengatakan arwah bisa menyembunyikan barang-barang berharga karena kesalahan anggota keluarganya itu nyata. Itukan cerita bunda menurut kepercayaan nenek moyang bunda.
Gue memijit pelipis frustasi bagiamana mungkin seorang dokter seperti gue harus percaya, dengan hal mistis seperti itu? Atau apa mungkin ada maling di rumah ini? Gue memeriksa keadaan, perasaan cuma dasi-dasi yang hilang. Apa Ningrum ketiduran terus maling masuk ya.
Ais, gue makin frustasi, mata gue menajam menatap wanita ndeso ini yang tergopoh-gopoh, berlarian dia.

"Kenapa toh mas? Apa ada yang salah?"

"Dasi-dasi saya mana?"

"Gak mungkinkan kamu makan dasi-dasi saya?"

"Makan dasi pie toh mas? itu kain bukan ubi rebus mas."
Gue makin kesal, bawel banget Ningrum.

"Saya lagi buru-buru, hari ini ada wawancara penting."
Benar hari ini gue ada wawancara, sebagai dokter terbaik yang sudah menangani berbagai operasi darurat.

"Oh, dasi-dasinya toh mas. Aku sambungin jadi tali jemuran di beranda mas. Lagian kamu mas, bilangnya orang kota, rumahnya bagus kayak gini, tapi tali jemuran aja gak punya. Karena gak punya jemuran jad-"

"STOPPPP."

Gue yakin, kalau gue tensi darah gue tinggi pastinya. Perempuan ndeso sialan ini.
Dengan perasaan dongkol gue pergi dari situ. Gak apa-apa gak pakai dasi. Walau ini kurang banget, tapi dari pada gue gila karena ulah Ningrum.

"Awas kamu."

Gue berlarian menuju mobil. Dengan kesal gue membanting pintu mobil.
Ningrum sialan.
Kegantengan tidak berkurang, tapi kesialan gue bertambah.
Apa gue ceraikan saja perempuan itu. Akhhh bisa dicincang sang mama tersayang.

Ini salah gue sendiri, jika saja gue bisa kontrol untuk gak minum alkohol berlebihan pasti hidup gue masih bebas gak kayak sekarang, suara Ningrum kayak iblis di telinga gue.
Gue pengen mati aja. Baru dua hari nikah sama Ningrum hidup gue yang adem-adem, sekarang panas-panas tai ayam.
Ningrum sialan, sudah berapa kali makian yang gue keluarkan. Bahkan itu saja belum cukup.
Setahu gue Ningrum ini tamatan SMP, tapi kenapa bego bangat ya.

💥💥

Gue membanting map berisi data pasien. Karena emosi yang tidak terkontrol wawancaranya hampir saja kacau. Semua ini karena Ningrum.

Gue membuka jas hitam dengan kasar. Apa gue pulang ke rumah mama aja ya?
Biar Ningrum belajar sama pembantu rumah?

"Treet, trettt, trettt."

Gue menatap sebal handphone yang terus berbunyi. Jika nama yang muncul bukan nama perempuan yang sedari tadi pagi buat gue darah tinggi, sudah pasti gue terima.
Dengan ogah-ogahan gue mengangkat telpon dari Ningrum.

"Hallo mas."

"Maaf saya gak layani sumbangan."

"Sumbangan opo to mas. Aku tuh cuman mau nanya."

Perasaan gue uda gak enak, pasti pertanyaannya gak mutu bangat.

"Mas, aku baru mau mandi tapi nyari gayungnya gak ada ya mas? Sedari tadi aku bersih-bersih rumah mas, aku udah bau keringat mas."

Gue memutar bola mata malas. Lihatkan mau mandi aja, musti telepon gue.

"Ya kamu bisa nyalain sowernya kan?"

"Sower itu opo toh mas. Iki aku gak ngerti."

"Ribet jelasin, nonton youtub aja."

"You, yu apa toh mas, aku ora ngerti."

"Shit, gak usah mandi lo."

Kekesalan gue udah di ujung tanduk, cewek sialan ini benar-benar buat gue tensi.

**
Ningrum pov

Aku misu-misu gak jelas.
"Dasar tua gila."
"Dasar edan."
Aku menatap hape nokiaku yang sudah hampir rusak, tombolnya saja sudah hilang sebagian.

"Mandinya gimana iki ? Mana gak ada kolam atau kali di sini."

Aku duduk melonyorkan kakiku, badanku sudah pegal-pegal. Seharian bekerja.
Namaku Ningrum Saraswati. Aku dilahirkan dari keluarga miskin. Bapakku sudah meninggal saat aku masih SMP, ibu ku janda, seharian bekerja di kebun, aku punya seorang adik laki-laki yang masih SMP, demi membantu keuangan ibu aku nekat ke kota, bermodal alamat tetanggaku mbok Tami yang meminta aku ke kota, kebetulan majikannya mencari pembantu baru. Aku yang cuma tamatan SMP menerima dengan bahagia pekerjaan itu.
Tapi nasibku tidak sebagus yang kuduga, sampai di kota sudah malam, aku takjub dengan penampakkan kota dengan gedung-gedung yang tinggi, dan kendaraan-kendaraan lalu lalang. Di desa, orang yang punya kendaraan motor atau mobil pasti orang berduit. Tapi di sini aku jamin orang berduit semuanya. Sedangkan handphoneku yang sudah lama, tiba-tiba mati. Padahal sudah ku chas semalaman supaya aku gak nyasar.
Tapi sekarang aku nyasar. Aku melangkah entah kemana, mengikuti instingku. Hari semakin malam, aku mengeratkan pelukkan ku pada tas almarhum ayahku, tas tuah dan lusuh ini berisi pakaianku.
Hingga mataku melotot seorang tiba-tiba menarikku dengan kuat, bahkan bajuku disobeknya dengan kasar.
Yah malam itu aku kehilangan sesuatu yang sangat berharga selama 17 tahun ini.
Yah, tepat sekali yang mengambilnya adalah suami brengsek yang menikahiku kemarin. Suami menyebalkan yang selalu memakiku dengan sebutan bodoh, ndeso, dan lebih parahnya selalu menyamakanku dengan manusia purba.
Bukannya aku bodoh, aku tahu manusia purba yang selalu pak Mamat guru sejarahku jelaskan. Aku tidak bodoh dalam pelajaran, hanya saja kurangnya biaya membuat aku terpaksa putus sekolah.
Suamiku memang bermulut cabe, menurutku selain brengsek dia juga bermulut kasar. Aku gak nyangka punya suami yang umurnya terpaut 10 tahun di atasku.
Untung ganteng dan berwajah awet, kalau tidak, minus semua di mataku.

"Kalau mau ngemis di lampu merah sana."
Aku mengerjap menatap manusia yang sedari tadi terus aku pikirkan.

"Kenapa kamu misu-misu gak jelas kayak gitu? Bisu?"

Aku makin gondok dasar dokter edan.

"Situ dokter tapi bego banget sih. Gak bisa bedakan mana pengemis dan perempuan cantik?"

***

Saga Pov

Gue tertawa terbahak-bahak.
Apa-apaan gayanya Ningrum, sok cantik banget pake bantingin rambut yang gak pernah perawatan itu lagi.

"Kamu tuh gak nyadar hah, kamu tuh mirip gembel tau gak? Gak usah percaya diri deh, mantan-mantan saya tuh seribu kali lipat lebih cantik dan seksi dari kamu."

Gue menatap tubuh Ningrum, tinggi badannya hanya sampai dada, rambutnya lepek tak terawat, muka pas-pasan, dan badan cungkring begini. Astaga malam itu kenapa harus menarik gadis ini. Gue menggeleng-gelengkan kepala miris.
Selain kampungan, Ningrum juga percaya diri akut. Malu-maluin banget.

"Lihat tubuh kamu Ning, Ning. Kamu tuh mau buat saya sakit perut apa."

Gue memegang perut, Ningrum memang lucuh sekali.

"Nining doain mas Gagak sakit perut sampe keeek." Nining menaruh sebelah tangannya di leher dan mempraktekkan kata mati.

Gue makin ketawa, bukan apa, cara Ningrum ucapin matinya, lucu.

"Saya pikir kamu kerasukkan Ning, ahahha."

"Ketawa aja mas. Aku doain sampeyan mati beneran."

Gue terdiam.

"Kamu niat banget mau saya mati."

"Iya, sampeyan itu perusak hidup saya yang suci ini."

Gue tertawa lagi. Astaga bahkan saat marah Ningrum terlihat lucu.

Istri Ndeso Sang Dokter [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang