9

12.2K 974 10
                                    

Ningrum Pov

Aku membuka kelopak mataku. Rasa pening menghantam kepalaku. Rasanya sakit sekali.

Perlahan mataku terbuka. Ah, kamar mewah ini adalah kamarku dan mas Saga. Apa aku baru sajah mimpi buruk. Mimpi yang sangat aku takutkan diusiaku yang baru menuju kedewasaan. Bagaimanapun aku hanya anak desa yang nyasar di kota dan menjadi istri seorang dokter tampan.

Sekelebat memory malam tadi membuat aku dilema. Ini hanya mimpi. Semoga ini hanya mimpi.

"Kamu sudah sadar?"

Aku menatap sosok yang sangat aku kenal. Yah dia suamiku.

"Kamu hamil."
Aku memegang kepalaku pening.

Apa aku halusinasi dan pingsan. Kupijit keningku pelan. Tapi melihat wajah mas Saga yang penuh lebam masih baru. Aku sadar suamiku ternyata punya wanita lain, yang hamil anaknya dan parahnya aku juga hamil. Tuhan benar-benar permainkanku.

"Maaf. Tapi kamu harus kuat hadapi ini. Maaf karena aku kamu terluka Renata adalah kekasihku sebelum kamu menjadi istriku."

Aku menatap kosong ke arahnya. Pertahananku jebol. Sungguh mungkin kami menikah karena kejadian satu malam. Tapi apa dirinya harus merasakan sakit luar biasa seperti ini.

*
Aku membuka mataku perlahan.

"Ningrum, kamu bisa dengar mama."

Aku memegang kepalaku.

"Astaga, mama hampir jantungan dengar kamu tenggelam."

Aku mengangkat kepalaku. Tenggelam. Tidak jelas-jelas aku mengingat kejadian malam itu. Aku mengerutkan dahi bingung ketika jam beker di atas meja menunjukkan pukul 17.05, apa yang terjadi padaku.

Apa aku mimpi, kenapa mimpi itu sangat menyakitiku.
Aku menatap sosok yang muncul di balik pintu. Mas Saga wajahnya tidak babak belur. Aku bangun dan refleks memeluk tubuh mas Saga.

"Ningrum kamu kesambet apa sih?"

Mama sudah pergi saat aku memeluk tubuh mas Saga.

"Mas aku ngipi elek. ojo ngapusi aku, hiks."

Aku memeluk tubuh mas Saga. Entahlah aku takut jika mimpi itu adalah nyata, aku nggak sanggup.
Mas Saga menatap mataku yang sudah penuh bulir air mata.

"Ning kamu nggak kesurupan penunggu danau benarankan?"

Aku memukul lengan mas Saga kuat. Dasar perusak suasana. Aku tahu mas Saga tidak mengerti bahasaku.
Tapi dalam hatiku merasa gelisa terus menerus.

"Mas Gagak, kamu nggak hamilin perempuan kan?"

Aku bisa lihat matanya membulat sempurna.

"Wah, nggak benar nih kamu Ningrum. Saya harus manggilin dukun, kamu benar-benar kesurupan."

Mas Saga melangkah pergi. Dasar dokter gila.
Aku mengingat kembali mimpi itu, benar juga ini hanya mimpi, karena bang Elka, kakak pertama mas Saga, aku mengenalnya dihari pernikahan. Ah, tapi siapa itu Renata.

"Duduk, tadi kamu belum makan siangkan?"

Aku menatap mas Saga yang membawa nampan berisi berbagai macam makanan. Jujur perutku jadi keroncong, melihat ayam kecap dan berbagai lauk pauk yang tersaji.

"Ckk."

Aku menatap aneh mas Saga yang berdecak menatapku.

"Kamu itu nggak makan berapa tahun sih?"

Mas saga membersihkan bibirku yang belepotan.

"Lihat saya benar, kamu emang anak tuyul, bukan hanya bikin darah tinggi kamu juga kayak bocah."

Aku menelan makanan susah payah. Tentu sajah mulutku penuh makanan.
Selain enak aku juga sangat lapar.

" Gamsahabnida oppa."

Aku terkikik melihat mas Saga yang menatapku sebal.

"NINGRUM JANGAN PANGGIL SAYA OPPA."

"Ye oppa."

Aku tertawa terbahak-bahak, melihat mas Saga melangkah pergi dengan kesal.

*
Saga Pov

Ningrum sialan gara-gara dengar dia tenggelam gue langsung buru-buru pulang dari rumah sakit.
Gue pikir Ningrum bisa berenang. Astaga istri gue nggak bisa renang, pake gaya mau mandi di kolam renang segala.
Kalau ada yang sakit pasti rumah besar keluarga Maradewa bakal heboh. Mama yang paling heboh.

"Kenapa bang muka kaya benang kusut gitu?"

Gue menatap Leandra, adik bungsu  yang malang. Terlihat begitu manis duplikat bunda, hanya sajah sedikit lebih tinggi dari bunda.

"Ck, gayaan ngomong benang kusut kayak bisa jahit ajah."

Gue menatap Leandra yang mencibir ke arahku.

"Jahit nggak tahu. Tapi kalau mau coba aku bisa jahit mulut bang Aga."

Gue menatap ngeri Leandra wanita beranak satu ini emang berubah total makin kejam kayaknya.

"Kamu mah dek, tega banget jadiin abang kelinci percobaan."

Dia hanya tertawa dan melangkah pergi.
Yah, setidaknya Lean tidak sedih lagi.

"Vin."

Gue menatap sebal ke arah Lavin.

"Kenapa bang mukanya kayak nggak dikasih jatah gitu."

Gue mendesah kesal. Nggak tahu apa kalau ini semua karena ulah istrinya yang ngajarin Ningrum drakor-drakoran.

"Istri gue udah kayak istri lo ajah."

Mengerti omongan gue, Lavin tertawa terbahak-bahak.

"Rasain lo bang. Makanya dulu jangan sok-sokan godain gue. Kena karma kan lo."

Gue mendelik sebal. Gue mendesah pasrah, gini ni kalau punya istri masih bocah. Mana Ningrum keras kepala dan suka debat. Sepaket banget Tuhan kasih istri.

Istri Ndeso Sang Dokter [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang