20. Youth

106 9 1
                                    

​Tok ...

"Euh ...."

​Tok ... tok ...

"Argh ...."

Aku kembali mengerang, enggan untuk bangkit. Kubalikkan tubuh ke sisi lain, masih merasa lelah dan ingin meneruskan tidur.

Tok ... tok ... tok ...

Ketukan itu sekarang terdengar lebih jelas dan sangat mengganggu. Berisik!

​"Nicholas? Vanessa? Ayo bangun."

... Hah?! Oh, tidak!

Aku beranjak dengan kedua mata terbelalak lebar. Aw, aw, aw! Punggungku sakit, sepertinya alamat encok. Kuraih cepat bantal dan melemparkannya asal ke atas ranjang. Aneh. Kenapa bisa ketiduran begini? Biasanya tidak pernah terjadi. Bahkan mimpi itu juga semalam tidak muncul. Terlalu aneh.

"Nicholas?" panggilnya lagi dari luar sana.

Gerakanku yang baru saja membuka selimut dalam sekali tarikan seketika terhenti. Sosoknya masih tidur pulas di bawahnya, berbalutkan kemeja yang terlalu kebesaran untuk ukuran tubuhnya yang mungil, sedangkan pahanya menyembul keluar memperlihatkan warnanya yang putih mulus. Gah! Aku berpaling darinya dan menghempaskan kembali kain tebal itu guna menutupinya segera.

"... Belum bangun? Vanessa?" Kali ini muncul suara cekikikan dari luar mengiringi panggilannya.

Kutepuk wajah dengan kedua tangan, terlalu keras karena kesakitan yang ditimbulkannya begitu menyengat. Aw! ... Okay, Nicholas. Bukan saatnya terpukau oleh bentuk tubuhnya.

"Woi."

"Euh ...."

"Woi!" bisikku sekali lagi, kali ini lebih keras.

"Nicholas? ... Oma buka aja, nih?"

Apa?! Jangan!

Duh! Sudah tahu sulit bangun pagi, kenapa dia tidak memasang alarm, sih?! Euh ... sebetulnya agak sulit untuk menyalahkannya karena hahhh ... akulah dalang di balik kelelahan ekstrim yang dirasakannya dua malam belakangan.

Hm? ... Hah?! Bukan, bukan! Bukan 'kelelahan' itu yang kumaksud! Gah!

Tidak percaya? Noh! Aku tidur di lantai, 'kan?! Aku tidak menyentuhnya sama sekali!

Okay, jadi setelah kejadian bunuh diri waktu itu, aku ... a-aku ... hahhh ... ya, ya! Aku jatuh pingsan! Memalukan? Ya, iya, lah! Tahu apa yang mereka lakukan untuk membawaku kembali ke vila? Aku digotong ramai-ramai oleh penduduk sekitar! Gah! Tadinya mau pakai ambulans atau taksi. Tapi karena saat itu sangat ramai dan jalanan macet, mereka memilih untuk mengangkutku saja dengan tandu karena jaraknya yang tidak terlalu jauh.

Jadi, di malam terakhir di Bali, perempuan yang masih terus mendengkur ini yang katanya menjagaku. Bilangnya sih, dia tidak tidur semalaman. Kayaknya bohong. Mana mungkin dia sebaik itu, 'kan? Justru aku yang baik membiarkannya beristirahat nyaman di atas ranjang. Bah!

Belum selesai di sana, karena kami berdua baru bangun tepat sejam sebelum jadwal penerbangan pesawat, sehingga tidak sempat mandi dan perut kosong. Setelah membereskan koper yang isinya bagaikan kapal pecah, pokoknya semua saja dimasukkan ke dalamnya, millikku dan miliknya campur aduk jadi satu, kami berdua berangkat dan sekali lagi, berlari cepat menuju gate keberangkatan. Hadeuh!

Sudah? Belum! Saat di atas awan, aku pakai acara mimisan segala lagi. Gah! Cairan merahnya mengucur deras, bahkan sampai mengotori kaus putih yang kukenakan. Mungkin itu dampak karena darahnya semua berkumpul di kepala. Bungee jumping sialan!

Be with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang