28. Locked

58 2 0
                                    

Suara shaver yang menggema tetap tidak bisa mengalahkan bunyi aliran air yang keluar deras dari keran. Rambut-rambut tajam yang kembali tumbuh dalam sekejap lenyap, meninggalkan daguku yang kemudian bersih tanpa kehadirannya. Selesai membilasnya dan menghapus sisa-sisa krim yang tertinggal, kupandangi pantulan bayanganku di cermin.

Kali ini aku sungguh mengharapkan kedatangannya. Demi melihat rupanya sekali lagi, untuk mengingat kembali parasnya yang tidak kuingat.

Beberapa menit berlalu, kilasan tadi pagi tidak juga hadir. Coba kalau memoriku bisa direkam, dengan mudah aku tinggal menekan tombol repeat guna terus mengulangnya. Sedih dan kecewa bercampur aduk menjadi satu, entah kenapa malah menghadirkan perasaan emosi dalam diriku.

Kutanggalkan seluruh kain yang melekat dan menghempaskannya asal ke arah keranjang bambu di sisi pintu. Lemparanku sedikit meleset, bagian lengannya menjulur keluar menyentuh lantai.

Kutarik napas panjang, bersiaga. Euh ... aku kembali bergetar. Keparat! Daripada terus berpikir dan ujung-ujungnya gak jadi, kubalikkan tubuh dengan cepat dalam sekali putaran. Huff!

Cacat fisik itu memperlihatkan wujudnya, masih tetap sama, bergerinjul dan menjijikkan. Hingga saat ini pun aku enggan merabanya. Sekian lama tatapanku berlabuh padanya, mengamatinya dengan seksama dan fokus. Ayo, ingatan. Kembalilah sekali lagi!

"Nicholas!"

Daun pintu mendadak terbuka, menyalurkan penerangan dari kamar tidur ke tempatku berada yang suasananya remang-remang. Gerakan kuat yang diberikannya menimbulkan embusan angin dingin kepada tubuhku yang seratus persen telanjang.

"HIYAAA!!!"

Jeritannya menggelegar dan dibantingnya pintu dengan keras. Gah! Bahkan salah satu engselnya sampai lepas karena kekuatan babonnya. Duh! Nanti aku minta Pak Udin untuk memperbaikinya.

"Lo bisa ga sih, kontrol tenaga lo?!"

Ya, apaan, sih?! Kalau begini terus, seluruh kamarku bisa habis tak bersisa, semua hancur berkeping-keping yang ada.

Hanya punggungnya yang kali ini menghadapku. "Heh! Lo bisa pake baju ga?!"

Hah? Ini kan memang mau pakai baju, makanya aku berjalan ke arah lemari berada. Lagian sekarang aku handukan kok, kusematkan di pinggangnya dan sepenuhnya menutupi organ vitalku. Jangan lupakan juga jubah Superman-ku yang melambai-lambai di belakang. Aman.

"Lo yang ngintip, malah marah-marah. Harusnya gue dong, yang emosi."

"Heh! Bukannya terima kasih! Udah capek-capek gue khawatirin lo. Gue pikir lo pingsan di dalem!" protesnya tidak suka. "Btw, inget?" tanyanya menyebalkan seraya cekikikan.

Bagaimana tidak ingat?! Bungee jumping sialan! Bahkan kenangan aib saat itu diabadikannya menjadi sebuah foto, memperlihatkan mukaku yang masih putih polos belum sepenuhnya pulih sedangkan dia tertawa mengejek di sampingku, lalu dicetak dan dipigura, dan sekarang berdiri sempurna di meja nakas sebelah weker. Gah!

"Oh, my God!" pekiknya kaget dan sekali lagi membuang muka. "Buruan pake baju! Dasar porno!"

"Lo yang porno! Semua orang kalo mandi ya handukan doang!"

"La-la-la! Berisik! Jangan ganggu! Gue lagi belajar!"

Apa?! Yang pertama buat kehebohan kan dia sendiri! Huh, sebal!

Be with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang