6. Questions

132 11 0
                                    

"Heh! Sopan bener lo nyemprot muka gue?!" celetuk Vanessa sambil mengelap wajahnya yang basah dengan selembar tisu di tangannya.

"... Ga sengaja," ucapku jujur dan menunduk setelahnya.

Saat ini kedua jarum jam menunjuk ke arah angka dua belas, yang artinya sang bola penerang dunia tepat berada di puncak dan pancarannya yang terlalu terik tengah sibuk menyinari bumi. Tentunya aku tidak mau kulitku gosong terbakar oleh sinarnya yang kuat dan panas, sehingga pilihan terbaik untuk berteduh yaitu di bawah atap gazebo.

"Tisu!" pintanya lagi dengan galak.

Euh, koreksi. Sebetulnya cewek psycho ini yang menarikku kemari karena emosinya yang meledak-ledak dan gagal untuk diredam tidak mau ketahuan oleh Oma. Berusaha tetap jaim, maksudnya.

Beberapa saat aku terus diam, membiarkan mulutnya terus mengoceh dan menggerutu. Tentunya disertai dengan decakan, teriakan, dan tidak lupa, umpatan. Tisu bekas yang telah digunakannya pun kian menggunung tinggi, beberapa bahkan jatuh berserakan mengotori lantai.

Aneh sekali. Kalau cewek ini begitu membenciku, kenapa dia mau bertunangan denganku? Tadi juga, ketika topik pernikahan keparat muncul dari mulut Oma, kenapa dia tidak langsung menolaknya saja? Gampang, bukan? Tinggal bilang 'gak mau!' padahal.

"... Btw ... kenapa kita ... bisa tunangan?" Tidak bisa menunggu lebih lama lagi, pertanyaan yang sejak tadi mengganggu pikiran akhirnya kuungkapkan, tentunya dengan nada seramah mungkin, berhati-hati di saat emosinya masih di level tertinggi.

"Kita dijodohin," jawabnya acuh tanpa menatapku dan masih sibuk mengeringkan muka.

"... Oma?"

Pasti dia dalangnya. Lihat saja kelakuannya tadi yang terlalu semangat, mengharapkan pernikahan kami bisa dilaksanakan secepatnya.

"Keluarga kita berdua."

"Terus, kenapa lo ga nolak keputusan Oma? Lo ga setuju sama pernikahan ini, 'kan?"

Sepertinya aku terlalu blak-blakan hingga untuk pertama kalinya, perempuan ini membisu. Habis, menyebalkan sekali dia. Sebetulnya ada niat untuk membantu mengembalikan ingatanku tidak, sih?! Kenapa jawaban yang diberikannya pendek-pendek begitu?!

Selama beberapa detik aku tetap menunggu kehadiran jawaban dari mulutnya, tapi tahu apa yang dilakukannya? Cewek ini malah sibuk membersihkan bajunya! Yah, memang masih tampak kehadiran beberapa butir nasi hasil semburanku yang mendarat pada kerahnya. Maaf!

Yeh, ampun deh, ini cewek! Sekarang malah melamun dan pandangannya tertuju ke arah kolam berenang. Tolong lihat sini dan jawab pertanyaanku!

Tentunya aku penasaran dengan masa laluku, sehingga, pantang menyerah, dong! Ogah kalau pertanyaan ini terus mengganjal hati.

"Apa ada hubungannya sama kecelakaan kemaren?"

Betul juga. Kemarin itu kecelakaan apa, sih? Kalau dari ingatan yang sekilas muncul di rumah sakit, sepertinya kebakaran. Tapi ... aneh juga. Kalau bekas di punggung itu akibat peristiwa kemarin, luka sebesar itu, masa sudah kering hanya dalam hitungan hari? Tidak mungkin.

Gerakan tangannya terhenti. Pastinya! Karena bajunya kan sudah bersih tanpa noda! Ia membalas tatapanku namun kegelisahan hadir pada rautnya.

Dipalingkan wajahnya dariku terlalu cepat dan ia berdiri. "Itu ... apa ... ke-kecelakaan itu ...," ucapnya terbata-bata sambil berjalan keluar tanpa tujuan. Vanessa berusaha menghindariku.

Be with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang