Bagian 17

5.3K 376 16
                                    

Vote terlebih dahulu sebelum melanjutkan membaca ✨

Happy Reading ❤️

Anggia sudah sampai di rumahnya di antar Diaz, awalnya Elzan tak mengizinkan pulang karena dia belum menyuruh namun Diaz membantah Elzan karena tidak baik seorang gadis pulang terlalu larut.

Anggia membuka pintu rumahnya ternyata tidak di kunci, tapi kenapa gelap?.

"Kakak?" cicit Anggia mendadak berkeringat dingin, karena Anggia memang sangat takut dengan kegelapan.

"Ka...lian dimana?" tidak ada jawaban juga.

"Aku takut" Anggia mencari ponselnya di tas namun saat di temukan ternyata mati ia tak bisa menyalakan senter.

Klik

Lampu kini menyala terlihat sosok Argan berdiri di ruang tengah dengan sorot mata bak malaikat pencabut nyawa.

"Baru pulang?" nadanya terdengar dingin namun mampu membuat Anggia merinding.

"I..iya Kak, tadinya Kak Elzan gak iz...

"LO BISA LAWAN DIA, JANGAN DIEM!" Anggia tergelonjat, saat Argan menyentak dan entah kapan Argan ada di hadapannya.

"KENAPA GAK JAWAB? LO TAKUT?!" Argan mengguncang tubuh Anggia.

"A...ak...

"LO GAK BOLEH TAKUT SAMA ANJING ITU ATAU SIAPAPUN! LO CUMA BOLEH TAKUT SAMA GUE!" Anggia memejamkan matanya, tak berani menatap Argan yang terlihat murka.

"Bukan kah itu salah satu jika menjadi Budak? Takut dan patuh pada tuannya?" Argan terdiam namun cengkraman di bahu Anggia semakin kuat.

"Aku pulang sekarang, karena baru diizinkan pulang jika belum aku tak akan pulang Kak. Dan bukan kah itu kesepakatannya? Kakak yang menyerahkan aku untuk di jadikan budak?" Lirih Anggia menunduk.

"Jangan menunduk pada siapapun, Lo cuma boleh nunduk di hadapan gue" ujar Argan menarik kasar dagu Anggia.

"Cuma sebulan, dan selama itu lo harus kasih tau gue apa aja yang terjadi sama lo" sambung Argan.

"Iya Kak" cicit Anggia dengan mengangguk.

"Kakak, apa wajahnya sakit?" tanya Anggia memperhatikan wajah tampan Kakaknya yang terlihat beberapa lebam.

"Mata lo gak buta kan?" tanya Argan.

"Bisa liat sendiri?" sambung Argan.

"Kenapa belum di obatin?" tanya Anggia.

"Apa Kak Alina sudah tidur? Lupa mengobati Kak...

"Lo banyak bacot" desis Argan.

"Boleh aku yang mengobati?" tanya Anggia.

"Kalo mau ngobatin gak usah tanya, bisa kan langsung lakuin?" Anggia mengangguk dan berlari kecil mengambil kotak obat.

Argan tanpa sadar tersenyum tipis sangat tipis tak akan ada yang menyadari bahkan dirinya pun tak sadar jika menerbitkan setipis senyuman.

Diary Anggia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang