Bagian 03

5.7K 435 11
                                    

Vote terlebih dahulu sebelum melanjutkan membaca✨

Happy Reading❤

Anggia menuruni tangga, ia melihat kedua kakaknya tengah asik sarapan dengan diiringi canda tawa ingin sekali merasakan ada di antara mereka namun sepertinya lagi dan lagi itu hanya keinginan yang tak akan pernah terwujud.

"Selamat pagi kak Argan, kak Alina" sapa Anggia namun tak pernah di jawab.

"Non, sarapannya sudah siap" ujar bi Marni, Anggia berjalan ke meja pantry karena tak akan mungkin makan di meja makan yang sama dengan kedua kakaknya.

"Semangat belajarnya non, semoga betah ya nanti di sekolahnya" ujar bi Marni.

"Aamiin, Bibi ayo ikut sarapan bersamaku" ajak Anggia seperti biasa bi Marni mengangguk.

Alina menatap benci Anggia yang asik memakan roti selainya, menyebalkan itulah kata yang pas jika pembawa sila itu memang kata terkutuk untuk Anggia maka menyebalkan adalah kata khusus untuk Anggia.

"Untung gak satu sekolah, liat mukanya bener-bener bikin muak" gumam Alina dapat di dengar Argan.

"Jangan ditatap, selesain makannya terus kita berangkat" ujar Argan di angguki Alina.

"Bi, kita berangkat" ujar Alina.

"Iya non, kalian hati-hati" ujat bi Marni.

"Bibi, aku juga mau beran-

"Lo gak bareng kita" sarkas Argan menggandeng Alina.

"Non, mau Bibi antar?" tanya bi Marni.

"Engga usah, aku berangkat sama mang Aman aja Bi" ujar Anggia.

"Assalamualaikum" Anggia tak lupa menyalimi tangan bi Marni.

"Waalaikumsalam Non" balas bi Marni.

Anggia berjalan keluar ia melihat Mang Aman supir pribadi yang biasa mengantarnya jalan-jalan tengah membersihkan mobil.

"Mang" panggil Anggia.

"Eh si Neng, ayo atuh mamang udah nunggu" Anggia tersenyum lalu mengangguk saat Mang Aman membuka pintu mobil dan ia pun masuk.

Anggia menikmati perjalanan di pagi hari rasanya sangat tidak bisa di percaya ia bisa bersekolah dan melakukan aktivitas seperti remaja lainnya. Lampu merah membuat mobil yang di tumpanginya berhenti Anggia menatap jalanan ramai ia melirik anak lelaki yang menjual tisu rasa iba menyelimuti hatinya ia membuka kaca mobilnya.

"Dek" panggil Anggia membuat penjual tisu itu mendekat.

"Iya kak? Mau beli?" tanya Anak itu.

"Aku mau beli lima aja ya" ujar Anggia membuat Anak itu berbinar.

"Wah, ini kak" Anak itu menyerahkan lima tisu berukuran sedang ke Anggia.

"Berapa semuanya?" tanya Anggia.

"25ribu kak" ujarnya Anggia menyerahkan uang berwarna biru.

Diary Anggia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang