bagian 31

4.3K 400 8
                                    

Jangan lupa follow and vote
Selamat membaca
.
.
.

Terhitung beberapa menit sudah aku mondar-mandir di depan ruangan rumah sakit layaknya setrika. Sudah berulangkali nyonya jeon juga eomma ku menyuruhku untuk duduk namun aku tak bisa. Sungguh aku mencemaskan keadaannya, satu alasan yang menyebabkannya adalah karna aku sudah tau penyakit yang ia derita.

Nyonya jeon tidak menampilkan ekspresi lebih saat kukatakan padanya bahwa aku sudah mengetahui semua nya, berbeda dengan nyonya Kim alias eomma ku yang terkejut bukan main.

Pintu ruangannya terbuka menampilkan dokter Wendy dengan ekspresi yang tidak mau ku prediksikan dulu untuk sekarang. Dibandingkan bertanya, aku malah memilih mundur lalu menutup telingaku karna nyonya jeon mulai menanyakan keadaan Jungkook.

Meski begitu, suara dokter Wendy tak bisa kusamarkan. Sebab menutup telingaku ternyata tidak berpengaruh apa apa.

"Kankernya telah memasuki stadium tiga beberapa hari lalu. Obat penahan sakitnya sudah tak berpengaruh apa apa lagi sebab sudah sangat parah. Meskipun ada pendonor ginjal untuk saat ini, aku tak bisa menjamin ia bisa sembuh. Karna kankernya sudah menyebar ke organ organ lain" dokter Wendy menjeda, aku menebak eksperinya pasti sangat menyesal untuk mengatakan kata selanjutnya. "Seperti dokter dokter pada umumnya. Aku tak akan mengatakan sampai kapan waktunya bisa bertahan. Tapi aku akan melakukan yang terbaik agar dia tetap sembuh nyonya jeon. Saya permisi"

Bahuku merosot, tangisku semakin pecah sementara eomma ku sibuk menenangkan ku. Lalu nyonya jeon? Lebih dari diriku. Ia pun sangat terluka, putranya, lebih lama hidup dengannya dibandingkan diriku. Aku tau sakitnya, karna meski aku tak berada distatus yang sama dengannya, aku merasakan sakit yang teramat sangat sekarang ini.

Aku masuk terlebih dahulu, pria itu ternyata sudah sadar lalu melayangkan senyuman seperti biasanya padaku. Untuk pertama kalinya aku tidak suka senyumnya, sudah cukup selang infus lalu alat bantu pernafasan yang melekat padanya membuktikan bahwa dirinya benar benar sakit, aku tak mampu menahan semuanya dan berpura pura lagi bahwa aku percaya dirinya akan baik baik saja. Karna semua yang ada pada dirinya satu waktu bisa membuatku gila.

"Aku tidak apa apa. Jangan menangis"

Katanya dengan nada lemah, khas orang sakit. Matanya sayu tak memancarkan ketajaman lagi seperti sebelumnya. Alih alih berhenti menangis, genggaman tangannya membuatku semakin sesak tiada ujung.

Dalam keadaan ini, apakah ia tau bahwa aku begitu mencintainya lebih dari apapun, tak peduli orang mengatakan aku lebay atau seperti yang biasa anak remaja katakan (bucin). intinya aku ingin ia tau bahwa tak ada yang bisa menandingi cintaku untuk saat ini. Aku ingin ia tau betapa aku menginginkan dirinya setiap saat. Aku ingin ia tau, betapa aku takut kehilangannya.

"Kau bisa berjanji padaku akan baik baik saja?"

Aku tau ia menahan tangis nya, namun untuk sekarang aku tak peduli itu. Karna yang kubutuhkan adalah janjinya untuk tetap bertahan, jika bukan untukku maka setidaknya untuk bayinya. Perkara ingkar atau menepati akan kufikirkan diakhir.

"Aku janji. Janji tetap bersama mu. Sampai anak kita lahir"

Genggaman kami lepas karna ia membelai lembut perutku yang masih rata. Sementara tanganku sibuk menghapus air mataku yang terus mengucur meski aku sudah berusaha menahannya.

CEO JJK [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang