Cosplay jadi nyamuk adalah rutinitas Geya ketika bersua dengan malam minggu yang kelabu. Di saat orang lain jalan-jalan bersama kekasih tercinta, gadis itu malah hangout sambil mengawal Maga dan Zanitha pacaran. Miris sekali. Bukannya Geya minta ikut, tetapi Maga yang punya inisiatif mengajak. Mendapat dukungan dari Zanitha pula, membuat Geya kesulitan menolak. Sungguh kerja sama apik antara sepasang kekasih dalam membuat gadis itu kebakaran jenggot.
Jika dipikir-pikir, apa mereka sengaja mengangkut Geya di jok belakang mobil Maga supaya iri menyaksikan kemesraan keduanya? Atau karena kasihan sebab Geya tidak kunjung dijemput cowok saat malam minggu?
“Duduk sini.” Maga menepuk ruang kosong di sebelahnya. Senyum lelaki itu mengembang sempurna. Selalu memesona dan tidak pernah gagal membuat jantung Geya berdebar.
Malam ini tidak ada jalan-jalan sebab Zanitha ingin menghabiskan waktu di rumah sambil main TOD-an saja. Maga manut, Geya sama patuhnya. Karena bagi gadis itu, di rumah atau pergi keluar sekali pun tidak ada bedanya, sama-sama menimbulkan sakit hati.
Setelah menaruh botol yang baru diambilnya dari kulkas, Geya pun mendudukkan diri di sebelah Maga.
“Mbak Zani mana?”
“Lagi beli camilan."
Geya manggut-manggut, kemudian meraih remote televisi dan tak lama layar pun menyala. Namun, momennya benar-benar tidak tepat sebab kini adegan kissing dari sebuah drama Korea tersuguh di depan sana. Kontan saja dua manusia yang hendak menonton serempak memalingkan wajah. Suara batuk yang dibuat-buat pun mulai terdengar saling bersahutan memenuhi ruangan. Maga mendongak dan berusaha fokus ke frame yang menempel di dinding, sementara Geya bersiul keras seraya meraba keberadaan remote yang mendadak ia lupakan di mana tadi menyimpannya.
“Ekhem!” Geya buru-buru mematikannya. Wajah gadis itu merona. "Bisa-bisanya ...."
“Bad timing, Ge." Maga terkekeh.
“Bikin gerah, ya, Bang?” Geya cengengesan, menemukan peluang bagus untuk mengisengi Maga.
“Bukan gerah lagi ini mah." Maga mengibas-ngibaskan kerah bajunya.
Jika Maga sudah salah tingkah, Geya bersumpah ingin menyimpan manusia itu ke dalam saku baju. Disembunyikan dari dunia agar keimutannya hanya bisa Geya saja yang melihatnya.
“Santai kali, Bang. Udah sering juga, 'kan?” Usai bicara, Geya otomatis mengutuk kebodohannya dalam hati. Yang barusan itu, bukankah seperti dia sedang mengarahkan moncong pistol ke kepalanya sendiri? Alias bunuh diri. Dengan bertanya demikian, artinya Geya sengaja mencari rasa sakit. Mending kalau Maga berdusta dan mengatakan tidak, tetapi akan lain cerita semisal lelaki itu jujur dan mengakui apa adanya. Geya alamat bakal menangis tersedu dalam hati.
“Abang atau kamu yang sering, Ge?” Maga kembali rileks sehingga dapat mengimbangi kejahilan Geya.
Geya berdecak. Bola matanya bergulir ke atas barang sesaat. “Jangan ngeledek! Pacar aja enggak punya."
Maga melepas tawa, sebelah tangannya sibuk mengacak pelan rambut Geya. Lelaki itu benar-benar tenggelam dalam suka cita, tidak sadar bahwa perlakuan manisnya berhasil mengguncang kewarasan Geya.
“Ketawa aja terus!" Geya melirik sinis pada Maga yang masih dipeluk tawa.
“Maaf, Ge. Tapi ... seriusan?”
“Baaaaang!” Geya memekik frustrasi melihat tatapan skeptis Maga yang kentara sekali dalam meragukan kebenaran dari perkataannya. "Diem!"
“Iya, deh. Percaya, kok.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] The Right Heartbeat
Teen Fiction"Bisa gak kita temenan aja?" "Nanti." "Kapan?" "Nanti, kalau gue udah bisa ngelihat lo tanpa ngerasa sakit lagi." Don't copy my story!