Dear My Family
***
Linda sudah tiba di depan gerbang rumahnya yang besar itu. Linda menetralkan napasnya yang sejak tadi ngos-ngosan. Dari sekolah menuju rumah, Linda berlari supaya ia sampai di rumah tidak terlalu malam.
Dengan hati yang sudah gelisah sejak berada di sekolah, Linda membuka gerbang rumahnya perlahan dan menutupnya rapat kembali. Sampai di teras rumah, tidak lupa Linda membuka sepatunya beserta kaos dan ditaruh di luar seperti biasanya.
Lalu, Linda menapakkan kaki di lantai yang dingin itu yang membuat tubuh Linda langsung meremang. Suasana di ruang keluarga sungguh mencekam yang membuat Linda bergidik ngeri. Lampu ruang keluarga belum dihidupkan membuat ruangan tambah gelap seperti rumah hantu.
Linda berusaha untuk merogoh dinding di mana tempat saklar berada. Setelah mendapatkannya, Linda langsung memencet saklar tersebut sehingga semua lampu pun hidup.
Ceklek!
"Kemana saja lo?" tanya seorang laki-laki yang sudah duduk di sofa sambil mengangkat kakinya setelah lampu dinyalakan.
Linda langsung terkejut saat mendapati kakaknya yang tengah duduk di sofa. Saat kakaknya bangun, Linda langsung memutar tubuhnya mengarah ke sang kakak.
"Kemana saja lo?" tanya kakaknya sekali lagi.
Pandangan Linda hanya berpaku ke arah lantai. Ia tidak berani menatap kakaknya yang sudah berdiri di hadapannya sembari memegang tangan di pinggang. Linda memainkan jari-jarinya sejak tadi dan tidak berani menjawab.
Kalau aku menjawab yang sebenarnya, Kak Ervin pasti akan tidak percaya dengan omonganku, batin Linda.
"Gue nanya sama lo dijawab!" bentak Ervin dan mencekal pipi Linda kasar.
"Lo budek apa gimana sampai nggak dengar omongan gue, hah?!"
"K-kak, lepasin," lirih Linda.
Ervin pun akhirnya melepaskan cekalan di pipi Linda. Linda mengusap pelan pipinya yang ia pastikan sudah memerah. Kali ini Linda memberanikan diri untuk menatap kakaknya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"K-kak, tadi aku pulang agak terlambat karena-"
"Karena lo pergi ke club!" jawab seseorang dari belakang Linda.
Seketika Linda mendelik dengan apa yang sudah diucapkan oleh adiknya, Harry. Linda menggeleng hebat tatkala tidak percaya dengan yang dikatakan Harry. Linda bersumpah tidak pernah menginjakkan kaki di sana. Adiknya sudah berbohong, dia pasti telah berbohong.
"Dia pergi ke club tadi. Gue yang lihat dia pas pulang sekolah. Makanya dia pulang malam, Kak," jelas Harry kepada Ervin.
Seperti dihasut oleh roh jahat, Ervin langsung menjambak rambut Linda kuat-kuat yang membuat kepala Linda seketika mendongak ke atas.
"Oh ... jadi itu kerjaan lo biasanya pulang malam?" tanya Ervin dengan nada yang terkesan meremehkan.
"Enggak, Kak. A-aku berani j-jujur sama kakak. Aku enggak pernah sekali pun pergi ke tempat seperti itu!" ujar Linda disela-sela tangisannya.
"Nggak usah ngelak lagi. Harry sudah bilang sama gue. Jadi lo nggak usah ngelak."
"Harry bohong, Kak!"
Plak!
Linda meringis kesakitan sembari memegang pipinya. Seperti tersambar petir, kakaknya percaya begitu saja dengan apa yang sudah Harry katakan. Itu semua fitnah. Aku yakin, Harry melakukan ini hanya untuk membuatku menderita.
"Gue nggak sudi punya adik seperti lo! Sudah pembunuh, sekarang berani-beraninya lo pergi ke club? Adik seperti apa lo berani-beraninya membunuh Ayah sendiri?! Pintar sekali lo."
Ervin menepuk-nepuk tangannya di depan wajah Linda. Linda merasa bahwa harga dirinya sudah diinjak-injak. Ia tidak mau dicap pembunuh oleh siapa pun termasuk keluarganya sendiri karena memang bukan ia penyebabnya.
"Aku sama sekali tidak membunuh Ayah!"
"Aku berani bersumpah untuk itu!"
"Aku hanya menjadi saksi kematian Ayah! Bukan membunuhnya! Seharusnya kalian paham dengan apa yang aku ucapkan. Kalian memang jarang mengerti bagaimana perasaanku setelah kalian menyebutku seorang pembunuh. Aku masih kecil waktu itu, jadi aku tidak tahu apa-apa. Yang aku tahu hanya mobil yang aku naiki bersama Ayah mengalami rem blong. Itu semua bukan karena aku! Setelah kalian sudah mengetahui apa penyebabnya, apakah kalian masih akan menyalahkan ku?!"
Ervin dan Harry menatap Linda dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia tidak mau untuk membuka suara setelah Linda menyelesaikan penjelasannya. Linda percaya kalau mereka akan merasa bersalah dengan apa yang sudah ia jelaskan.
Apakah rasa bersalah itu akan berlanjut?
Atau mereka hanya akan bersikap biasa-biasa saja setelah mengetahui konflik yang sebenarnya?
Linda tidak tahu, tetapi waktu akan mengetahuinya nanti.
Napas Linda tidak beraturan, dadanya seketika merasa sesak. Langsung saja Linda pergi ke kamar mandi supaya kakak dan adiknya tidak tahu dia kenapa. Linda tidak mau keluarganya mengetahui penyakitnya. Ia merasa dirinya sudah cukup menderita. Menerima semua siksaan, bahkan juga ditambah penyakitnya ini.
"Aish ... kenapa terus-terusan sesak, sih?" gumam Linda kesal dan memukul-mukul dadanya.
"Aku nggak tahan. Aku mau pergi aja ke tempat Ayah," lirih Linda.
_________________________________🐾
Kasih vote dan komennya yooo✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Maafkan kalau ada typo (๑•﹏•)
See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Family [END]
Teen Fiction"Aku sama sekali tidak membunuh Ayah!" - Linda Cantika. "Saya menyesal telah melahirkan kamu!" - Mama. "Gue nggak sudi punya adik seperti lo!" - Ervin Sastrawan. "Gue benci Kak Linda sampai kapan pun!" Harry Saguna. Linda Cantika, seorang gadis lucu...