Dear My Family
***
Semenjak Harry marah, hati Linda merasa gusar dan tidak tahu harus berbuat apa setelah adiknya membentaknya pagi tadi. Perasaan Linda kini bercampur aduk. Entah karena adiknya, olimpiade pagi hari ini, dan lain-lain. Wajah yang kini ditekuk membuat Linda merasa tidak ingin hidup dan ingin mengakhiri hidupnya secepat mungkin.
Angin sepoi-sepoi di pagi hari membuat anak rambut Linda berterbangan. Ia berdiri di sebuah ruangan sembari memeluk sebuah buku. Kini Linda tengah menunggu Bu Amira di ruang guru.
Di dalam hati Linda sudah berdoa untuk yang kesekian kalinya. Ia sangat berharap, apa yang sudah ia lakukan selama ini bisa tercapai dengan baik. Linda yakin, bahwa usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil.
Saat sedang berdiam diri di sana, seorang perempuan melintas di depan Linda. Tetapi, dengan cuek Linda tidak menganggap orang itu tengah lewat di depannya.
"Hai, Linda," sapa perempuan itu dengan senyumannya yang cerah seakan tidak pernah ada keraguan di dalamnya.
Namun, lagi-lagi Linda tidak menanggapi itu. Ia hanya memasang mukanya yang dingin dengan sorotan mata lurus ke depan tanpa melihat atau melirik sedikit pun oknum yang menyapanya tadi.
"Kamu mau ke mana, Lin? Nggak ke kelas?" tanya orang itu sedikit kepo.
"Bukan urusan kamu, Dar," ucap Linda tiba-tiba.
Terlihat Darena sedikit terkesiap dengan ucapan Linda yang begitu tegas dan terdengar dingin.
"Aku 'kan nanya sama kamu. Kenapa jawabnya gitu?"
"Karena ini bukan urusan kamu. Kita bukan teman, jangan tanya-tanya aku lagi, Dar."
Setelah mengatakan itu, Linda pergi dan meninggalkan Darena. Linda menunggu Bu Amira di gerbang sekolah. Ia tidak mau hatinya hancur pagi-pagi saat melihat Darena.
Ada rasa sakit yang menyelimutinya saat melihat kedatangan Darena tadi. Di sisi lain Linda merasa tidak enak setelah mengatakan kata-kata yang terlalu dingin dan dapat membuat Darena sakit hati mendengarnya.
Tapi sudahlah, ia harus menjalani apa yang ia inginkan. Tinggal beberapa minggu atau satu bulan lagi, Linda akan segera pergi meninggalkan dunia.
Beberapa menit kemudian, datang seorang wanita paruh baya menghampiri Linda yang sedang bersandar di gerbang sekolah.
"Linda," sapa wanita itu sembari menepuk bahu Linda.
"Oh ... Bu Amira udah selesai? Kita berangkat sekarang?" tanya Linda.
"Iya, kita harus berangkat sekarang. Guru pengawas kamu adalah saya dan Pak Zee. Ingat, jangan ragu untuk menjawab, 'ya! Saya yakin kamu pasti bisa dan dapat memenangkannya nanti," ujar Bu Amira memberikan semangat kepada Linda yang mukanya terlihat lemas dan lesu.
"Kamu sakit, Nak?" tanya Bu Amira khawatir saat melihat bibir Linda yang sedikit memutih.
"Ah ... enggak. Hanya kurang minum air saja, Bu," bohong Linda dan tersenyum.
"Kamu harus semangat! Karena saya yakin di balik susah payah kamu belajar pasti akan ada keberhasilan yang menanti. Saya jamin itu!" ujar Bu Amira sembari menepuk punggung Linda pelan.
"Iya, Bu. Linda juga ngerasa begitu. Doakan, ya, Bu."
Bu Amira mengangguk dan memberikan senyuman gembira kepada Linda.
Tidak lama kemudian, datang sebuah mobil sedan berwarna putih yang tidak lain adalah milik Pak Zee. Beliau merupakan pengawas Linda di tempat olimpiade nanti.
"Ayuk naik!" ajak Pak Zee dari dalam mobil setelah menurunkan kacanya.
Mereka berdua pun akhirnya menaiki mobil milik Pak Zee untuk pergi ke tempat di mana Linda melaksanakan olimpiade.
Sekitar dua puluh menit perjalanan akhirnya mereka bertiga sampai di tempat tujuan. Bu Amira dan Pak Zee heran karena sejak Linda naik ke dalam mobil ia tidak banyak bicara.
Bu Amira yang berada di sampingnya juga sempat heran dengan gerak-gerik yang mencurigakan. Ada rasa khawatir di benak Bu Amira tentang Linda.
"Nak, kamu kenapa diam aja dari tadi?" tanya Bu Amira setelah sampai.
Linda yang bengong pun tidak menjawab pertanyaan dari Bu Amira.
"Linda," panggil Bu Amira lagi sambil mengusap rambut Linda pelan.
Linda sedikit terkesiap dengan perilaku Bu Amira. Kemudian, ia tersenyum dan mengambil tas ransel miliknya.
"Kamu kenapa? Kamu sakit?" tanya Bu Amira lagi.
"Saya enggak kenapa-kenapa, Bu," jawab Linda dengan memaksakan senyumannya.
"Siapa yang bilang kamu enggak kenapa-kenapa?"
"Lihat, wajah kamu pucat. Kulit kamu juga memutih seperti tidak ada aliran darah seperti ini. Kamu yakin nggak kenapa?"
Rasa perhatian Bu Amira terhadap Linda membuat hati Linda merasa terenyuh. Untuk pertama kalinya Linda dapat merasakan bagaimana kasih sayang dari seorang ibu, walaupun Bu Amira hanya sebatas guru dan bukan orang tua kandungnya.
Perhatian dan rasa khawatir Bu Amira sempat membuat hati Linda berdebar dan ingin menangis.
"Mungkin efek belajar terlalu lama, Bu. Jadinya, saya begini, hehe," ucap Linda yang diakhiri kekehan pelan olehnya.
"Lain kali kamu jaga kesehatan juga, ya. Jangan sampai nanti kamu jatuh sakit," pesan Bu Amira.
Linda mengangguk dan menyusul Pak Zee yang sudah berjalan lebih dulu.
Sebenarnya, aku hidup beberapa bulan atau beberapa minggu lagi, Bu. Untuk ke depannya aku nggak bisa lagi untuk mewakili sekolah. Maaf, batin Linda sedih.
_____________________________________🐾
Cipcipcip
Lalalalla, kasih vote dan komen silahkan 😣
Maaf kalau ceritanya kurang sreg, eaa (@_@;)Maaf juga kalau ada typo (╯︵╰,)
See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Family [END]
Teen Fiction"Aku sama sekali tidak membunuh Ayah!" - Linda Cantika. "Saya menyesal telah melahirkan kamu!" - Mama. "Gue nggak sudi punya adik seperti lo!" - Ervin Sastrawan. "Gue benci Kak Linda sampai kapan pun!" Harry Saguna. Linda Cantika, seorang gadis lucu...