Dear My Family
***
Linda dan Darena lebih memilih untuk tidak pergi ke kantin. Mereka berdua hanya duduk di bangku masing-masing sambil menceritakan beberapa cerita random yang membuat Linda dan Darena tertawa.
"Oh iya, sesuatu yang kamu bilang tadi pagi apa?" tanya Linda tiba-tiba karena teringat dengan ucapan Darena sejak ia datang.
"Oh itu ... sebentar, 'ya!"
Darena membuka resleting tas miliknya yang berwarna biru itu dan mengeluarkan sebuah tote bag kecil berwarna pink dengan hiasan lukisan di sisinya.
"Ini untuk kamu!" pekik Darena dan menyodorkannya di hadapan Linda.
"Ini dari Ayah aku. Kamu terima, 'ya," sambungnya.
Aduh ... dari Ayahnya Darena lagi. Pasti barangnya akan mewah. Makin nggak enak aja, batin Linda karena Ayah Darena yang terlalu baik padanya.
"Em ... bukannya aku nggak mau terima pemberian dari Ayah kamu. Tapi, aku nggak enak terus dikasih barang mewah kayak gini," ujar Linda dan menatap Darena dengan tatapan memohon.
"Ayah aku nggak kayak gitu. Apa pun benda dari Ayah harus kamu terima. Ayah aku memang dermawan, dia nggak suka kalau pemberiannya nggak diambil. Jadi, nggak usah nggak enakan kayak gitu. Ambil aja," jelas Darena dan mengambil tangan Linda supaya menerima tote bag kecil berwarna pink itu.
"Aduh ... bilang sama Ayah kamu makasih banyak," ucap Linda dan melihat isinya. Linda langsung saja membekap mulutnya tidak percaya dengan apa yang ada di dalam tote bag tersebut.
"Kenapa, Lin?" tanya Darena saat melihat Linda sedang membekap mulut seperti tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Ah ... hadiah dari Ayah kamu terlalu mahal. Dan aku nggak akan mungkin bisa menggantinya."
Darena hanya terkekeh mendengarkannya.
Isi dari tote bag tersebut adalah sebuah jam tangan berwarna abu-abu yang harganya jutaan. Linda tidak percaya bahwa Ayah Darena nekat membeli barang semahal ini demi dirinya.
"Kamu suka?" tanya Darena saat melihat Linda sedang memandang terus-menerus jam tang
"Ayah kamu nekat banget beliin aku jam tangan semahal ini. Tapi, karena Ayah kamu yang kasih aku terima. Makasih banyak," ucap Linda.
"Iya, sama-sama," jawab Darena.
Linda pun memasukkan tote bag tadi ke dalam tas miliknya. Saat sedang memasukkan tote bag ....
Tes!
Linda mimisan yang kesekian kalinya. Cepat-cepat Linda menutup hidungnya dan keluar dari kelas dengan berlari.
"Linda! Kamu mau ke mana?!" tanya Darena berteriak saat melihat Linda yang berlari tergesa-gesa sambil menutup hidungnya.
"Toilet sebentar!"
Linda berlari ke arah toilet perempuan yang letaknya tidak terlalu jauh dari kelasnya. Di sana Linda langsung membasuh jejak darah itu sampai bersih. Setelah selesai, Linda mengambil tisu dari dalam saku roknya. Linda mengelap dengan telaten supaya tidak ada bekas yang terlihat. Linda berharap Darena tidak curiga dengannya.
Setelah selesai dengan kegiatan tersebut, Linda keluar dari toilet dan menaruh tisu yang ia ambil tadi ke dalam saku roknya seperti semula. Saat sedang berjalan di koridor sekolah, Linda melihat banyak sekali rombongan siswa maupun siswi yang menuju ke papan pengumuman. Karena Linda ingin tahu ia segera ikut pergi ke papan pengumuman tersebut.
Sampai di sana, tatapan kini beralih ke Linda yang membuat Linda tampak risih. Segala tatapan itu seperti ekspresi jijik, tidak suka, kecewa, dan tidak bersahabat.
Kenapa semuanya menatap aku kayak gitu? batin Linda heran dan mendekati papan pengumuman yang sudah sedikit sepi.
"Ih ... gue sama sekali nggak nyangka Linda kayak gitu!"
"Iya, masa tega banget bunuh Ayahnya sendiri."
Deg!
Saat melihat ke papan Linda membekap mulutnya tidak percaya dengan apa yang tengah ia lihat. Sebuah poster berukuran sedang berisi gambar dirinya dan disertai dengan tulisan berwarna merah 'Dia seorang pembunuh!' yang tepat berada di gambar wajah milik Linda.
Nggak! Nggak mungkin! Siapa yang sudah melakukan ini?!
"Lin, sorry aku nggak mau temenan sama kamu lagi. Aku kecewa berat," ucap salah satu siswi yang merupakan teman Linda.
"Win, ini nggak mungkin. Semua ini fitnah! Kamu nggak tahu gimana yang sebenarnya!" bantah Linda.
"Halah! Nggak usah dijelasin lagi!"
Kini semuanya pergi meninggalkan Linda sendirian di depan papan pengumuman tersebut. Linda menangis histeris karena apa yang mereka lihat sebenarnya itu tidak benar. Linda tidak percaya, siapa yang telah membuat poster ini sehingga ia dikucilkan oleh teman-temannya.
Linda kembali ke kelasnya dengan perasaan gusar. Saat tiba di kelas, semua mata tertuju pada Linda. Linda yakin mereka semua pasti melihat poster di papan pengumuman itu. Tidak ambil pusing, Linda duduk di bangkunya sendiri.
"Dar, kamu mau main ke rumah aku lagi, nggak?" tanya Linda kepada Darena yang sedari tadi diam.
"Dar?"
"Jangan ngomong sama aku lagi, Lin," ucap Darena dingin dan tidak mau menatap Linda sedikit pun.
"Dar, kamu udah liat poster yanga ada di papan itu?"
"Semuanya nggak benar, Dar. Semuanya bohong, itu nggak sesuai dengan apa yang kamu lihat, Dar!"
"Apa lagi yang nggak benar?! Aku kecewa berat sama kamu! Kamu pembohong! Nggak usah temenan sama kamu lagi! Dan jangan ajak aku ngomong sama kamu!" bentak Darena.
Ada rasa sakit yang menyelimuti hati Linda. Semuanya sudah hancur, hancur lebur. Sebenarnya, Linda tidak ingin pertemanannya dengan Darena terpisah. Tetapi, semuanya sudah tidak sesuai ekspetasi.
Linda duduk sembari menangis pelan supaya teman-temannya tidak mendengarnya. Kini semuanya sudah pergi meninggalkannya.
Siapa pun yang sudah berbuat sejahat ini sama aku, aku pastikan nanti mereka akan minta maaf padaku, batin Linda dan mengepalkan tangannya.
___________________________________🐾
Yeyyeyeyee
Kasih vote sama komennya, ya! ( ꈍᴗꈍ)
Terima kasih banyak (*´ω`*)
Mohon maaf kalau ada typo (´°̥̥̥̥̥̥̥̥ω°̥̥̥̥̥̥̥̥`)
See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Family [END]
Teen Fiction"Aku sama sekali tidak membunuh Ayah!" - Linda Cantika. "Saya menyesal telah melahirkan kamu!" - Mama. "Gue nggak sudi punya adik seperti lo!" - Ervin Sastrawan. "Gue benci Kak Linda sampai kapan pun!" Harry Saguna. Linda Cantika, seorang gadis lucu...