~~***~~
Jauh dari kesan mewah. Sebuah rumah susun yang berukuran tak lebih dari empat kali empat meter persegi. Itu bukan juga ukuran untuk satu petak ruangan kamar saja, tapi sudah terdiri dengan kamar mandi yang sempit, ruang dapur yang berdempetan dengan kamar mandi secara langsung, dan sebuah ruang tamu yang tak kalah sempitnya.
Rumah susun itu begitu sepi, tak begitu banyak orang yang menghuni bangunan tua itu. Dari sekitar 120 unit yang terdiri dari enam lantai, tak lebih dari seperempat yang terisi, pun makin ke lantai paling atas maka akan semakin sepi pula yang menghuni lantainya.
Terhitung di lantai paling atas hanya dua unit yang berisi, satu di huni oleh seorang pria dan yang satu? Entahlah, entah pria atau wanita, penghuni disana hampir tak pernah melihatnya, sekali melihat orang yang tak di ketahui jenis kelaminnya itu akan menggunakan celana jeans dan jaket jeans yang ukurannya sangat besar dengan topinya yang menyembunyikan rambut, tak lupa dengan sebuah masker yang setia menyembunyikan wajah tak kalah rapat. Terkadang penghuni unit lain yang kebetulan berpas-pasan akan menebak jika orang yang misterius itu mungkin saja seorang penjahat.
Hujan malam ini baru saja mulai mereda, hanya tertinggal rintik halus yang masih belum kunjung berhenti.
Seorang pria dengan sebuah sweater hitam oversize, sepatu kets hitam, juga topi baseball hitam sedang berdiri di sebuah unit di lantai teratas rusun. Tangannya sibuk merogoh-rogoh saku, mencoba menemukan keberadaan anak kunci unit miliknya.
"Sial, pasti kuncinya terjatuh saat aku mengeluarkan ponsel." lelaki dengan warna manik mata yang sedikit hijau juga surainya yang berwarna coklat terang itu mengumpat kesal sendiri. Menyadari jika benda kecil yang ia cari tak ada di dalam saku. Menghela napasnya dengan sedikit kesal, kemudian berbalik menuju ke arah lift yang letaknya paling ujung lorong rusun.
Kalau sudah begini, lelaki dengan surai coklat itu akan menyesal telah membeli unit yang paling ujung, yang letakknya paling jauh dari lift.
Tangan yang sudah terlihat sedikit mengeriput akibat terlalu lama terkena air hujan itu tampak makin memucat diterpa angin malam yang cukup dingin, hingga dinginnya terasa menusuk tulang dan menembus kulit yang tak begitu tebal. Lelaki berambut coklat itu mencoba menyembunyikan tangan keriput dan pucatnya dibalik saku yang kebetulan ada di kedua sisi samping sweater, padahal sweater yang ia gunakan pun telah basah, sedikit pun tak akan bisa menghangatkan tangannya yang terasa dingin dan beku. Ia menunduk menyusuri lorong lantai enam rusun, berharap menemukan anak kuncinya yang mungkin saja tergeletak di lantai yang ia telusuri.
"Kau mencari ini?" suara wanita yang baru saja keluar dari lift cukup menyita perhatian lelaki bersweater hitam dengan nama Choi Jimin yang sedang menunduk dan mengedar pandang sepanjang lorong. Gadis itu mengulurkan tangannya, memperlihatkan sebuah anak kunci berwarna silver yang ada di telapak tangan.
"Iya, ini yang aku cari, aku tak bisa masuk ke unitku tanpa ini." Jimin mengulur tangannya untuk mengambil anak kunci yang ada di telapak tangan wanita dengan jeans biru tua oversize di hadapannya. Tangan dengan kulit yang terasa dingin dan memucat itu mencoba mengambil benda kecil yang ia cari. Tanpa sengaja kedua kulit dingin manusia itu saling bersentuhan.
Jimin terlihat biasa saja ketika berhadapan dengan wanita yang tinggal selantai dengannya. Dari sudut pandang matanya tak ada kesan yang menarik yang ia lihat dari wanita itu, badan yang tersembunyi dengan begitu rapat dibalik jeans biru tua kebesaran, rambut yang sepertinya digelung di balik topi baseball, dan wajah yang tertutup oleh masker yang terlihat basah, mungkin baru saja terkena hujan. Yang Jimin lihat hanyalah bola mata berwarna hitam bulat dengan bulu mata yang cukup lentik tanpa polesan mascara.

KAMU SEDANG MEMBACA
LIKE HEROIN [TAMAT - AKAN SEGERA CETAK]
Romance"Bagaimana kalau aku mengatakan bahwa aku menginginkan dirimu menari di atas tubuhku? Ride me and take mine." Choi Jimin